Share

Gosip

Selama dua hari aku izin cuti mengajar. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri terlebih dulu untuk bisa kembali menjalankan kewajibanku sebagai seorang pendidik.

Di hari ketiga aku sudah lebih tenang dan siap untuk kembali beraktivitas kembali seperti dulu. Meski tidak bisa di pungkiri masih ada rasa sakit hati dan rasa tidak terima yang masih mengganjal di hati dan pikiranku. Aku hanyalah manusia biasa yang kadang sulit untuk memaafkan orang-orang yang dengan sengaja menyakitiku. Namun demi ayah dan ibu aku akan berusaha untuk menunjukkan bahwa aku ikhlas menerima semua kejadian ini.

Setelah selesai sarapan aku pamit untuk berangkat mengajar. Aku akan diantar oleh Zeyn dengan menggunakan motornya sama seperti dulu sebelum aku menikah. Jika selama enam bulan kemarin aku selalu diantar jemput sopir. Tapi kini semua sudah kembali seperti semula.

Ya aku rasa, mungkin aku memang tidak memiliki bakat untuk jadi orang kaya. "Bu, berangkat dulu." Kuambil tangan kanan ibu untuk aku cium lantas beralih ke ayah, kulakukan hal yang sama.

"Hati-hati di jalan. Nanti tidak usah berhenti kalau di tanya sama ibu-ibu yang sedang berkumpul di pos depan," pesan Ibu, "Kamu juga Zeyn, jangan ngebut bawa motornya."

"Siap Ibu negara," sahut Zeyn lalu berjalan keluar lebih dulu dan segera aku susul setelah mengucapkan salam.

Benar, kata ibu kulihat di pos depan ada beberapa ibu-ibu yang sedang berkumpul dan menyapa kami ketika kami lewat. Seperti pesan ibu, aku dan Zeyn Hanya mengangguk saja. Meski tadi aku dengar salah satu dari ibu-ibu itu bertanya. Kenapa aku masih di rumah Ayah.

"Emak-emak rempong jam segini sudah pada ghibahin orang." Terdengar suara Zeyn menggerutu tidak suka dengan ibu-ibu tetangga kami.

"Sudah biarin saja itu bukan urusan kita," kataku menimpalinya.

"Mbak nanti kalau sudah jadi emak-emak jangan kayak gitu! Kayak ibu saja. Setiap hari di rumah, baru keluar rumah kalau ada yang penting saja." Pemuda berumur 18 tahun itu bersikap seperti seorang kakak.

"Iya, Kakak Zeyn." Jawabanku membuatnya tawanya pecah.

Setelah sampai di sekolah aku segera menuju ke ruangan guru. Baru aku duduk di kursi kerjaku Reina datang menghampiri.

"Ada apa sampai minta cuti dua hari?" tanyanya dengan wajah penasaran. "Biasanya kamu gak pernah cuti. Bahkan waktu nikah aja kamu gak ambil cuti lo," tambahnya sambil berbisik.

"Ada hal yang penting yang harus aku lakukan,"

Mendengar jawabanku Reina memicingkan matanya. "Apa ada masalah?"

Aku menghela nafas panjang, Reina ini adalah rekan kerja sekaligus teman kuliahku. Dulu kami sama-sama melamar kerja di sekolah yang sama sebagai guru honorer sambil melanjutkan pendidikan di perguruan yang sama. Sampai akhirnya kami ikut ujian CPNS dan kami sama-sama lolos lalu di tempatkan di sekolah yang sama.

"Iya,"

"Soal suami kamu?" tanyanya menatapku lekat. Aku sedang bersama Reina ketika aku memergoki Mas Arka bersama pacarnya di hotel saat itu kami sedang menghadiri Seminar pelatihan guru sekolah dasar.

"Hemm," Aku mengangguk pasrah, tidak mungkin aku berbohong sama dia.

"Yang sabar ya!" Reina mengelus pundakku untuk memberi semangat.

Reina tidak akan memaksaku bercerita jika aku tidak terlalu menanggapi pertanyaannya. Untuk saat ini aku belum ingin bercerita. Rasanya aku masih sangat malas untuk membicarakan masalah itu.

TRINNGGGGH

Terdengar suara bel berbunyi yang langsung membuat Reina berdiri. "Nanti lanjut lagi," ujarnya lalu berjalan menuju mejanya untuk mengambil tumpukan buku di mejanya.

Aku pun sama, dengan beberapa buku di tangan aku melangkah menuju kelas dimana siswa-siswi yang sudah sangat aku rindukan sejak kemarin munungguku. Mereka adalah anak-anak polos yang mampu membawa banyak keceriaan dan warna dalam hidupku yang kadang monoton.

Terkadang aku merasa lebih nyaman bersama mereka ketimbang bersama teman-teman dan keluargaku sendiri. "Assalamu'alaikum,......" sapaku setelah aku memasuki ruang kelas.

"Wa'alaikum salam Bu Ai....." jawab kompak semua siswa siswi lalu di sambung riuh suara dan tepukan.

"Shuuut,, Tidak boleh ramai. Nanti Ibu Ai dimarahin Bu kepsek."

Mendengar ucapanku anak-anak langsung menaruh tangannya di kepala mereka. "Siap Bu Ai." Kompak mereka.

Rasanya semua masalah yang membelit hidupku langsung terangkat setelah melihat tawa dan celotehan anak-anak didikku. Mereka benar-benar obat yang mujarab untuk semua masalah hidupku.

Seperti biasanya tanpa diperintah salah satu dari mereka berdiri dan memimpin do'a. Setelah selesai do'a, segera aku mulai pelajaran yang sempat tertunda sejak dua hari yang lalu.

Pukul satu siang aku sudah merapikan mejaku dan segera beranjak keluar untuk menuju halte bus tidak jauh dari sekolah tempatku mengajar ini. Di depan gerbang sudah ada Reina yang menungguku.

"Ayo," ucapku, menggandeng tangannya dan berjalan keluar menuju halte.

Sepanjang jalan kami berbincang tentang anak didik kami. Aku memegang kelas 4 sedangkan Reina memegang kelas 5. Kami hanya butuh waktu lima menit untuk menunggu busnya datang. Sekitar 30 menit aku pamit turun lebih dulu pada Reina.

"Mbak Aisyah,"! pekik seorang ibu-ibu yang juga baru turun dari bus yang sama denganku. Ternyata dia adalah salah satu ibu-ibu tetanggaku.

"Baru pulang ngajar Mbak?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan sopan lantas melanjutkan langkahku.

Ku dengar derap langkah mendekat dari arah belakang, sepertinya ibu-ibu yang jika tak salah ingat namanya Tini itu berusaha mensejajarkan langkah kami.

"Mbak Reina sekarang kembali tinggal di rumah Pak Jafar lagi?" tanyanya.

"Iya Bu," Aku mengangguk. Apa ini yang membuat ibu melarangku meladeni Ibu-ibu komplek rumah kami.

"Benar Mbak Reina sudah bercerai?" Kembali wanita berumur sekitar 30 tahunan itu bertanya lagi.

Kueratkan pegangan tanganku pada tali tasku untuk menahan rasa kesal. Mengapa emak-emak komplek itu sangat kepo?

"Mbak, bener Mbak Aisyah diceraikan oleh suami Mbak?" ulangnya dengan wajah kepo.

"Iya Bu," jawabku datar.

"Benar," pekiknya dengan suara keras sampai membuat aku sedikit kaget. Segitu senangnya ada orang cerai, dasar emak-emak.

"Wah jadi benar dong, gosip kalau Mbak Reina di cerai karena selingkuh?" cibirnya dengan ekspresi jijik lalu berjalan cepat meninggalkanku.

"Cih, gayanya saja yang terlihat polos. Tapi perilakunya ngalahin jalang yang sudah puluhan tahun." gerutunya sembari berjalan cepat.

"Astaghfirullah,,"

🌺🌺🌺

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
astaghfirullah tuh ibu2 mau dibikin bibir balado kali yaaa... cocote ga ada akhlak
goodnovel comment avatar
Nesty Orienta
Dear Author, sedikit masukan, jangan sering2 typo dlm menuliskan nama tokoh ya, bs dicek lagi sblm dipublish spy pembaca ga bingung/pusing bacanya hehehe.
goodnovel comment avatar
Moh Ham
begitulah...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status