Sementara itu setengah kilometer dari tempat kejadian,
Megan baru selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi ketika seseorang mengetuk pintu kamar mandi itu. Megan tercekat, sesaat terbayang wajah Ethan terlintas di dalam ingatannya. Bahkan aroma parfum mahal milik pria itu masih melekat di tubuhnya setelah memakai sabun berkali-kali. Megan menarik nafas panjang untuk menenangkan jantungnya yang berdetak sangat kencang.Tidak mungkin pria itu tahu di mana rumahnya. Megan berusaha menenangkan dirinya sebelum mendekati pintu kamar mandi. Ketukan lembut kembali terdengar di pintu kamar mandi itu. Pelan-pelan Megan membuka pintu itu dan melihat ibunya berdiri di depan pintu. Wanita paruh baya itu menatap cemas ke arah Megan“Megan, kamu mandi malam-malam gini?” tanya ibu Susan.“I—iya, bu. Tadi keringetan dari restoran,” ucap Megan sambil memaksakan senyuman terbit di bibirnya yang sudah membiru.Hati Megan sungguh tidak tega kepada ibu Susan kalau harus menceritakan apa yang sudah menimpanya malam ini. Mimpi buruk yang diharapkannya hanya sebuah mimpi, nyatanya masih bisa Megan rasakan sampai saat ini. Setiap sentuhan Ethan membuat harga diri Megan tercabik-cabik. Untung saja Megan masih bisa melarikan diri dari pria itu.Pikiran Megan kembali pada kejadian buruk yang baru saja menimpanya. Di tengah situasi tembak menembak yang hanya pernah ditonton Megan dari televisi di restoran, dia harus memilih tetap berada di kursi belakang mobil Mercedes-Benz itu atau nekat keluar dari sana dan lari. Megan pun memilih melarikan diri dan tertembak daripada menyerahkan tubuhnya pada Ethan.Setelah berhasil menjauh dari mobil hitam itu, Megan berlari sekencang-kencangnya sambil memegang pakaiannya yang sudah robek. Tidak ada seorang pun yang melihat Megan berlari seperti dikejar setan menuju rumahnya yang sangat sederhana.“Megan? Nak …,” panggil ibu Susan ketika melihat Megan melamun.“Iy—iya, Bu. Aku ke kamar dulu ya. Udah ngantuk,” ucap Megan lalu beranjak keluar dari kamar mandi.Ibu Susan melihat keanehan pada Megan, lalu menahan langkah anak gadisnya itu. Megan menunduk, tidak berani menatap ibu Susan langsung. Dia tidak sanggup mengatakan apa-apa saat ini. Hati dan tubuhnya seperti bukan miliknya sendiri saat ini.“Nak, kamu yakin baik-baik saja? Bibirmu sampai biru gini loh,” ucap ibu Susan.“Iya, Bu. Malam ini kerjaan di restoran banyak sekali. Aku ngerasa sedikit capek,” jawab Megan cepat. Hanya itu yang sanggup dia katakan.Megan pun kembali melangkah mendekati pintu kamarnya lalu masuk ke dalam sana. Megan langsung menutup pintunya rapat-rapat lalu mengunci pintu kamarnya itu. Segera setelah bunyi ‘klik’ pertanda pintu kamarnya sudah terkunci, tubuh Megan langsung luruh ke lantai. Emosinya langsung meluap dengan perasaan sedih yang menyesakkan dadanya.Megan menahan isak tangisnya agar ibu Susan dan ayah Romi yang berada di kamar sebelah, tidak mendengar tangisannya. Sebisa mungkin Megan memeluk tubuhnya sendiri agar tidak semakin berguncang hebat akibat tangisannya. Tubuhnya sudah dilihat dan disentuh pria asing yang tidak tahu diri.Perlakuan Ethan pada Megan benar-benar tidak seperti pria sejati. Megan tidak habis pikir ketika dirinya hanya ingin membantu orang yang sedang kesusahan, justru Megan mendapatkan pelecehan sebagai balasannya. Tiba-tiba parfum mahal Ethan kembali terhirup hidung Megan. Mata Megan langsung terbelalak kaget. Pandangan matanya tertuju pada botol minyak kayu putih di atas meja.Megan mengambilnya dengan cepat lalu membuka tutup botol itu. Tanpa pikir panjang, Megan menuangkan banyak-banyak minyak kayu putih itu ke atas tangannya. Bau minyak kayu putih yang sangat menyengat mulai memenuhi kamar Megan. Dia menggosok bagian tubuhnya dengan minyak kayu putih itu sampai beberapa bagian kulitnya berubah merah.Isak tangis kecil kembali terdengar dari bibir Megan tanpa bisa dia bendung. Hampir saja pikiran Megan yang kalut membuatnya tidak bisa berpikiran jernih. Kedua orang tuanya selalu mengajari Megan untuk menghadapi semua masalahnya dan tidak melarikan diri. Manik mata Megan melirik tumpukan pakaian yang tadi dipakainya bekerja. Megan menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sebelum menarik pakaian yang sudah tidak jelas bentuknya itu.“Aku harus sembunyikan dimana baju ini? Jangan sampai ibu menemukannya.”Bahkan untuk mengambil pakaian itu saja, tangan Megan masih gemetar. Megan lalu membawa pakaian itu dan memasukkannya ke dalam tas plastik. Setelah mengencangkan ikatan tas plastik itu, Megan membuka lemarinya dan meletakkan plastik itu di bagian belakang lemarinya.“Tenang Megan, kau tidak akan bertemu lagi dengan pria itu. Dia tidak tahu di mana rumahmu. Tidak tahu namamu. Tenanglah,” bisik Megan menenangkan dirinya sendiri. Tubuh Megan kembali luruh ke lantai lalu bersandar pada lemari pakaiannya. Lelah dengan tekanan fisik dan psikis yang mendera Megan, gadis itu tidak sadar tertidur di depan lemari pakaiannya.Perjalanan Ethan malam itu akhirnya berakhir ketika mobil Mercedes-Benz miliknya memasuki pintu gerbang Mansion Wibisana. Kemegahan mansion itu semakin jelas terlihat setelah pintu gerbangnya terbuka lebar. Mobil itu meluncur masuk melewati jalanan beraspal yang dinaungi pepohonan besar di sebelah kanan dan kirinya. Lalu berhenti di depan pintu masuk mansion yang terbuat dari kayu.“Selamat malam, Tuan. Dokter pribadi Tuan sudah menunggu.”“Jangan bilang kau memanggil si bawel itu,” keluh Ethan.Dokter pribadi sekaligus sepupu Ethan hobi sekali mengomeli Ethan. Hanya Joshua yang sanggup memarahi Ethan tanpa sekalipun menerima hukuman darinya. Hal itu karena ibu Joshua pernah menyelamatkan Ethan dari kecelakaan yang menimpanya waktu kecil. Akibatnya Joshua kehilangan ibunya pada saat itu.Ethan segera masuk ke dalam mansion lalu melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Kepala pelayan Tan tetap setia mengikuti di belakangnya. Saat pintu kamarnya terbuka, wajah imut Joshua langsung terlihat di mata Ethan.“Diamlah!” titah Ethan bahkan sebelum mendengar omelan Joshua. “Cepat obati lukaku.”Ethan melemparkan sepatu mahalnya lalu melepaskan satu persatu kancing kemeja putih yang sudah tidak jelas lagi warna dan bentuknya. Kepala pelayan Tan langsung sigap membantu Ethan melepaskan kemejanya. Sekilas di punggung pria itu ada beberapa bekas luka sayatan dan luka bekas tembakan. Hanya bekas luka itu yang menjadi saksi bisu apa saja yang sudah pernah dilalui Ethan.“Aku lagi malas ngomel. Lagi sakit gigi,” sambar Joshua lalu mengeluarkan alkohol dan kapas dari dalam tas kerjanya. Dia lalu melepaskan sapu tangan Megan yang terikat di lengan Ethan.“Dokter bisa sakit?” sindir Ethan.“Kau pikir aku ini bukan manusia?!” Joshua balik bertanya, sedikit kesal dengan pertanyaan Ethan. Giginya benar-benar sakit saat ini dan Joshua sedang malas berdebat dengan Ethan.“Ya, kau itu setan. Setan bawel,” sambar Ethan.Joshua mencibir sengit lalu menuangkan alkohol tanpa aba-aba ke luka di lengan Ethan. Pria itu langsung terpekik kesakitan. Bahkan Joshua mengusap luka Ethan dengan kasar. Salah satu bentuk balas dendam yang menyenangkan bagi Joshua adalah ketika melihat Ethan meringis kesakitan.Saat Joshua membalut luka di lengannya, manik mata Ethan tertuju pada sapu tangan milik Megan. Ethan meraih sapu tangan itu lalu memperhatikan setiap jahitannya. Sepertinya sapu tangan itu adalah buatan tangan. Ada inisial S di sudut sapu tangan itu. Joshua melirik apa yang dilakukan Ethan. Dari ekspresi wajah Ethan, Joshua bisa menebak kalau sapu tangan itu diberikan oleh seseorang yang mencuri perhatiannya.“Siapa wanita itu?” tanya Joshua ketika mengikat perban di lengan Ethan.“Megan Larasati. Gadis gila yang berani melarikan diri dariku,” sahut Ethan tanpa sadar.“Apa kau jatuh cinta padanya?” Joshua balas menatap Ethan yang tiba-tiba menatapnya.“Kalau iya, kenapa?” tanya Ethan.“Huahahahahahahahaha!”Ethan ingin menyumpal mulut Joshua yang kurang ajar menertawainya. Tetapi hanya ada sapu tangan milik Megan yang ada di tangannya saat ini. Ethan tidak ingin sapu tangan itu terkontaminasi jigong Joshua. Akhirnya Ethan pun menggunakan tangannya untuk membekap mulut sepupunya itu.“Nggak ada yang lucu. Kenapa kau ketawa?!” Ethan sudah sangat kesal melihat tingkah Joshua yang terus tertawa sambil memegangi perutnya.“Hahahaha … kau jatuh cinta? Nggak punya hati bisa jatuh cinta? Jangan-jangan kau salah mengira napsumu dengan cinta,” tebak Joshua. Perutnya masih sakit setelah menertawai sepupunya itu.Sejak Ethan kecil, dia sudah dipaksa menjadi kejam untuk menjaga dirinya sendiri. Ethan tidak pernah memakai hatinya untuk mempertahankan kedudukannya sebagai pewaris keluarga Wibisana. Tidak sedikitpun ada kehangatan di dalam diri Ethan. Hanya sikap kasar, arogan, dan kejam yang mendominasi dirinya sampai tumbuh dewasa.Joshua pun tidak mudah percaya ketika Ethan memikirkan seorang wanita apalagi jatuh cinta padanya. Hanya keajaiban tangan Tuhan yang bisa melakukannya. Tetapi Joshua akan sangat terkejut ketika melihat keajaiban tangan Tuhan perlahan mulai menyentuh relung hati terdalam Ethan. Memaksa Ethan untuk memikirkan seorang gadis yang dengan tulus telah membantunya.“Mungkin … wangi tubuhnya membuatku bergairah. Megan bisa membangunkan ‘dia’ dalam waktu sedetik saja … ouch! Sakit, gila!” maki Ethan ketika Joshua mengobati lecet di kaki Ethan.“Hei, itu namanya napsu. Burung perkututmu bisa bangun dengan cepat hanya karena wanita itu. Apa yang sudah dilakukannya?” tanya Joshua kepo.“Enak aja burung perkutut … anaconda! Dia menolongku melarikan diri dari orang-orang yang menyergapku tadi. Megan memberiku nasi kotak dan minum juga. Dia juga memberiku uang duapuluh ribu. Katanya untuk beli roti kalau aku lapar lagi. Bayar parkir mobilku saja masih kurang,” keluh Ethan.Senyum smirk penuh kesombongan terukir di wajahnya ketika mengingat kebaikan Megan. Tangannya memberi kode kepada kepala pelayan Tan untuk mengambil uang milik Megan di dalam saku kemejanya. Kepala pelayan Tan menyodorkan sedikit uang yang bagi Megan sangat berarti, tetapi di tangan Ethan hanya sebatas recehan.“Kau itu keterlaluan! Sudah ada yang membantumu, masih mengeluh. Apalagi yang kau lakukan sampai … siapa namanya?” Joshua kembali duduk di samping Ethan lalu mengeluarkan alat pengukur tekanan darah dari dalam tas kerjanya.“Megan.” Ethan menyodorkan kembali uang itu kepada kepala pelayan Tan. Dia menitahkan agar uang itu disimpan di dalam lipatan dompetnya.“Ya, itu dia. Sampai Megan bisa membuat burung perkututmu bangun?” Joshua tidak mau mengganti istilahnya ketika menyebut kelelakian Ethan. Sudut matanya melirik kepo ke arah kepala pelayan Tan yang sedang memasukkan uang pemberian Megan dengan rapi ke dalam lipatan dompet Ethan.“Anaconda … asem! Dia memelukku dan aroma tubuhnya membuatku bergairah. Gosh! Aku ingin menidurinya!” jerit Ethan kembali bergairah. Kelelakiannya hampir meledak di bawah sana dan ingin segera dituntaskan.Tepat ketika Ethan berteriak seperti itu, Adam sudah masuk ke kamar Ethan."Tuan, saya sudah mendapatkan informasi tentang Megan."Adam langsung mengeluarkan ponselnya lalu membaca informasi detail tentang Megan Larasati. Gadis cantik berkulit kuning langsat, berusia dua puluh tiga tahun. Masih single dan saat ini bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Megan juga bekerja sebagai buruh cuci untuk tetangganya.Megan tidak memiliki akun sosial media seperti kebanyakan gadis seusianya. Tetapi beberapa rekan kerjanya memiliki akun sosial media dan wajah Megan terlihat di beberapa foto yang mereka posting. Adam menyodorkan ponselnya agar Ethan bisa melihat foto-foto Megan bersama rekan kerjanya.Ethan melihat-lihat foto Megan yang sedang berkumpul dengan rekan-rekan kerjanya. Pakaian mereka terlihat sama semuanya. Ethan tersenyum smirk, wajah Megan memang manis natural. Tanpa make up yang berlebihan melapisi permukaan kulit wajahnya. Megan semakin menarik perhatian Ethan untuk memilikinya.“Apa saya perlu menangkapnya sekarang, Tuan?” tawar Adam setelah dia mendapatkan alamat tinggal Megan.Ethan tidak lantas menja
Setelah Adam pergi, Ibu Susan menarik Megan kembali ke dalam rumah."Ibu perlu penjelasan saat ini juga, Megan Larasati!" tegas ibu Susan.Megan menatap Ibu Susan yang terus menunggu sebuah penjelasan tentang apa yang terjadi semalam. Tidak ada jalan lain selain menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Setidaknya Ibu Susan akan membantunya mengatasi pria blasteran itu kalau berani datang lagi.“Bu, sebenarnya semalam itu aku hampir diperkosa,” ucap Megan lalu memejamkan matanya bersiap mendengar teriakan Ibu Susan.“Apa?!” pekik Ibu Susan syok.Wanita paruh baya langsung mundur lalu terduduk di kursi sambil memegangi dadanya. Di dalam sana, jantung Ibu Susah berdebar sangat kencang mendengar kenyataan yang hampir menghancurkan masa depan putrinya itu.Megan buru-buru mengambil air minum untuk membantu Ibu Susan mengendalikan dirinya. Deru nafas ibunya itu membuat Megan merasa bersalah karena berusaha jujur. Megan pun bersimpuh di hadapan Ibu Susan lalu menggenggam tangan ibunya itu.“
“Tidak. Dia hanya kakek tua, Megan. Tenanglah. Saat ini kakek itu membutuhkan bantuanmu,” batin Megan lalu menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya.Setelah cukup tenang, Megan tersenyum ramah kepada kakek itu dan menanyakan alamat rumahnya. Ethan pun menyebutkan alamat rumahnya dengan baik tanpa menatap Megan.“Kakek harus jalan ke mana, cu? Ke kanan atau ke kiri?” tanya Ethan dengan suara mirip kakek-kakek keselek.“Sebentar ya, kek. Saya cari dulu dimana alamat rumah kakek,” sahut Megan lembut.Jantung Ethan rasanya ser-seran mendengar suara Megan yang lembut dan sekssi. Sungguh Ethan ingin sekali membopong Megan masuk ke dalam mansionnya lalu mengunci gadis itu di dalam kamar bersamanya. Tetapi demi mengetahui sifat Megan yang sebenarnya, Ethan terpaksa menahan dirinya.Megan pun mengetik alamat rumah kakek itu pada mesin pencarian di ponselnya lagi. Ternyata rumah kakek itu sejalan dengan arah jalan pulangnya. Megan pun menawari kakek itu untuk pulang bersamanya. Tetapi ketik
Pintu mobil Vans menutup kembali dan sopirnya hampir menjalankan mobilnya ketika rombongan mobil antik sudah mendahului mereka. Para penculik Megan terpaksa menunggu sampai rombongan mobil antik itu berlalu semuanya. Ketika mobil Vans itu mulai bergerak menyusuri jalanan besar, mobil Vans lain muncul di belakang mereka.Mobil Vans itu dikendarai Moji, dan Boni duduk di bangku belakang. Mereka sedang menyusul Megan untuk menculiknya. Moji menghentikan mobil tepat di belakang mobil penculik Megan itu karena ada truk yang akan lewat dari arah berlawanan. Perhatian Moji fokus melihat plat nomor mobil di depannya.“Sama persis ya, Ji,” ucap Boni sambil menunjuk mobil Vans di depan mereka.“Beda dikit. Itu tipe lama. Mobil kita kan tipe yang terbaru. Kau sudah lihat gadis itu?” tanya Moji.Boni melongokkan kepalanya ke luar dari dalam mobil lalu melihat sepanjang jalan yang rimbun. Megan tidak terlihat dimanapun juga sepanjang jalanan besar itu.“Dia ke mana? Tidak kelihatan. Coba maju lagi
Setelah Ethan puas mendengarkan cerita Adam, keduanya pun berjalan mendekati mobil Vans tempat Moji dan Boni sudah menunggu. Keduanya segera bersiap dengan sikap tegak ketika melihat kedatangan Ethan dan Adam.“Tugas kalian sudah beres kan?!” tanya Ethan tanpa basa-basi. Dia paling benci pada orang yang terlalu banyak basa-basi hanya untuk mengesankan dirinya.“Itu ….” Moji saling pandang dengan Boni.“Cepat jawab!” titah Adam yang masih kesal. Moji dan Boni terkesiap lalu sama-sama kompak menjawab Ethan.“Kami tidak menemukan gadis itu, Tuan!” ucap Moji dan Boni lantang.“Apa?!” Ethan langsung kebakaran jenggot mengetahui Moji dan Boni kehilangan jejak Megan. Panik dan geram dirasakan Ethan di dalam dirinya karena memikirkan Megan kembali melarikan diri darinya.Ethan tidak habis pikir hanya untuk menangkap seorang gadis dan membawanya ke Mansion Wibisana saja, kedua anak buahnya itu tidak becus. Bahkan sampai kehilangan jejak Megan dalam sekejap mata. Ethan berkacak pinggang lalu be
Belasan kilometer dari lokasi Ethan dan Adam, dua orang pria berbadan kekar sambil membawa seorang wanita cantik. Mereka memasuki sebuah ruangan berukuran 3x2 yang terasa pengap dengan ventilasi seadanya. Ketika tubuh wanita itu diletakkan di lantai yang dingin, terlihat wajah Megan yang pucat. Kedua matanya masih terpejam erat setelah tengkuknya dipukul salah satu pria kekar itu. Megan tidak sendirian di ruangan itu. Di samping Megan, ada seorang wanita yang terlihat sedang melihat. Tubuhnya bersandar pada dinding kotor dan tidak bergerak karena desah napasnya yang berat. Suara-suara mulai terdengar dari luar ruangan mulai mengganggu pendengaran Megan.Kedua mata terbuka perlahan sebelum memicing kembali karena wajah Megan terpapar cahaya matahari yang masuk dari celah jendela kecil. Gadis itu menyentuh tengkuknya yang terasa nyeri sebelum ia menyadari dirinya untuk bangkit dan duduk. Sekali lagi Megan mencoba membuka matanya dan melihat keberadaan saat ini. “Sss…sakit,” pelannya m
“Kau tidak apa-apa?” Suara bariton Ethan bagaikan suara petir terdengar di telinga Megan.Gadis itu meronta dalam dekapan Ethan dan mendorong pria itu kuat-kuat menjauh darinya. Kedua kaki Megan melangkah mundur berusaha menjaga jaraknya dari Ethan. Dia bahkan belum tahu siapa nama pria itu dan tidak mau tahu. Lebih baik mereka tidak bertemu lagi selamanya.Suara-suara keras di belakang Megan semakin keras terdengar. Megan sadar kalau pengejarnya semakin menipiskan jarak mereka sehingga dia mau tidak mau harus bersembunyi. Megan menatap wajah Ethan dengan sorot mata galak sekaligus takut. Bayangan kejadian malam itu kembali berputar di kepala Megan.Pilihan Megan semakin sulit antara tertangkap lagi oleh para penculiknya atau meminta bantuan kepada pria brengsek yang sedang menatapnya tajam. Megan harus menentukan pilihan paling sulit di dalam hidupnya. Dia menoleh ke belakang, manik matanya membesar melihat dua pria kekar yang menculiknya berlari semakin dekat.Tidak ada pilihan lain
Tidak ada yang lebih indah daripada membayangkan hidup bersama Megan. Tinggal dalam satu rumah bahkan satu kamar dan selalu bersama sepanjang hari. Ethan akan bisa melihat tubuh Megan yang hanya tertutup piyama tidur tipis. Aroma wangi tubuh Megan akan memenuhi penjuru rumah dan tentunya akan membuat Ethan bergairah.Itu yang terlintas di kepala Ethan saat memikirkan tentang rencana Adam. Bayangan Ethan sudah traveling kemana-mana memikirkan hal yang luar biasa itu. Mereka bisa menghabiskan waktu seharian saling meraih kepuasan duniawi. Sekali tercetus perintah Ethan untuk melanjutkan rencana Adam, pria itu langsung mempersiapkan segalanya dengan cepat.“Bawa mobilnya!” titah Adam pada sopir Ethan yang berdiri di belakangnya.Mobil Mercedes-Benz berwarna hitam pun muncul dari balik rerimbunan semak yang ada di dekat mereka. Ketika Adam membantu Ethan masuk ke dalam mobil itu, terdengar suara berisik dari arah bangunan tua itu. Rupanya anak buah Ethan sudah mengepung tempat itu dan sibu