Beranda / Romansa / Takut Kawin / Tawaran Bibi dan Leo

Share

Tawaran Bibi dan Leo

Penulis: Be Maryam
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-22 17:46:49

Pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta, tepat pukul tujuh pagi. Terlihat ada banyak orang mengerumuni halaman bandara. Mereka terlihat seperti reporter dengan ciri khas tas kecil, kamera dan perekam suara yang berada dalam genggaman. Sekitar sepuluh orang, mereka duduk sambil berbincang menatap ke arah pintu keluar bandara.

Diluar dugaan, Leo memasang wajah kaget saat menatap ke arah para pencari berita yang kini berdiri menunggu mereka. Tak lagi bisa mengelak, Daffin memutuskan untuk melewati mereka dengan raut wajah tenang. Tak lupa senyuman manis yang menjadi ciri khasnya.

“Daf, apa benar kamu ingin bunuh diri?”

“Kenapa kamu tidak terlihat di panggung para model? Bukannya kamu salah satu juri acara itu?”

“Apa kamu pergi karena tuduhan Gay?”

“Daf, beri kami jawaban!”

Jutaan pertanyaan diabaikan begitu saja, hanya senyum dan sikap santun yang ia perlihatkan. Begitu pula dengan Leo yang tersenyum dan melangkah cepat menuju mobil. Wajah kesal terlihat dari mereka yang sengaja datang begitu pagi demi mewawancarai Daffin. Tak sedikit dari mereka berkomentar pedas karena kesalnya. Tanpa tahu seperti apa kacaunya keadaan hati Daffin saat ini. Namun, sikap hangatnya berhasil menghalangi mereka untuk menciptakan berita buruk.

“Lu punya cara enggak, untuk ngatasi gosip ini?” tanya Leo dengan tatapan kecewa. Ada banyak jalan yang disediakan, namun tak ada satupun yang berniat Daffin lakukan.

“Belum ada,” jawab Daffin dengan suara yang begitu lembut. Jakunnya bergerak naik turun, seakan menahan tangis.

“Mau sampai kapan lu diam aja, Daf? Lu enggak lelah apa, dikejar-kejar media? Gua aja lelah lihatnya,” gerutu Leo yang kini melempar pandang ke arah jalanan kota Jakarta yang terlihat mulai padat.

***

Daffin melangkah masuk ke rumah, wajah lelah tergambar dari balik kacamata hitam yang ia kenakan. Ia menghembuskan napas berat sebelum menemui bibi tercinta.

“Kamu sudah pulang, Nak?” sambut Bibi dengan senyuman bahagia. Tangannya memeluk hangat Daffin dengan penuh kasih. Kerinduan tergambar jelas di wajahnya. Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta Daffin menghabiskan sarapan bersamanya.

Roti berisi sayur dan segelas susu menjadi menu pagi ini. Keduanya terlibat perbincangan hangat mengenai keadaan kota yang baru saja Daffin kunjungi. Senyum dan tawa mengiringi pembicaraan, namun seketika keadaan mendadak senyap kala Devi-Bibi Daffin menyodorkan tiga buah foto berisi gadis cantik.

“Nak, mereka cantik yah!” ucap Bibi memulai pembicaraan.

Daffin hanya bisa tersenyum lebar dan mengangguk, wajahnya terlihat kurang senang dan itu tidak dapat ia sembunyikan. Karena kini ia tak lagi menggunakan kacamata hitamnya.

“Mereka anak teman Bibi. Selain cantik, mereka juga anak yang baik. Sebenarnya ... Bibi punya banyak foto gadis cantik lainnya. Tapi ... mereka inilah yang terbaik menurut Bibi. Mungkin kamu mau berkenalan dengan mereka,” jelas Bibi sambil menatap Daffin dengan tatapan penuh harap. Ternyata gosip Daffin yang disebut gay menjadi kerisauan sang bibi. Tidak berniat melangsungkan pernikahan, Devi hanya berharap Daffin membuka hati untuk mendekati seorang gadis. Dari remaja hingga kini, Daffin terus berstatus jomlo dan hanya menemani bibinya seorang.

“Bi, maaf ... Daffin bukan enggak mau berkenalan dengan mereka. Daffin hanya ingin langsung menikah jika menemui gadis yang tepat,” jawabnya dengan suara parau seakan menahan tangis. Ada rasa sakit dihatinya karena harus menolak permintaan sang bibi, setelah sekian lamanya menjadi anak yang penurut.

Mata Devi seketika terbelalak, sepertinya ia kaget akan ucapan yang keluar dari mulut keponakannya. Namun, ia berusaha menghargai apapun yang menjadi keputusan Daffin. Sambil tersenyum dan membelai lembut rambut hitam Daffin, ia berkata, “Bibi yakin ... apapun yang menjadi keputusan kamu, itu yang terbaik. Kamu beristirahatlah, Bibi harus ke rumah sakit untuk periksa.”

“Maafkan Daffin, Bi. Daffin hanya enggak ingin ninggalin Bibi. Daffin mau mengorbankan seluruh hidup Daffin hanya untuk kebahagiaan Bibi,” gumamnya dalam hati, sambil terus melihat tubuh wanita yang mulai terlihat tua. Perlahan tubuh itu menghilang dari pandangan, meninggalkan beban berat di atas pundak Daffin.

***

Sebuah mobil hitam terlihat memasuki area parkiran rumah sakit Sehati. Salah satu pintu mobil terbuka memperlihatkan Devi dan seorang wanita dewasa berjalan beriringan memasuki rumah sakit. Salah seorang pria yang berada di parkiran melihat keberadaannya. Dengan wajah berbinar, pria itu segera menghubungi seseorang dan berjalan mengikuti Devi.

Pemeriksaan berjalan lancar, Devi mengatakan keluhannya berupa sesak yang sering mendadak datang.

“Tidak ada masalah dengan paru-paru anda. Kemungkinan besar sesak itu dipicu oleh kurang tidur atau pikiran saja,” jelas dokter sembari menunjukkan hasil rontgen paru-paru Devi.

“Yah, Dokter benar. Syukurlah ... saya hanya perlu menenangkan diri saja,” ucap Devi yang kemudian pamit untuk pulang.

Saat melangkah keluar menuju parkiran, Devi dijegat oleh beberapa orang pria di tengah lorong yang sepi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Takut Kawin   Siapa Cepat Dia Dapat

    Dira lebih dulu pulang bersama Bibi, sedangkan Daffin bersama kru lainnya. Rasa tak ingin berpisah itu hadir, namun Daffin tahan. Terlebih setelah melihat wajah jutek Dira. Bayang indahnya perjalanan pulang jika ia lalui bersama pun segera pudar setelah Sofia memanggil dirinya.“Bi, hati-hati ya. Jangan lupa untuk selalui kabari Daffin. Oke,” ucap pria tampan itu. Tatapan tulus serta kecupan penuh kasih ia layangkann pada wanita yang ada di hadapannya.“Ya sayang, Bibi tunggu di rumah.”Sesungguhnya Daffin ingin mengatakan sesuatu kepada Dira, tetapi sepertinya gadis itu menghindar dan memilih untuk pergi terlebih dahulu. Daffin hanya bisa menghela napas berat dari mulutnya. Ia pun mengantarkan Bibi menuju parkiran mobil.Sepanjang jalan Daffin terus tersenyum dalam diam. Sontak kejadian ini membuat banyak mata yang menaruh curiga.“Ehem, ada apa nih. Kok ada yang lain. Apa ada yang tau?” ledek salah satu kru.“Tanya Sofia gih. Kan dia yang paling dekat. Ngomong-ngomong cewek tadi sia

  • Takut Kawin   Tercium Sebuah Kebusukan

    Salah seorang kru mengetahui kabar kecelakaan yang dialami mobil Daffin. Ia pun segera menyampaikan kepada Leo selaku manajernya Daffin.“Mas Leo, aku dapat kabar kalau sopir mas Daffin kecelakaan,” ucapnya dengan tatapan cemas.“Apa?” tanya Leo dengan nada yang begitu kuat. Hingga membuat banyak mata memandang ke arahnya seketika. Tak terkecuali Daffin yang saat ini sibuk pemotretan.“Sebentar ya,” ucap Daffin meminta izin untuk menghentikan pemotretan sementara. Ia pun segera menghampiri Leo guna menanyakan apa yang telah terjadi.“Sopir lu kecelakaan!” jelas Leo dengan raut wajah cemas.“Emang dia kemana?” tanya Daffin yang tak mengetahui alasan sopirnya pergi.Leo pun menjelaskan, bahwa ia telah menyuruh si sopir mencari sesuatu di daerah kota. Untuk menjaga keamanan, ia menyuruhnya pergi dengan mengendarai mobil pribadi milik Daffin.Setidikitpun Daffin tak menaruh curiga. Ia justru sangat menghawatirkan keadaan pemuda yang menjadi sopir barunya. Sopir muda yang sengaja ia utus u

  • Takut Kawin   Awkaward

    Belaian lembut di kepalanya membuat Dira tersadar akan kantuknya. Wangi yang tak asing berhasil menggelitik hidungnya. Sadar betul akan sosok yang kini duduk memandanginya Dira, perlahan membuka matanya. Meski kabur, Dira tahu benar bahwa Daffin kini duduk tersenyum menatapnya.“Kau?” ucapnya menatap tak percaya.Memutuskan untuk bangkit dan segera memeluk Daffin. Tersenyum penuh haru kebahagiaan, Dira merasa senang sekali saat ini. Terisak, ia melampiaskan semua kekacauan hatinya. Memeluk kian erat, hingga membuat kerutan pada sebahagian kemeja Daffin.Sepertinya tidak hanya Dira, melainkan Daffin pun menunjukkan tatapan yang sama. Keduanya terhanyut dalam hangatannya pelukan rindu. Seling memeluk erat seakan tak ingin kembali dipisahkan.Semua ini terasa begitu nyata, hingga akhirnya tatapan Dira yang sedari tadi bersembunyi di dada Daffin kini beralih pada Devi. Senyum penuh syukur yang terlihat pada wajah wanita tua itu memberi isyarat bahwa semua ini nyata.Masih tak menyadari da

  • Takut Kawin   Titik Terang

    Dira masih saja menatap bingung ke arah pemuda itu. Pemuda yang begitu mirip dengan rekannya Tomi.“Kau kok bisa di sini, Tom?” tanya Dira dengan nyolotnya.“Maaf, salah orang. Saya bukan Tomi,” ucapnya sembari menunjukkan senyuman. Lalu memutuskan pergi. Namun, baru saja tubuhnya berbalik, Dira lebih dulu menahan pundaknya dengan tangan.“Enggak usah main-main kau! Ngapain kau di sini?” tanya Dira kembali. Perasaan curiga mendadak hadir. Tepatnya semenjak kemarin, dimana mereka harus menangkap pengedar di bar.“Le, Cepat sini! Malah kenalan sama cewek,” ucap relawan lain. Ia melambaikan tangan ke arah pria yang diduga Tomi.“Maaf, Mba. Sekali lagi saya bilang, saya bukan Tomi. Mungkin kami hanya mirip,” ungkapnya menolak halus. Tangannya dengan lembut melepaskan tangan Dira dari pundaknya.“Enggak, kau pasti Tomi!” ungkap Dira. Kali ini ia bertindak nekad dengan menepis tangan kemeja pria itu. Terlihat ada tato kecil bergambar bintang di sana. Memperjelas kalau dia bukanlah Tomi yang

  • Takut Kawin   Kenapa Ada dia

    Terik cuaca tak lantas membuat Dira menyerah. Perut yang belum sempat terisi tak menunjukkan gejala lapar. Yang ada dalam benak Dira saat ini hanyalah ingin segera menemukan Daffin. Terus melangkah dan mencoba memasang telinga, Dira berharap bisa mendengar kata tolong dari seseorang. Bayang wajah Daffin yang tengah kesakitan pun membuat Dira semakin cemas.“Woy! Kemari!” teriak salah satu relawan.Dira dan timnya pun turut mendekati asal suara. Ternyata mereka menemukan tas berisi uang tunai yang tak sedikit jumlahnya. Tas kecil berupa koper itu bewarna putih. Sesaat Dira sadar akan penjelasan aparat kemarin.“Jangan bilang yang dilihat supir truk itu koper ini. Bukannya orang,” gumam Dira yang mulai mencemaskan akan keberadaan Daffin saat ini.Kini hari mendekati siang, suasana semakin panas meski ada banyak pohon yang melindungi mereka. Lelah, kaki Dira mulai gemetar. Tak dapat dipungkiri jika saat ini tubuhnya terasa lemas sekali. “Mba, ini minum dulu! Wajah Mba pucat banget,” uca

  • Takut Kawin   Dira Menggila

    “Daffin!” teriakan Dira menggema. Sebuah tepukan di pundaknya membuka matanya.“Kamu enggak kenapa-kenapa, Nak? Minum teh dulu!” pinta Devi dengan wajah sembabnya.Dira tersadar dan seketika merasa malu. Ternyata apa yang baru saja ia lamai hanyalah sebuah mimpi.“Kamu mimpiin Daffin ya?” tanya Devi sembari mendekap tubuh Dira.Tangis yang sedari pagi ia tahan pun meledak. Dira menangis terisak berharap sesak didadanya berkurang. Ia terus menangis sambil membayangkan wajah Daffin yang ia lihat di dalam mimpi. Ia tak bisa membayangkan jika penampakan Daffin yang ia temui adalah keadaan nyata yang Daffin alami. Bisa saja darah yang ada pada tangan dan kaki Daffin itu nyata dan kini Daffin masih terbaring kesakitan menanti ajal di tengah hutan belantara.Tangis Dira sungguh sulit dikontrol, meski ia merasa malu dalam keadaan seperti ini. Namun, hatinya tak mampu membohongi diri. Pilu jika Daffin benar pergi untuk selamanya, sedangkan ia mulai menyadari bahwa telah jatuh hati.“Kita doaka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status