Share

Talak Setelah Fitnah
Talak Setelah Fitnah
Penulis: iva dinata

Rupa Asli

"Dari mana saja kamu, Aisyah?" Suara berat langsung menyambutku begitu aku sampai di ruang tengah rumah mertuaku. "Apa sekolah dasar pulang jam 3 sore?" sambung mas Arka beranjak dari duduknya.

Sebelum aku menjawab, aku menoleh dulu pada kedua mertuaku yang duduk di sofa--tak jauh dari Mas Arka. "Aku disuruh Mama ambil kue di toko roti langganan Mama, Mas."

Segera kutaruh sekotak kue yang sejak tadi aku bawa untuk memperlihatkan buktinya.

"Tapi, kata orang toko roti, kamu sudah mengambilnya dari jam satu tadi," sahut mama mertuaku yang langsung membuatku menatapnya bingung. Belum lagi dia kembali berkata dengan nada menuduh, " Terus, kenapa kamu baru sampai rumah jam 3 sore?"

"Jam satu aku masih mengikuti seminar, Ma," jawabku jujur.

"Seminar? Seminar ini maksud kamu?" Mas Arka lalu melepar beberapa foto yang langsung berhamburan di lantai.

"Seminar dengan laki-laki lain di hotel maksud kamu?" sambungnya sambil menatapku jijik.

Aku terkejut. Apa maksudnya? Aku segera merunduk dan mengambil salah satu foto yang berserakan di lantai.

Astaga, apa ini? Tanganku sampai bergetar saat melihat foto seorang laki-laki dan perempuan yang wajahnya mirip sekali denganku sedang berpelukan mesra di depan sebuah pintu kamar hotel.

"Apa ini, Mas?" tanyaku bingung.

"Tidak usah berlagak tidak mengerti! Aku tidak menyangka kamu wanita seperti itu." cibirnya sinis.

"Sudah, kamu tenang dulu Ka!" Kini, ayah mertuaku menengahi, "Aisyah katakan siapa pria itu? Dan, apa benar kamu ada hubungan dengan pria itu? Kenapa ...."

"Pa, kenapa masih bertanya? Itu sudah terlihat jelas di fotonya," sela Mama mertuaku memotong ucapan suaminya. 

Aku tak tahu bagaimana raut wajahku. Yang jelas, aku terkejut. Inikah wajah asli Ibu Mertuaku? Wanita yang terlihat menyayangiku sejak awal kedatangan lima bulan yang lalu, tiba-tiba berubah hanya dengan hitungan jam saja. Bukankah tadi pagi ia masih sangat perhatian dengan membuatkan aku susu hangat untuk sarapan pagi? Mengapa tiba-tiba seperti ini?

"Kenapa kamu diam saja? Mendadak bisu kamu!" sentak Mas Arka tiba-tiba. 

Aku tercengang dengan perlakuan mereka. Akhirnya, kutarik nafas dalam sebelum menjawab dengan lantang, "Itu bukan aku. Aku juga tidak kenal dengan laki-laki itu." 

Sejak kecil, ayah dan ibu selalu mendidikku untuk jadi wanita yang berani dan tegas jika aku benar. Jadi, meskipun tanganku bergetar karena syok, aku tetap mempertahankan didikan kedua orang tuaku.

"Lalu, vdeo ini apa?" Kini, Mas Arka menunjukkan layar ponsel yang memutar sebuah video.

Di sana, terlihat aku dan seorang laki-laki duduk satu meja di sebuah kafe.

Aku mengerutkan keningku. Bukankah itu detektif laki-laki yang mama sewa untuk menyelidiki Mas Arka dan kekasihnya? Kata mertuaku itu, ini akan menjadi rahasia kami berdua saja. Mengapa kini ada foto yang ambigu, seperti ini?

Tunggu, apa aku sudah ditipu? Spontan, aku menoleh pada mama mertuaku yang sedang menatapku dengan ekspresi sedih. Dia bertindak seolah aku penjahat di sini.

"Ternyata, wajah polos dan pakaian gurumu itu hanya topeng untuk menutupi kebusukanmu," cerca Mas Arka penuh amarah, "Jadi, ini rupa aslimu?"

Kutatap Mas Arka dalam, mencoba memberikan penjelasan yang dapat dia mengerti. "Aku tidak mengenal laki-laki itu, Mas. Aku bertemu dengannya karena Mama memintaku untuk menemuinya."

Setelahnya, kuremas foto yang ada di tanganku dan menatap Mama mertuaku tajam.

"Kenapa aku harus menyuruhmu menemuinya?" bantah perempuan itu sebelum berkata dengan memelas pada mas Arka, "Mama hanya memintanya untuk mengambil pesanan kue di toko langganan kita, Ka."

Aku melongo melihat sikap mama mertuaku ini. Benar-benar tidak menyangka wanita yang aku anggap seperti ibuku sendiri, bisa menusukku dari belakang.

Di sisi lain, Mas Arka tampak geram. Dia kemudian membentakku kasar, "Jangan menyalahkan orang lain kamu! Kalau kamu tidak mencintaiku, harusnya dari awal kamu menolak perjodohan kita. Jangan diam-diam selingkuh di belakangku."

"Aku berkata jujur," kekehku menolak tuduhan Mas Arka. Selingkuh di belakangku, katanya? Sungguh, hebat sekali Arka ini. Padahal, aku melihatnya bersama seorang wanita di lobi hotel, dua hari yang lalu. Dan, mertuakulah yang menyuruhku bertemu "detektif". Jangan-jangan mereka bersekongkol?

"Seharusnya, kamu bisa jujur dari awal. Kami juga tidak akan memaksa jika kamu sudah memiliki orang lain yang kamu cintai." Mama mertuaku kembali berbicara dengan wajah sendu.

"Mamamu benar. Jika saja kamu jujur sedari awal, kami pasti bisa mengerti," tutur Papa mertuaku yang kini ikut menimpali ucapan istrinya. Suaranya pelan, namun penuh kekecewaan.

Tidak terima, aku kembali membela diri, "Saya tidak selingkuh, Pah! Demi ALLAH, saya tidak punya hubungan dengan laki-laki itu." 

"Lalu, siapa wanita yang ada di foto dan video itu? Apa kamu punya saudara kembar?"

Mas Arka mencengkeram pundakku kuat sampai membuatku meringis kesakitan. Dengan kedua tanganku, aku berusaha mendorong lengan kekar Mas Arka sambil berteriak, "Tidak, aku tidak memiliki saudara kembar! Tapi, aku berani bersumpah jika yang ada di foto itu bukan aku." 

Namun, tanpa kusangka, Mas Arka malah mendorongku, hingga aku terjatuh terduduk lantai.

"Arka!!!" bentak pria baruh baya yang sejak tadi hanya terduduk lesu di sofa, "jangan kasar sama istri kamu!"

Bahkan, Papa Mertuaku menegur sampai berdiri. Namun, mas Arka seolah tidak peduli. Dia masih saja menatapku marah, bahkan berkata semakin keras, "Mulai saat ini, dia bukan istri Arka lagi Pa. Karena hari ini, aku--Arkana menjatuhkan talak padamu Aisyah. Sejak hari ini, aku menceraikanmu Aisyah binta Jafar Ma'ruf abidin dengan disaksikan oleh kedua orang tuaku."

DUARRR!

Kalimat Mas Arka bak petir disiang bolong yang menyambar tepat di atas kepalaku. Seketika, meruntuhkan cinta tulus yang aku bangun untuknya. Tiba-tiba kepalaku terasa berdenyut nyeri seperti habis dihantam gada besar.

"Kamu menceraikan aku, Mas?" tanyaku bersamaan dengan lelehan bening merangsek keluar dari kedua mataku.

"Iya aku menceraikan kamu Aisyah Ainur Ramadhani," ulangnya tegas, "sekarang, bangun dan kemasi pakaianmu! Aku akan mengembalikan kamu pada orang tuamu," ucapnya lalu berbalik berjalan menuju ruang kerjanya meninggalkan aku yang masih terpaku .

BRRAAAAK! Tak lama, suara pintu ditutup dengan keras.

Kututup mataku untuk meresapi rasa sakit yang mulai menjalar di hati dan dadaku. Nyeri bercampur perih rasanya hatiku saat ini. Aku tidak menyangka jika ketulusan dan kesetiaanku dibalas dengan rasa sakit ini.

"Bangunlah, bereskan pakaianmu! Kami akan mengantarkanmu pulang." Hanya papa mertuaku masih bersikap baik meski raut wajahnya menunjukkan kekecewaan.

Aku mengngguk pasrah.

Kuhela nafas panjang lalu berjalan menuju kamarku. Inikah nasib pernikahanku? Belum genap lima bulan umur pernikahanku, sekarang aku sudah menyandang status baru--seorang janda.

Gegas, aku mengemasi pakaianku dan barang-barang milikku. Tak lupa, kulepaskan cincin pernikahan yang melingkar indah di jari manisku. Lalu, kuletakkan di meja rias--tepat di samping foto pernikahan kami.

Kembali kuhela nafas panjang untuk mengurangi rasa sesak yang membuat buliran air mataku kembali menetes. Untuk yang terakhir kalinya, aku menatap setiap sudut ruangan ini untuk kusimpan sebagai kenangan di sudut hatiku.

Saat aku sampai di teras, nampak Mas Arka sudah duduk di kursi kemudi mobilnya.

"Cepat masuklah! Saya dan suami saya tidak bisa mengantarmu," ujar mama mertuaku yang berdiri tidak jauh dariku.

"Karena perilakumu, suamiku sampai stress dan hampir saja mengalami serangan jantung," tambahnya dengan nada seperti orang asing.

"Kenapa Mama melakukan ini semua?" tanyaku menatap lekat wanita yang berdiri di depanku ini. "Tidak perlu berakting lagi Ma! Mama tahu apa yang aku maksud?" sambungku ketika Mama mengerutkan keningnya berpura-pura bingung.

"Itu karena kamu melihat Arka dan kekasihnya. Seandainya kamu tidak melihatnya, mungkin kamu bisa selamanya menjadi menantu keluarga kami," ujarnya tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Kukepalkan tanganku erat untuk menahan rasa marah dan kecewa yang menjalar di hati dan pikiranku. Seandainya aku tidak bisa berpikir jernih, mungkin tanganku kananku sudah mendarat di pipi mulus mertuaku ini.

Ternyata, kebaikannya selama ini hanya topeng untuk menutupi kebusukan puteranya!

Kurasa keluar dari rumah besar ini bukan hal yang terlalu buruk.

Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang lebih indah untukku. Jadi, aku tidak perlu menyesali keadaan ini. Aku berusaha untuk mencari isi baik dari semua musibah ini.

"Semoga Anda tidak menyesal," lirihku sambil menatap perempuan itu tajam--mungkin untuk yang terakhir kalinya.

🌺🌺🌺

Komen (1)
goodnovel comment avatar
🍰🧁🍦🍨🍰
memangnya baju yg dipakai di foto sama? hersnya dr baju aja BS terlihat benar tdknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status