Setelah Adam pergi, Ibu Susan menarik Megan kembali ke dalam rumah.
"Ibu perlu penjelasan saat ini juga, Megan Larasati!" tegas ibu Susan.Megan menatap Ibu Susan yang terus menunggu sebuah penjelasan tentang apa yang terjadi semalam. Tidak ada jalan lain selain menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Setidaknya Ibu Susan akan membantunya mengatasi pria blasteran itu kalau berani datang lagi.“Bu, sebenarnya semalam itu aku hampir diperkosa,” ucap Megan lalu memejamkan matanya bersiap mendengar teriakan Ibu Susan.“Apa?!” pekik Ibu Susan syok.Wanita paruh baya langsung mundur lalu terduduk di kursi sambil memegangi dadanya. Di dalam sana, jantung Ibu Susah berdebar sangat kencang mendengar kenyataan yang hampir menghancurkan masa depan putrinya itu.Megan buru-buru mengambil air minum untuk membantu Ibu Susan mengendalikan dirinya. Deru nafas ibunya itu membuat Megan merasa bersalah karena berusaha jujur. Megan pun bersimpuh di hadapan Ibu Susan lalu menggenggam tangan ibunya itu.“Tapi dia tidak berhasil melakukannya, bu. Aku bersumpah, demi diriku sendiri. Aku berhasil melarikan diri tepat waktu,” lirih Megan dengan mata berkaca-kaca.Megan pun menceritakan dengan detail kejadian yang dialaminya semalam. Gadis itu tampak sangat tegar meskipun dari kedua sudut matanya terus mengalir air bening. Sebisa mungkin Megan menjaga emosi Ibu Susan yang terus-menerus terkejut mendengar cerita Megan.Setelah menceritakan kejadian semalam kepada Ibu Susan, Megan menarik nafas lega. Wanita paruh baya itu memberi pelukan hangat kepada Megan dan memintanya agar tidak memikirkan kejadian semalam lagi. Sekarang ibu Susan paham kenapa Megan bersikap kasar kepada pria asing tadi."Ya sudah. Yang penting kamu baik-baik saja. Hari ini kamu kerja, nak?" tanya ibu Susan lembut."Aku terpaksa off, bu. Belum berani keluar malam-malam. Besok aku kerja lagi," sahut Megan sendu."Ya sudah. Kamu di rumah saja hari ini ya. Nanti ibu yang nganter cucian ke tetangga."Megan menggeleng, dia masih bisa berkeliling untuk mengantarkan cucian ke rumah-rumah tetangganya. Mereka hanya akan bertanya siapa pria tampan tadi dan Megan hanya akan menjawab salah alamat saja kepada mereka.Baru saja selesai perbincangan ibu dan anak itu, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu depan yang masih terbuka. Ibu Susan bangkit lebih dulu untuk melihat siapa yang datang. Megan hanya melihat dari tempat duduknya di meja setrika. Tak lama, ibu Susan masuk sambil membawa sebuah paket di tangannya."Apa itu, bu?" Megan menatap paket sebesar kotak mie instan di tangan ibu Susan."Ibu juga nggak tahu. Tadi kurir yang kirim kesini. Katanya buat kamu. Coba dibuka dulu."Megan menerima paket itu lalu membaca nama dan alamat rumahnya. Sadarlah dirinya kalau nama dan alamat rumahnya berbeda. Ibu Susan yang ikut membaca alamat yang salah itu, buru-buru melangkah keluar rumah. Dia berniat memanggil kurir yang salah kirim paket ke rumahnya barusan."Yah, kurirnya sudah pergi. Jadi gimana ini?" tanya ibu Susan kebingungan."Harus dibalikin ke orangnya, bu. Sepertinya alamatnya di dekat sini. Coba aku cari dulu ya, bu."Tanpa mengecek isi paket itu, Megan mengetik alamat jalannya lalu menunggu mesin pencarian di ponselnya menunjukkan lokasi jalan itu. Ibu Susan yang masih menunggu Megan mencari alamat di ponselnya, melihat paket itu ternyata sudah terbuka di bagian sampingnya. Penasaran dengan isinya, ibu Susan pun membuka robekan paket itu.“Megan!” pekik ibu Susan panik ketika melihat isi dari paket itu. Tangannya meraih ke dalam kotak lalu mengeluarkan isinya.Megan melihat dua kotak perhiasan yang mirip dengan kotak perhiasan yang tadi dibawa Adam. Dia buru-buru meraih dua kotak itu dari tangan ibu Susan lalu memasukkannya kembali ke dalam kotak pembungkusnya. Dengan hati-hati, Megan menutup rapat kotak pembungkusnya kembali.“Bu, aku harus mengembalikan paket ini! Aku pergi sebentar ya, bu,” pamit Megan lalu bergegas mengganti pakaiannya dan mengambil tas selempang kecil satu-satunya yang dia miliki.“Kamu tahu dimana alamat rumahnya? Ibu juga ikut ya?” pinta ibu Susan yang mengkhawatirkan Megan pergi sendiri.“Alamatnya sudah ketemu kok, bu. Ibu di rumah saja ya,” sahut Megan lalu bersiap keluar dari rumah.Berbekal alamat di kotak itu, Megan pun memilih berjalan kaki sampai di pangkalan angkot. Langkahnya sedikit dipercepat karena Megan ngeri sendiri membawa barang berharga seorang diri. Deru nafasnya sedikit lega setelah Megan duduk di dalam angkot yang langsung bergerak dari pangkalan.Perjalanan Megan siang itu dipermudah dengan bantuan mesin pencarian di ponselnya. Ketika hampir tiba di ujung titik tempat alamat itu, angkot harus berbelok mengikuti jalan besar. Megan pun turun di pertigaan jalan lalu melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Setelah melewati jalanan yang dinaungi pepohonan rimbun, Megan pun tiba di depan gerbang Mansion Wibisana.“Permisi,” panggil Megan pada bodyguard yang berjaga di depan pintu gerbang.“Ya. Ada apa?” tanya bodyguard itu sambil melirik paket yang dibawa Megan.“Apa benar alamat ini disini ya?” tanya Megan sambil memperlihatkan alamat di paket itu.“Iya, benar. Kamu kurir? Masuk saja ke dalam. Nanti ada pintu kayu, ketuk saja,” ucap bodyguard itu lalu membuka pintu gerbang lebih lebar.Megan mau tidak mau akhirnya berjalan masuk melewati pintu gerbang besar itu. Dia terus berjalan mengikuti jalanan yang rindang sambil menikmati pemandangan sepanjang padang rumput dan pepohonan di samping kiri dan kanan jalan. Sorot mata kagum terpancar dari mata indah Megan.Dari kejauhan Megan melihat bangunan yang sangat besar. Bahkan dari kejauhan terlihat seukuran dengan rumahnya. Tetapi semakin didekati, bangunan besar itu mulai terlihat kemegahan dan kemewahannya. Megan sama sekali tidak menyadari kalau bangunan besar yang sedang ditujunya saat ini adalah milik Ethan Wibisana.Ketika Megan sampai di depan pintu kayu yang sangat besar, dia memberanikan diri mengetuk pintu itu. Meskipun harus berjalan jauh dari pintu gerbang sampai ke pintu kayu, Megan sama sekali tidak terlihat lelah. Senyum manis mengembang di bibirnya ketika pintu kayu itu terbuka lebar.“Selamat siang, pak. Saya mau mengantarkan paket ini,” ucap Megan sopan ketika bertemu kepala pelayan Tan.“Paket dari mana ya?” tanya kepala pelayan Tan.“Saya kurang tahu, pak. Tadi paket ini nyasar ke rumah saya. Tapi waktu terima paket ini, paketnya sudah robek. Bapak bisa periksa dulu, saya tidak mengambil apapun di dalam paket ini,” sahut Megan jujur.Tanpa sepengetahuan Megan, Ethan terus memantau gerak-geriknya melalui layar monitor di ruang kerjanya. Mulai dari Megan pergi dari rumahnya sampai berdiri di hadapan kepala pelayan Tan. Ethan tersenyum smirk melihat gadis itu sudah berada di dalam jangkauan tangannya.“Adam, bawa dia masuk dan kurung di dalam kamarku!” titah Ethan tidak sabaran. Melihat sosok Megan, membuat tubuh pria itu bergejolak. Ethan mulai tidak sabaran lagi ingin memiliki Megan.“Tuan, saya mohon bersabarlah. Masih ada satu tes lagi yang harus kita lakukan pada Megan. Sebaiknya Tuan bersiap-siap sekarang.” Adam menatap dingin kepada Ethan yang balas menatapnya dengan galak. Asisten pribadinya itu langsung menunduk menghindari tatapan Ethan.“Saya hanya melakukan tugas saya untuk memastikan kalau Megan tidak sedang berpura-pura menjadi orang baik untuk mendekati tuan,” sambung Adam membuat Ethan mencebik kesal.“Tuan juga masih penasaran ‘kan?”“Apa kau serius? Aku harus melakukan ini juga? Dia sudah ada di dalam mansion ini, mau apalagi?”Adam sama sekali tidak mengatakan apa-apa mendengar omelan Ethan. Pria itu sudah mendandani Ethan seperti pria tua dengan rambut beruban dan kulit keriput. Mereka akan menguji Megan sekali lagi dengan cara Ethan berpura-pura menjadi kakek-kakek yang tersesat.Sesuai persetujuan dari Ethan, Adam merancang beberapa tes untuk menguji sifat asli Megan. Tes pertama untuk Megan adalah kedatangan Adam tadi pagi ke rumah Megan. Dia sengaja menawarkan perhiasan mahal dengan alasan berterima kasih atas bantuan gadis itu. Tetapi kedatangan Adam justru ditolak mentah-mentah.Tes yang kedua adalah mengirimkan paket salah alamat. Adam sempat mengira kalau Megan tidak akan mengantarkan paket itu ke alamat yang benar. Nyatanya, gadis itu bersusah payah mencari alamat dan sampai di Mansion Wibisana. Adam masih belum puas dan memutuskan mendandani Ethan seperti kakek-kakek.Tampak di layar monitor, Megan masih berdiri di depan pintu kayu. Ethan pun mendengus kesal kepada Adam dan beranjak keluar dari ruang kerjanya. Mereka berdua berjalan keluar mansion lewat pintu samping agar tidak dilihat Megan. Dengan sebuah mobil mini berwarna hitam, Adam membawa Ethan keluar dari pintu gerbang lalu berhenti di pinggir jalan di dekat pertigaan.“Tuan tenang saja, beberapa bodyguard sudah berjaga di beberapa sudut jalan. Saya juga akan menunggu di minimarket di ujung jalan sana. Tuan sudah ingat alamat yang harus Tuan sebutkan ‘kan?” tanya Adam memastikan kesiapan Ethan.“Iya sudah. Pergilah,” titah Ethan setelah melihat salah satu bodyguard setianya sibuk melambaikan tangan kepadanya.“Itu Moji?” tanya Ethan sebelum Adam melajukan mobilnya lagi. Tangannya menunjuk bodyguard di sudut jalan.“Iya, Tuan. Ada Boni juga. Saya tidak bisa tenang kalau mereka tidak mengikuti Tuan kali ini.” Adam menyebutkan nama bodyguard Ethan yang paling setia sekaligus paling gila. Mereka berdua bersedia melakukan apa saja yang diperintahkan Ethan dan Adam tanpa sekalipun membantah."Ya sudah. Sana," usir Ethan. Adam pun melajukan mobilnya menuju minimarket di ujung jalan dan menunggu disana.Beberapa menit kemudian, Megan muncul di ujung jalan menuju pertigaan tempat Ethan berdiri. Melihat ada seorang kakek yang sedang celingak-celinguk sendirian, Megan pun berniat untuk mendekatinya. Wanita baik itu memang tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Hatinya terlalu baik untuk mengabaikan seseorang yang sedang kesusahan."Selamat siang, kek. Kakek mau kemana?" tanya Megan ramah."Ka--kakek mau pulang, cu. Tapi sepertinya kakek kesasar," ucap Ethan dengan suara lemah yang dibuat-buat.Megan menatap wajah kakek itu dan merasa pernah melihatnya entah dimana. Ethan pun kembali berpura-pura kebingungan sambil melihat ke kanan dan ke kiri jalan besar. Samar tercium aroma parfum mahal milik Ethan yang membuat Megan mundur selangkah dari kakek itu.“Tidak. Dia hanya kakek tua, Megan. Tenanglah. Saat ini kakek itu membutuhkan bantuanmu,” batin Megan lalu menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya.Setelah cukup tenang, Megan tersenyum ramah kepada kakek itu dan menanyakan alamat rumahnya. Ethan pun menyebutkan alamat rumahnya dengan baik tanpa menatap Megan.“Kakek harus jalan ke mana, cu? Ke kanan atau ke kiri?” tanya Ethan dengan suara mirip kakek-kakek keselek.“Sebentar ya, kek. Saya cari dulu dimana alamat rumah kakek,” sahut Megan lembut.Jantung Ethan rasanya ser-seran mendengar suara Megan yang lembut dan sekssi. Sungguh Ethan ingin sekali membopong Megan masuk ke dalam mansionnya lalu mengunci gadis itu di dalam kamar bersamanya. Tetapi demi mengetahui sifat Megan yang sebenarnya, Ethan terpaksa menahan dirinya.Megan pun mengetik alamat rumah kakek itu pada mesin pencarian di ponselnya lagi. Ternyata rumah kakek itu sejalan dengan arah jalan pulangnya. Megan pun menawari kakek itu untuk pulang bersamanya. Tetapi ketik
Pintu mobil Vans menutup kembali dan sopirnya hampir menjalankan mobilnya ketika rombongan mobil antik sudah mendahului mereka. Para penculik Megan terpaksa menunggu sampai rombongan mobil antik itu berlalu semuanya. Ketika mobil Vans itu mulai bergerak menyusuri jalanan besar, mobil Vans lain muncul di belakang mereka.Mobil Vans itu dikendarai Moji, dan Boni duduk di bangku belakang. Mereka sedang menyusul Megan untuk menculiknya. Moji menghentikan mobil tepat di belakang mobil penculik Megan itu karena ada truk yang akan lewat dari arah berlawanan. Perhatian Moji fokus melihat plat nomor mobil di depannya.“Sama persis ya, Ji,” ucap Boni sambil menunjuk mobil Vans di depan mereka.“Beda dikit. Itu tipe lama. Mobil kita kan tipe yang terbaru. Kau sudah lihat gadis itu?” tanya Moji.Boni melongokkan kepalanya ke luar dari dalam mobil lalu melihat sepanjang jalan yang rimbun. Megan tidak terlihat dimanapun juga sepanjang jalanan besar itu.“Dia ke mana? Tidak kelihatan. Coba maju lagi
Setelah Ethan puas mendengarkan cerita Adam, keduanya pun berjalan mendekati mobil Vans tempat Moji dan Boni sudah menunggu. Keduanya segera bersiap dengan sikap tegak ketika melihat kedatangan Ethan dan Adam.“Tugas kalian sudah beres kan?!” tanya Ethan tanpa basa-basi. Dia paling benci pada orang yang terlalu banyak basa-basi hanya untuk mengesankan dirinya.“Itu ….” Moji saling pandang dengan Boni.“Cepat jawab!” titah Adam yang masih kesal. Moji dan Boni terkesiap lalu sama-sama kompak menjawab Ethan.“Kami tidak menemukan gadis itu, Tuan!” ucap Moji dan Boni lantang.“Apa?!” Ethan langsung kebakaran jenggot mengetahui Moji dan Boni kehilangan jejak Megan. Panik dan geram dirasakan Ethan di dalam dirinya karena memikirkan Megan kembali melarikan diri darinya.Ethan tidak habis pikir hanya untuk menangkap seorang gadis dan membawanya ke Mansion Wibisana saja, kedua anak buahnya itu tidak becus. Bahkan sampai kehilangan jejak Megan dalam sekejap mata. Ethan berkacak pinggang lalu be
Belasan kilometer dari lokasi Ethan dan Adam, dua orang pria berbadan kekar sambil membawa seorang wanita cantik. Mereka memasuki sebuah ruangan berukuran 3x2 yang terasa pengap dengan ventilasi seadanya. Ketika tubuh wanita itu diletakkan di lantai yang dingin, terlihat wajah Megan yang pucat. Kedua matanya masih terpejam erat setelah tengkuknya dipukul salah satu pria kekar itu. Megan tidak sendirian di ruangan itu. Di samping Megan, ada seorang wanita yang terlihat sedang melihat. Tubuhnya bersandar pada dinding kotor dan tidak bergerak karena desah napasnya yang berat. Suara-suara mulai terdengar dari luar ruangan mulai mengganggu pendengaran Megan.Kedua mata terbuka perlahan sebelum memicing kembali karena wajah Megan terpapar cahaya matahari yang masuk dari celah jendela kecil. Gadis itu menyentuh tengkuknya yang terasa nyeri sebelum ia menyadari dirinya untuk bangkit dan duduk. Sekali lagi Megan mencoba membuka matanya dan melihat keberadaan saat ini. “Sss…sakit,” pelannya m
“Kau tidak apa-apa?” Suara bariton Ethan bagaikan suara petir terdengar di telinga Megan.Gadis itu meronta dalam dekapan Ethan dan mendorong pria itu kuat-kuat menjauh darinya. Kedua kaki Megan melangkah mundur berusaha menjaga jaraknya dari Ethan. Dia bahkan belum tahu siapa nama pria itu dan tidak mau tahu. Lebih baik mereka tidak bertemu lagi selamanya.Suara-suara keras di belakang Megan semakin keras terdengar. Megan sadar kalau pengejarnya semakin menipiskan jarak mereka sehingga dia mau tidak mau harus bersembunyi. Megan menatap wajah Ethan dengan sorot mata galak sekaligus takut. Bayangan kejadian malam itu kembali berputar di kepala Megan.Pilihan Megan semakin sulit antara tertangkap lagi oleh para penculiknya atau meminta bantuan kepada pria brengsek yang sedang menatapnya tajam. Megan harus menentukan pilihan paling sulit di dalam hidupnya. Dia menoleh ke belakang, manik matanya membesar melihat dua pria kekar yang menculiknya berlari semakin dekat.Tidak ada pilihan lain
Tidak ada yang lebih indah daripada membayangkan hidup bersama Megan. Tinggal dalam satu rumah bahkan satu kamar dan selalu bersama sepanjang hari. Ethan akan bisa melihat tubuh Megan yang hanya tertutup piyama tidur tipis. Aroma wangi tubuh Megan akan memenuhi penjuru rumah dan tentunya akan membuat Ethan bergairah.Itu yang terlintas di kepala Ethan saat memikirkan tentang rencana Adam. Bayangan Ethan sudah traveling kemana-mana memikirkan hal yang luar biasa itu. Mereka bisa menghabiskan waktu seharian saling meraih kepuasan duniawi. Sekali tercetus perintah Ethan untuk melanjutkan rencana Adam, pria itu langsung mempersiapkan segalanya dengan cepat.“Bawa mobilnya!” titah Adam pada sopir Ethan yang berdiri di belakangnya.Mobil Mercedes-Benz berwarna hitam pun muncul dari balik rerimbunan semak yang ada di dekat mereka. Ketika Adam membantu Ethan masuk ke dalam mobil itu, terdengar suara berisik dari arah bangunan tua itu. Rupanya anak buah Ethan sudah mengepung tempat itu dan sibu
Adam mengangguk pelan, Ethan memang mulai berubah setelah mengenal Megan. Kebiasaannya setiap malam sepulang dari bekerja adalah bermain dengan wanita yang berbeda. Ethan tidak pernah mau bermain cinta dengan wanita yang sama. Setelah puas, Ethan akan melempar wanita itu keluar dari kehidupannya.Adam harus menyiapkan dua sampai tiga orang wanita yang sesuai dengan standar Ethan. Cantik, tinggi, putih mulus, tidak cerewet, dan yang paling penting bisa memuaskan Ethan. Kriteria itu sangat sulit untuk Ethan yang perfeksionis, dingin, dan arogan. Pernah sekali Ethan menendang seorang wanita keluar dari kamarnya hanya karena tidak suka dengan rambut wanita itu.Semakin hari, semakin sulit bagi Adam untuk mencari wanita yang diinginkan Ethan. Rasanya waktunya lebih banyak tersita untuk menyeleksi tumpukan berkas milik para wanita cantik yang sesuai standar Ethan. Padahal pekerjaan Adam lebih dari sekedar pencari kenikmatan untuk Ethan.Tanggung jawabnya sebagai asisten pribadi Ethan adalah
Sementara Adam berlari keluar rumah kecil itu dan kebingungan sendiri, Megan tampak meringis merasakan sakit di bagian belakang tubuhnya. Dia baru saja sadarkan diri dan ingatannya kembali dengan cepat. Bayangan wajah sangar Ethan yang sangat dekat di depan wajahnya, membuat tubuh Megan merinding. Ketika dia berusaha bangun dari berbaringnya, tubuh Megan melemas dan akhirnya terjatuh dari atas tempat tidur.“Aduh!” pekik Megan sambil mengelus pinggangnya yang terasa sakit.Manik mata indahnya melihat sekeliling kamar itu sebelum meringis sekali lagi. Megan memijat kaki dan pinggangnya perlahan sebelum memutuskan naik kembali ke atas tempat tidur. Pelan-pelan Megan berusaha mengangkat tubuhnya sampai akhirnya berhasil duduk di pinggir tempat tidur. Megan perlu waktu sebentar lagi untuk menguatkan kakinya yang terasa lemas seperti jeli.“Aku dimana ya? Tempat apalagi ini?” gumam Megan lalu merebahkan tubuhnya terlentang di atas tempat tidur. Pandangan Megan terlihat mulai berbayang keti