Share

Harga Diri

Penulis: Agasse kun
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-27 13:47:31

     Marduk dan Marco masih saling menatap hingga keluar kata-kata dari mulut Marduk

“Aku menghargai tawaranmu tapi aku merasa belum saatnya kita bertarung sekarang.”

     Perlahan-lahan urat leher Marco melunak mendengar perkataan Marduk barusan. Leo dengan cepat menundukkan kepala dengan posisi tangan satunya memegang kepala Marco dan menekannya kebawah seraya menunduk bersamanya.

“Kami meminta maaf atas kejadian barusan, kami berjanji untuk tidak melakukannya

lagi.” Setelah Leo meminta maaf.

“Oii apa yang kau lakukan.” Marco bertanya kepada Leo.

“Sudah kau diam saja.” Leo menimpali.

Setelah menyampaikan permintaan maafnya tiba-tiba senior yang di tinju oleh Marco tadi angkat bicara.

“Enak saja kau meminta maaf pokoknya kau dan temanmu yang kurang ajar itu harus diberi pelajaran.”

Dari arah yang tidak terduga muncul kaki terbang yang melayang, beberapa saat kemudian kaki itu.

“Ahhhhhhk.” Leo menjerit seperti anak perempuan yang ketakutan.

     Leo mengira tendangan yang menghujam itu diarahkan kepadanya padahal tidak tendangan keras itu ternyata mendarat di kepala senior yang mengancam Leo dan Marco tadi. Melihat kejadian itu membuat semua orang jadi terkejut.

“Mengapa kau menendangku?” Senior itu bertanya kepada seseorang yang menendangnya dan tidak lama setelah itu ia pun pingsan.

“Inilah yang akan kau dapatkan apabila melakukan sesuatu seenaknya tanpa diperintah.”

Seseorang itu menjawab pertanyaan senior itu.

Seseorang itu adalah Roger si tangan kanan Marduk. Suara gelak tawa  terdengar dari mulut Marco.

“Hahahaha kau ini memalukan sekali ahahaha.” Marco menertawai Leo yang tadinya menjerit seperti anak perempuan.

“Sialan kau Marco.” Leo tertunduk malu.

     Tertawa itu menular Marco yang tadinya tertawa sendiri mulai banyak yang mengikutinya sampai-sampai mengubah suasana yang tadinya serius menjadi lebih santai. Roger kemudian terdiam dan memikirkan betapa menyedihkannya ia ketika tidak di hiraukan sama sekali setelah melakukan sesuatu yang mengejutkan.

“Hei kalian berdua. Cepat bergabung kedalam barisan siswa baru” Roger menyuruh Marco dan Leo pergi dengan nada yang cukup tegas.

     Tidak ada lagi suara yang terdengar semuanya terlihat tertib dan kegiatan ospek pun kembali di lanjutkan. Pembagian kelas pun akhirnya diumumkan oleh senior satu persatu nama disebut beserta kelasnya masing-masing. Jumlah kelas di sekolah ini ada lima yaitu 1-1, 1-2, 1-3, 1-4, dan 1-5 kelas dua dan tiga juga sama. Tiap-tiap kelas dihuni sebanyak dua puluh orang siswa jadi total satu angkatan adalah seratus orang. Sekolah tingkat menengah  yang ada di distrik neraka memiliki kurikulum yang berbeda  dengan sekolah-sekolah normal diluar sana. SMA di Distrik Neraka hanya mengajarkan tiga mata pelajaran diantara yaitu matematika dasar, pendidikan kemiliteran, dan bahasa asing. Selebihnya yaitu praktek lapangan dimana mereka harus menjadi yang terkuat dari yang terkuat, tidak ada larangan ketat dari pihak sekolah mau itu aturan rambut, sepatu, atribut, dan lain-lain hanya ada satu larangan yaitu jangan pernah membunuh didalam sekolah. Terdengar cukup menyeramkan bagi orang awam tetapi inilah kenyataan yang harus diterima apabila seseorang itu di besarkan di Distrik Neraka.

“Yeahhhh.” Marco terdengar sangat bahagia ketika mendengar pengumuman pembagian kelasnya dimana ia dan Leo kembali bersama.

“Ya ampun.” Leo terlihat biasa saja diluar namun didalam hatinya ia juga merasa senang karena bisa bersama lagi dengan sahabatnya si Marco.

Mereka melakukan tos kemudian berjalan menuju kelas baru di ruangan 1-3 disanalah petualangan baru mereka akan di mulai.

“Selamat pagi semuanya perkenalkan namaku Roberto mulai hari ini kalian berada dalam pengawasanku.” Sosok laki-laki paruh baya memperkenalkan dirinya didepan kelas 1-3.

“Oi oi apa maksudmu hah?” Salah satu siswa bertanya dengan nada yang kurang sopan

“Pertanyaan bagus.” Lelaki itu memuji pertanyaan siswa yang bertanya tadi.

“Kenalilah aku sebagai wali kelas kalian.” Lelaki itu menjawab.

     Tidak ada yang peduli tentang apa yang Roberto katakan. Semuanya hanya sibuk melirik-lirik teman kelas barunya, ada banyak sekali petarung dikelas ini dilihat dari gaya rambut yang acak-acakan dan wajah yang terdapat luka parut permanen seperti bekas irisan dan jahitan. Tatapan mata yang tajam saling mengancam isi kepala mereka hanya satu untuk sekarang ini yaitu sebelum menguasai sekolah ini alangkah baiknya kuasai dulu kelas ini.

“Baiklah mungkin itu saja yang ingin aku sampaikan permisi dan silahkan berkenalan

satu sama lain.” Setelah memperkenalkan diri nya Pak Roberto lalu meninggalkan kelas.

Salah satu meja terjatuh di dalam ruangan ternyata di balik jatuhnya benda itu ada salah seorang  yang sengaja menendangnya. Perhatian seisi ruangan berfokus pada orang itu.

“Apa yang kalian lihat?” Seseorang itu bertanya kepada semua orang yang melihatnya.

“Hah? Sampah sepertimu akan aku bereskan dengan cepat” Salah satu diantara mereka menghampiri orang itu.

“Apa? Kau ingin membereskanku? Ok silahkan saja” Orang itu mempersilahkan.

“ARHHHHH rasakan ini.” Penantang itu tanpa basa-basi langsung menyerang.

     Tidak ada yang sadar mengenai keberadaan dua orang yang memukul tubuh bagian belakang si penantang itu. “Aduhh” Penantang itu merintih kesakitan dan dihadapannya terlihat seseorang yang siap menghantam wajahnya. “Awww” Si penantang itu dihantam pas di wajahnya hingga tidak mampu lagi melawan.

“Kami bertiga adalah The Fang yang akan memimpin kalian semua.” Mereka bertiga memperkenalkan diri.

     Faksi pertama yang memperkenalkan diri di kelas 1-3. Tidak tinggal diam ketika diremehkan semua orang menyerbu The Fang kecuali Marco dan Leo nampaknya mereka berdua tidak tertarik. Kekuatan The Fang ternyata sangat kuat mampu menghabisi tiga belas orang teman kelasnya tetapi hal itu belum cukup untuk menarik perhatian Marco. Dengan sombongnya ketua faksi The Fang menaiki meja guru kemudian memperkenalkan diri.

“Hai kalian para kroco sambutlah pemimpin kelas 1-3 yaitu aku Chucky.”

     Tidak ada yang berani menghentikan Chucky kecuali suara teriakan keras di ruangan sebelah. Beberapa teman kelas Marco menempelkan telinganya di tembok seraya ingin mendengar lebih lanjut tentang suara itu. Beberapa detik kemudian suara itu menghilang dan tiba-tiba saja suara dobrakan pintu terdengar

Gubrakkk…

     Pintu kelas mereka roboh kemudian muncul seseorang. Wajahnya cukup tampan, rambutnya pirang, dan postur tubuhnya lumayan atletis. Perlahan-lahan ia memasuki ruangan kelas 1-3 tidak sendirian lelaki berambut pirang itu membawa pasukan sebanyak tiga puluh tiga orang. Chucky yang sejak dari tadi berdiri di atas meja langsung melompat turun.

“Apa yang kalian inginkan?” Chucky melontarkan pertanyaan kepada mereka.

     Gerombolan itu hanya diam tak bergeming. Raut wajah teman kelas Marco mulai terlihat panik mereka tahu pasti ujung-ujung akan ada perkelahian. Setelah mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin kelas 1-3 Chucky dengan gagah berani menantang ketua gerombolan yang datang mengusik kelasnya untuk berduel.

“Daripada hanya berdiri disana lebih baik kita selesaikan urusan ini satu lawan satu bagaimana?”

“Tawaranmu barusan boleh juga haha.” Si pirang itu menyetujuai permintaan Chucky untuk berduel.

     Ruangan kelas 1-3 dikosongkan tengahnya hanya ada dua orang yang berdiri disana. Chucky kelihatan bersemangat sedangkan lawannya terlihat biasa saja. Tidak ada suara sama sekali semua orang yang ada terlihat serius termasuk Marco yang sejak dari hanya menonton.

     Serangan pertama dilancarkan oleh si pirang berusaha ngincar kepala Chucky dan “Buggg” tepat sasaran. Chucky kemudian membalas menggunakan tijuan kerasnya namun sayang sekali serangan barusan berhasil ditahan menggunakan telapak tangan si pirang itu. Kepalan tangan itu kemudian diremas sangat kuat sehingga Chucky terlihat sangat kesakitan. Tidak mau kalah secepat itu Chucky langsung menendang paha si pirang itu dan akhirnya ia berhasil menggoyahkan kuda-kuda lawannya. Chucky dengan cepat menghantam kaki yang satunya lagi sehingga si pirang itu kesulitan untuk berdiri. Segera ingin mengakhirinya Chucky langsung meninju wajah si piring tetapi lengannya berhasil dicengkram sangat kuat menggunakan dua tangan setelah itu si pirang mencoba untuk berdiri hingga stabil dan yang terjadi selanjutnya adalah si pirang mengangkat tangan Chucky keatas kemudian membantingnya “Pokkk”.

     Chucky akhirnya K.O setelah melawan si pirang. Terdengar suara tepuk tangan di tengah kerumuman semua orang mencari asal suara itu dan akhirnya menemukannya sosok yang bertepuk tangan itu akhirnya muncul di hadapan orang-orang dia adalah Marco.

“Kau kelihatan cukup kuat.” Marco memuji si pirang itu.

“Apa katamu? Cukup kuat hah?” Salah satu anak buah si pirang merasa keberatan.

“Nampaknya kau cukup bernyali.” Si pirang itu terpancing.

“HAHA  tentu saja.” Marco menjawab.

“Kemarilah dan kita selesaikan.” Si pirang itu mengajak Marco.

“Baiklah aku akan meladenimu.” Marco menerima tantangannya.

Marco berusaha naik ke atas meja kemudian melompat turut pas dihadapan si Pirang. Suara dukungan mulai terdengar dari masing-masing kubu.

“Ayo boss hajar si mulut besar itu.”  Anak buah si pirang mulai mendukung.

“Ayo Marco jangan sampai mereka merendahkan kita.” Beberapa teman kelas Marco         mulai mendukungnya.

     Tinjuan Marco mengenai pelipis si pirang itu hingga membuatnya berdarah. Bukannya serangan langsung si pirang malah melilit leher Marco menggunakan lingkaran tangannya ia berusaha untuk mengunci pergerakan Marco. Setelah berhasil mengunci leher Marco ia kemudian memukul-mukul kepalanya tanpa ampun. Marco berusaha untuk keluar dari perangkap si pirang dengan menarik tangan yang melingkar di lehernya sejak tadi namun sayang Marco mulai kesulitan untuk bernapas. Setelah bosan memukul-mukul kepala, si pirang kemudian melepaskan kuncinya dan mulai menarik rambut Marco dan menghantamkannya ke lututnya. Hidung Marco mengeluarkan darah.

     Gaya bertarung si pirang cukup sadis. Tanpa melihat kebelakang Marco mengarahkan tinjunya ke wajah si piring. Serangan barusan berhasil ia hindari kemudian si pirang memutar balikkan wajah Marco menghadap ke atas, saking kesalnya si pirang itu ia mekul wajah Marco dengan sangat keras “Buggg” serengan barusan tepat mengenai pipi Marco hingga membuat gusi dalam mulutnya berdarah.

“Kurang ajar kau. Coba rasakan iniiiii” Marco berteriak kemudian menghantam wajah si pirang tepat mengenai hidungnya.

“Cuihhh.” Ini sama sekali tidak terasa si pirang menahan rasa sakitnya.

“Ohiya? Coba kau lihat hidungmu sekarang skor kita menjadi satu sama.” Marco menimpali

     Wajah si pirang memerah terbakar api emosi. Tangan si pirang menarik kera baju Marco kemudian ia mulai mengangkat tubuh Marco keatas dan berniat untuk menghempaskannya ke bawah. Tubuh Marco mulai terangkat dan si pirang itu mulai menurunkannya lagi dengan cepat kebawah lantai untuk di hempaskan, sebelum sampai ke lantai dengan cepat tinjuan Marco meluncur sangat kuat dan cepat seperti roker.

“Rasakan ini bajingan AHHHHHHHMPER CUT.” Marco meneriakkan nama jurusnya.

Serangan Marco mendarat mulus di bawah dagu si pirang itu dan

“UHHHHHHGGG” si pirang itu merintih kesakitan.

Umpercut berhasil menumbangkan si pirang sedangkan Marco jatuh ke lantai dengan keras. Sebelum mereka berdua tidak sadarkan diri Marco menanyakan sesuatu kepada si pirang.

“Aku akan mengingat pertarungan ini dalam hidupku. Kalau boleh tahu siapa namamu?” Setelah menyampaikan pesannya  Marco langsung menutup matanya perlahan-lahan.

“Namaku adalah Felixxxx simpan nama itu dalam kepalamu.” Setelah menjawab pertanyaan Marco si pirang itu kemudian pingsan.

     Akhirnya terungkap nama si pirang itu. Namanya adalah Felix si ketua faksi Tammarin.Sedikit informasi mengenai faksi Tammarin yaitu semua anggotanya diharuskan berambut pirang makanya mereka selalu membawa piloks sebagai pewarna sementara bagi anggota yang baru bergabung.

Melihat sahabatnya terkapar Leo langsung berlari keluar dari kerumunan menuju  ke tempat Marco.

“Permisi, permisi, tolong minggir   Marcooo.  Marcoooo. Apakah kau baik-baik saja?”

“Ayo anak-anak kita angkat bos Felix keluar dari sini” Salah satu anak buah Felix memberikan instruksi untuk menggotong Felix keluar dari kelas 1-3.

To be continued…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Menerjang Tantangan

    Marco meletakkan kepala Leo di lantai secara perlahan-lahan ketita sudah menyentuh lantai Marco pun hendak berdiri di saat lutut kanannya sudah lurus tiba-tiba terdengar suara tawa.“Hahahaha.” Leo terbangun dari acting pingsannya dan menertawai Marco dengan sangat keras.Marco yang sudah menangis bombay karena khawatir dengan kondisi Leo membuka mulutnya tidak percaya sambil mengelap air matanya yang sempat keluar tadi.“Bagaimana acting pingsan ku bagus kan? Hahahah.” Leo menertawai Marco yang berhasil ia kerjai.Marco masih tidak percaya kalau dia sebenarnya sedang di bohongi oleh Leo tangannya pun menunjukkan letak Leo duduk tadi di atas kursi kemudian menunjuk ke lantai di mana Leo tadi terjatuh dengan sangat nyata.“Syukurlah itu kalau itu semua hanyalah kejahilanmu.” Marco sama sekali tidak dendam bahkan ia mengulurkan tangan kanannya kepada Leo untuk bangun.“Aku tadi kesal ketika kau mengage

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Menjalaninya Bersama

    “Sebagai seorang brandalan kita harus berani maka dari itu aku memberanikan diri untuk menceritakan masalahku kepada kalian semua. Pada awalnya Leo juga tidak tahu apa-apa sama seperti kalian tapi sekarang semuanya pasti akan mengetahuinya. Sebenarnya aku sedang punya masalah besar yang melibatkan keberlangsungan hidupku.” Ujar Leo.Marco berhenti sejenak di antara teman-temannya tidak ada yang menyela cerita yang di bawakan oleh ketua mereka. Hati Marco terasa berat untuk menceritakan kelanjutannya. Dengan penuh perhatian Chucky menyuh Marco untuk berhenti.“Cukup Marco.” Chucky berdiri.“Tidak apa-apa aku bisa melanjutkannya jadi duduklah sebelum aku menendangmu keluar.” Marco merasa bahwa dirinya kuat untuk menceritakan masalahnya.“Baiklah.” Chucky kembali duduk dengan wajah ketakutan.“Sebenarnya aku punya masalah di tempat kerja.” Marco terus terang kepada teman-temannya.Tema

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Masih berlanjut

    Orang yang ia tabrak itu adalah Alan. Saking terkejutnya sampai-sampai wajah Freya pucat bagaimana tidak orang yang barusan ia bicarakan bersama Chika tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan cepat ia kembali menunduk supaya Alan tidak keburu mengenalinya.“Kenapa kamu menunduk.” Alan berusaha melihat wajah wanita itu dari bawah.DUG…DUG…DUG…Jantung Freya berdetak kencang ia deg-degan bukan karena jatuh cinta melainkan karena ia takut apabila Alan mengenalinya. Dalam hati Freya mengatakan. “Gawat.” Sambil menggigit bibirnya.ALAN.Tiba-tiba saja di sisi lain tempat itu Chika memanggil nama Alan ia memang berniat untuk menyelamatkan Freya yang terjebak. Alan yang mendengar namanya di panggil seketika langsung clingak-clinguk memcarinya. Momentum emas itu di manfaatkan oleh Freya untuk lari ia sempat menoleh ke belakang dan di lihatnya Chika mengedipkan sebelah matanya sambil mengacungkan jempul sebagai

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Pertanda Baik

    Cecil kembali tersenyum lalu mengangguk seperti seperti sebelumnya. Nampaknya ia hanya mengetes Freya apakah anak itu benar-benar serius ingin mengajaknya.“Kau duduk dulu yah aku akan segera kembali.” Cecil meninggalkan Freya di ruang tamu sendirian sedangkan ia berlari masuk ke dalam kamarnya.Setelah Freya menunggu selama kurang lebih sepuluh menit akhirnya Cecil keluar dari kamarnya. Sekarang ia sudah rapi mulai dari baju sampai gaya rambut semuanya telah ia ganti.“Baiklah kalau begitu ayo kita menggaet cowok.” Freya sangat bersemangat.“Ehh?” Cecil merasa ada yang aneh dari kalimat Freya barusan.“Upss maaf maksudku mari kita jalan-jalan di mall hehehe.” Freya memperbaiki kesalahan dalam kalimatnya sambil cengengesan.Ibu Cecil akhirnya keluar dari dapur ia menyertai putri dan juga temannya sebelum berangkat.“Kalian sudah mau berangkat?” Tanya Ibu Cecil dengan ra

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Tidak Penting

    Di dalam kamar yang gelap Marco merenung. Matanya menatap langit-langit ruangan, fikirannya terbang kesana kemari. Sebenarnya Marco ingin meminta bantuan Leo dalam menyelesaikan masalah yang di hadapinya sekarang tetapi lagi-lagi ia memikirkan wanita yang di temui di kota Avesta. Marco pernah berjanji kepada wanita itu kalau ia akan menjadi kuat suatu saat nanti, maka dari itu Marco berfikir kalau dirinya harus berhenti meminta tolong kepada orang lain. Bagaimana mungkin ia bisa melindungi wanita yang di cintainya itu kalau dirinya saja tidak bisa ia lindungi dari berbagai macam masalah sehingga mengharuskannya untuk meminta tolong kepada orang lain sampai keenakan dan tidak lagi mengandalkan dirinya sendiri. Marco sangat dilema memikirkan ego yang terlalu mengekangnya.Marco pun memejamkan mata ia berniat untuk tidur agar ia dapat melupakan masalahnya sejenak. Pecuma saja otak dan perutnya tidak bisa di ajak kompromi. Otak yang selalu memikirkan masalah yang ia hadapi sekara

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Terjadi Lagi

    Marco menunggu pertanyaan Leo sambil menilikkan kepalanya.“Besok pagi saja, aku ngantuk hoamz.”Keesokan harinya mereka berdua berangkat ke sekolah di tengah perjalanan tita-tiba Marco mengingat kalau Leo ingin menayakan sesuatu tadi malam.“Kau ingin menanyakan apa tadi malam?” Marco melihat ke arah Leo.“Maksudmu?” Leo melupakan pertanyaannya tadi malam.“Ya sudah.” Marco tidak lagi membahasnya.Kedua orang itu telah sampai di sekolah. Marco dan Leo terlihat bingung ketika melihat sejumlah orang berkumpul di tengah lapangan sekolah. Seorang pria berdiri dengan pakaian rapi di tengah-tengah mereka. Marco dan Leo masih berdiri di tempat sambil melihat orang-orang yang berkerumun di tempat itu.Di samping Marco terdapat seorang siswa yang lewat, tanpa ragu Marco menarik lengan orang yang tidak di kenalnya itu.“Apa maksudmu hah?” Orang yang di tarik itu merasa keberata

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Kembali Seperti Dulu

    “Wah wah wah.” Paman bongsor yang melihat Marco baru datang kerja geleng-geleng.Marco yang datang bersama Leo hanya bisa menunduk ia tahu bahwa selama ini ia sering bolos kerja. Leo berniat untuk membela temannya itu tetapi melihat keadaannya sekarang. Dengan ramah paman bongsor itu mengajak Marco duduk bersama, sepertinya ia akan membahas sesuatu yang penting.“Silahkan duduk.” Paman bongsor itu mempersilahakan Marco untuk duduk.“Oh iya.” Marco pun duduk bersama dengan paman bongsor itu.“Mengapa kau masih di sini? Cepat pergi sana lanjutkan pekerjaanmu.” Paman bongsor itu mengusir Leo yang tadinya berdiri di samping Marco.Leo pun pergi dari tempat itu sambil mengenakan kaos tangan kerjanya, dari kejauhan ia melihat mereka berdua berbincang-bincang dengan serius.“Ayo silahkan di makan.” Paman bongsor itu menyuruh Marco untuk memakan kue yang ia sediakan di atas meja.Mar

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Awal Baru

    Plak…Plak…Plak…Terdengar suara tepuk tangan pelan sedang berjalan menghampiri mereka. Terlihat seseorang yang tidak asing lagi di ingatan mereka yang ada di kelas 1-3. Belum melihatnya saja Dory sudah tahu hanya dari bunyi tepuk-tangannya ia bisa langsung menebak kalau dia adalah Roger.Lagi dan lagi Roger mengusik kehidupan Marco dan Leo, wajar saja Roger melakukan hal itu karena mereka berdua telah di anggap sebagai antek-antek yang nantinya akan berusaha menggulingkan tahta Marduk. Roger sudah menduga kalau Rico dan Dory akan melakukan hal yang sangat hina di mana mereka akan menjilat ke kubu Marco.“Wah wah wah kalian berdua telah menemukan rumah baru yah?” Roger menyinggung Rico dan Dory.Teman-teman Marco mulai percaya dengan Dory, tidak ada yang berani menanggapi perkataan Roger semuanya kelihatan takut. Hanya ada satu orang yang berani yaitu Marco.“Oiii Roger lama tidak berjumpa.” Marco menyapa

  • Tambatan Hati Si Brandalan   Istirahat

    Tangan Marco bergerak-gerak matanya mengerjap-ngerjap.“Aku ada di mana?” Marco berbicara dengan dirinya sendiri ia membuka mata sambil memegangi kepalanya.“Kau ada di ruang UKS sekarang.” Terdengar suara yang ia kenal ada di sampingnya ternyata itu suara Leo.Marco dengan spontan memutar kepalanya untuk melihat Leo kemudian ia memandangi wajah sahabatnya itu dan seketika ia merasa bersyukur atas apa yang dimilikinya sekarang. Tidak ada orang yang sebaik Leo di dalam kehidupan Marco, selama ini ia hidup sebatang kara tanpa Ayah dan Ibu yang ia miliki dari dulu sampai sekarang hanyalah dirinya sendiri dan Leo.“Ternyata kau.” Marco menyadari kehadiran Leo.“Iya. Sekarang bagaimana keadaanmu?” Leo masih mencemaskan Marco.“Aku baik-baik saja.” Marco menjawab pertanyaan Leo sambil tersenyum.“Apanya yang baik-baik saja, wajah mu masih bonyok tau hahaha.” Leo berusah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status