Prolog
Tania Saka yang akrab dipanggil Tanka adalah sosok gadis yang sangat cantik dan periang. Dia memiliki wajah yang ayu dengan tinggi badan yang ideal. Matanya sayu, namun tajam bila amarah tengah menguasai jiwanya. Ayahnya, David Kavandra Saka adalah pengusaha sukses di bidang perkebunan kelapa sawit .
Tanka memiliki seorang teman lelaki yang bernama Tony dan seorang teman perempuan yang bernama Sisil .
Mulanya kehidupan mereka sangatlah bahagia, sebelum kejadian buruk menimpa keluarganya. Ibu yang sangat dikaguminya mengalami kecelakaan tunggal yang membuat beliau koma dan harus menjalani perawatan secara intensif oleh ahlinya.
Dari situlah awal dari penderitaannya, kejadian aneh datang silih berganti membuat Tanka mengambil satu keputusan yang sangat sulit. Tanka harus mengambil resiko besar untuk semua misi-misi beratnya. Tanka masih terlalu muda untuk pekerjaan yang dilakoninya. Hingga waktu mempertemukannya dengan seorang pria yang membuatnya jatuh hati dan menaruh harapan yang indah.
Tanka memiliki seorang kekasih yang bernama James. Dia adalah pria yang cukup mapan, di usianya yang baru menginjak 25 tahun. Ia bisa menciptakan perusahaan yang cukup besar di bidang konveksi.
Dia pria yang tampan, matanya yang sayu namun tegas, tinggi yang ideal dan postur badan tegap dan berotot, menandakan dia pria yang rajin berolah raga. Kulitnya putih dengan jambang tipis menghiasi rahangnya yang tegas. Membuat banyak kaum hawa merasa iri dengan keberuntungan yang di dapati Tanka.
Banyak impian yang telah terukir indah di benak keduanya. Dari yang menikah muda, memiliki banyak anak dan bulan madu di kutub antartika, begitulah impian yang terucap di bibir mereka ketika terakhir kali bertemu, sebelum semua rasa yang ada hilang dan sirna. James teramat sayang dan pengertian pada Tanka, itu juga dulu, sebelum dia memilih berkhianat dan menjalin kasih dengan sahabat dekatnya, Sisil.
Sebelum kejadian yang na'as itu terjadi, tepatnya beberapa detik yang lalu. James sempat mengutarakan niatnya untuk meminang Tanka dan akan menikahinya pada musim semi tahun depan. Namun semua itu hanyalah kejujuran yang diselimuti kebohongan yang nyata.
"Sayang, kamu jadi mampir kerumah, kan, malam ini?" tanya Tanka saat panggilan dari ponselnya terjawab.
"Maaf, Sayang. Aku lagi banyak kerjaan, lain kali saja, ya?" jawab James sebelum memutuskan sambungan telephone.
Lagi-lagi Tanka merasa kecewa untuk yang kesekian kalinya, selama sebulan terakhir ini. James selalu mengulur pertemuan mereka, seperti menjauh.
Tanpa menunggu persetujuan dari kekasihnya, James. Tanka yang seharian hanya berdiam diri di rumah, perlahan bangkit dari duduknya dan menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas nakas. Menstater mobilnya menuju rumah besar milik James yang jaraknya memakan waktu sekitar satu jam perjalanan.
Sesampainya di rumah James, nampak mobil kuning milik Sisil terparkir di sana.
Rasa curiga yang dulu pernah sirna, kini terjawab sudah.
***
Seprey putih itu kini berubah dengan warna merah yang mendominasi di sana. Bau amis menyeruak memenuhi ruangan. Menohok, membuat isi perut berontak seketika.
Di sudut ruangan yang hanya diterangi lampu temaram, nampak sosok gadis menangis seraya memeluk lututnya erat. Bagai menampung beban berat di pundak, sesekali tangannya mengusap ingus yang mengalir tanpa permisi dari hidungnya.
Perlahan dia bangkit dan memungut sebatang rokok yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri, manik matanya berlari ke segala penjuru mencari sesuatu. Pematiklah tujuannya. Setelah menemukannya, gadis itu kembali duduk di tempat semula, sembari menyesap rokok di tangan. Matanya sayu dan mulai mengembun di sana, melihat dua sosok tubuh polos berlumur darah dan sudah tidak bernyawa.
Kisah lama kini terulang lagi padanya.
Wajahnya menengadah menatap langit-langit kamar, pikirannya menerawang jauh kembali memutar memory kelam lima tahun silam.
Flash back
***
Hari itu, hujan berhasil mengguyur kota impian. Menciptakan hawa dingin yang berhasil menusuk hingga ke tulang rusuk yang terdalam. Sebuah mobil sedan berwarna merah melaju pelan memasuki halaman rumah yang sangat megah, berhenti sejenak, menekan salah satu tombol pada remote control dalam mobilnya. Menunggu pintu pagar terbuka sempurna.
Mobil pun terparkir tepat di sebelah mobil berwarna hitam. Seorang gadis belia, masih dengan seragam putih abu-abunya keluar dari dalam mobil melangkah masuk setelah menatap mobil hitam di depannya. Gadis itu melepas sepatu dan menaruhnya di rak yang tersedia di pinggir pintu.
Matanya yang bulat bagai mata elang yang siap menerkam lawan, menelisik ke penjuru ruangan yang luas bagai istana. Kakinya melangkah menuju dapur, sepi tak ada seorang pun di sana. Setelah meneguk segelas air, gadis itu beranjak menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Usai berganti pakaian, dia pun segera menemui ibunya di kamar sebelah. Gadis itu membuka pintu perlahan, takut mengganggu tidur wanita yang sangat dikaguminya itu.
Langkahnya pelan, menghampiri tubuh ibunya yang terbaring tak berdaya di atas pembaringan. Yah, ibunya lumpuh total setelah mengalami kecelakaan tunggal dua tahun lalu. Sementara sang ibu di rawat oleh suster yang khusus menangani penyakitnya hingga sembuh nanti. Namun satu tahun terakhir ini, bukan kesembuhan yang di dapat, kondisi ibunya jadi semakin memprihatinkan. Tubuh itu semakin kurus saja dengan selang infus yang setia menemani jemarinya yang lelah. Senyum itu tak lagi nampak diwajah cantiknya.
"Ibu, bertahanlah, sebentar lagi aku lulus sekolah. Aku akan selalu meluangkan waktu untuk merawat dan menemani hari-harimu." Gadis itu mengecup punggung tangan ibunya sebelum beranjak pergi.
Gadis itu melangkah keluar kamar menuruni tangga dan menuju meja makan karena lapar. Dibukanya tudung saji di atas meja, matanya seketika melotot dengan mulut yang terbuka heran. Tak ada secuil pun nasi atau lauknya. Langkahnya langsung menuju dapur dan membuka wajan yang tergeletak di atas kompor. Nihil tanpa ada makanan di sana. Dia pun mencari suster yang biasa merawat ibunya ke seluruh ruangan, namun tak jua menemukan yang dicari.
Hingga dia memberanikan diri untuk mencarinya di kamar sang suster, tepatnya di samping kamar utama, di lantai dua. Langkahnya terhenti, kala mendengar suara tawa halus disusul desahan yang menggairahkan. Penasaran, akhirnya dibukanya pelan pintu kamar suster, mencoba melihat apa yang terjadi di dalam sana. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya memerah, marah. Tanpa terasa bulir bening itu berhasil meluncur menyusuri pipi mulusnya.
Perlahan tangannya mengusap pipinya kasar, mundur pelan dan segera masuk ke dalam ruang kerja sang ayah. Kakinya berjalan cepat menuju dinding dan meraih samurai yang tergantung di sana. Tatapannya tajam menatap benda tajam di tangannya dan kembali melangkah menuju kamar suster lagi.
Terlihat dua insan sedang memadu kasih dengan penuh gairah. Keringat membasahi tubuh keduanya, sungguh posisi yang sangat apik. Wanita itu tengah menggoyangkan badannya yang penuh keringat kenikmatan, tepat di atas tubuh polos ayahnya. Sesaat terdengar lenguhan panjang yang menandakan permainan telah menuju klimaksnya. Tubuh polos itu saling berpelukan, merengkuh kenikmatan di atas penderitaan.
Tak tahan lagi dengan apa yang dilihatnya, gadis itu langsung membuka pintu kamar membuat kedua durjana itu kaget bukan kepalang. "Tanka!" seru keduanya secara bersamaan.
Flash back *** Tanka. *** Kembali di masa kini, di rumah James. Tangis Tanka langsung pecah, meraung, menangis sejadinya.Mengutuki diri sendiri atas semua kejadian yang dialaminya beberapa tahun terakhir ini. Lama Tanka terpuruk dengan keadaan, dalam ruang berlumur darah yang mulai mengering.Pembunuhan yang kini disebutnya sebuah hadiah manis yang terkemas dengan indah. Dan tak sedikit pun rasa sesal setelahnya. Tanka bangkit, masuk kamar mandi, membersihkan diri dari noda darah yang ada pada dirinya.Lama dia menatap wajah ayu yang terlihat kuyu di dalam cermin.Mengusap wajahnya kasar, membenahi penampilan yang acak-acakan. Tanka menatap petakan papan di atas kepalanya, kembali menunduk dan mencoba menaiki closet yang berada di sebelah kakinya.Tangannya mencoba membuka salah satu petak papan, setelah terbuka, Tanka melempar pistolnya asal dan menutupnya kembali lalu melangkah keluar.
Waktu terasa lamban berlalu, setelah berita tentang pembunuhan itu terekspost oleh awak media. Tanka merasa gelisah dan mulai enggan menunjukkan batang hidungnya, dia lebih memilih mengasah keahliannya dalam bermain pedang daripada harus melihat berita tentang pembunuhan yang telah dilakukannya.Lain halnya dengan Tony, dia nampak santai dengan game kesayangannya, kebiasaan yang dulu selalu mereka lalui bersama, semasa kecil. Walau terkadang Tony memperlihatkan gelagat yang aneh, penuh misteri.David Kavandra Saka, ayah Tanka. Dia adalah sosok yang cukup disegani oleh banyak orang, karena keahliannya dalam memainkan berbagai jenis benda tajam, terutama samurai.Dan keahliannya itu diwariskannya kepada Tanka, anak tunggal dari keluarga SAKA. Namun bukan hanya keahliannya saja yang diwariskan, harta yang tak terhitung nilainya pun turut menjadi aset terbesar Tanka.Namun bukanlah kebahagiaan yang dia rasakan, melainkan rasa sakit hati
Episode 4 " ada lalu menekan gambar yang berwarna hijau muda. "Maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi atau berada di luar jangkauan." Terdengar jawaban operator dari sambungan ponselnya. Dicobanya lagi menekan kontak yang sama, namun hasilnya tetap saja nihil. Gegas Tanka kembali masuk ke dalam kamar sahabatnya, membuka lemari baju dan mencari petunjuk yang berarti. Semua barang masih tersusun rapi, baju pun masih berada di tempatnya. Tanka mendengus kesal, Tony pergi begitu saja tanpa ada kabar berita. Tanka pun akhirnya memutuskan untuk segera masuk kamar dan mencoba memejamkan mata indahnya yang mulai diserang rasa kantuk. Tanpa terasa, sudah hampir satu minggu Tanka tinggal seorang diri di rumah itu. Tiada kabar dari sahabat kecilnya, Tony menghilang begitu saja tanpa kabar berita, bagaikan raib ditelan bumi. Tanka sudah mencari di tempat kerja juga tempat tongkrongan yang biasa Tony pakai bersama para sahabatnya. Nam
Episode 5Tanka mematikan mesin mobilnya sebelum masuk rumah Tony. Dengan langkah yang lesu lemas dia menuju dapur dan membuat teh hangat untuk mengembalikan semangat yang hilang. Tak ada yang bisa ia lakukan selain mengiklaskan rumah miliknya.Yah, dia tidak tahu-menahu, tentang harta peninggalan dari orang tuanya. Semua diurus oleh pengacara kepercayaan David, ayah Tanka. Namun pada kenyataannya rumah itu sekarang telah berpindah kepemilikan.Sudah hampir satu bulan lamanya ia hanya berdiam diri di rumah Tony, tanpa sesuatu yang berarti.Hingga gadis itu ingat akan tawaran dari Paman Jo tempo hari. Tanpa berfikir panjang ia langsung menekan nomor yang tertera pada daftar kontaknya dan menghubungi nomor tersebut."Hallo!" Tanka menyapa seseorang dari ponselnya."Bisakah saya berbicara dengan Paman Jo?""Maaf, Paman. Saya Tanka. Bisakah kita bertemu di tempat biasa?" tanya gadis itu sebelum mematikan sambungan po
Episode 6"Sial ...!" Tanka berteriak lalu melempar tasnya di atas sofa."Siapa pria itu sebenarnya? Kenapa harus ada dia." Tanka menghempaskan tubuhnya pada sofa dan mengambil tas yang ada di sampingnya."Untung saja tas ini aman terkendali. Kalau tidak ... hancur reputasiku sebagai detektif." Tanka terkekeh. Dia membuka tas dan mengambil camera mini yang terselip di sana."Ah, saat nya melihat adegan panas." Gadis itu memasukkan memori dan memutar vidio yang telah direkamnya.Buk ...Gadis ayu itu langsung membanting ponselnya. Matanya merah dan tangannya mengepal kuat. Nampak emosinya memuncak."Arrrhhh." Tanka menyambar ponselnya yang tengah berbunyi karena ada panggilan masuk. Di sana tertera sebuah nama "Cungkring". Alih-alih bingung harus menjawab apa, gadis itu meninggalkan ponselnya begitu saja dan pergi mandi.Pagi pun menjelang.Tanka bersiap pergi menemui Paman Jo usai menghabiskan sarapannya.
Tanka segera pergi ke dapur untuk mengemasi beberapa belanjaan. Usai menyusun semua barang pada tempatnya, gadis itu beranjak perlahan mendekati kamar mandi dan membersihkan badannya terlebih dulu sebelum tidur.Tanka keluar dengan mengenakan baju tidur sementara handuk kecil melilit rambutnya yang basah. Gadis itu segera menyambar camera mini yang tergeletak di atas nakas lalu berbaring di ranjang. Dia memutar kembali rekaman vidio mesranya.Rasa penasaran yang besar membuatnya ingin segera menguak keganjilan yang ada. Namun saat gadis itu tengah berselancar dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Perlahan ia pun meletakkan camera kemudian meraih ponsel itu kemudian menekan tombol berwarna hijau.Tanka seketika terbelalak, tangan kanannya membekap mulut, pelan. Matanya mulai mengembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Nampak jelas dari layar ponsel, sesosok tubuh tergeletak lemas di atas lantai dengan luka-luka di sekujur tubu
itu. "Aku terpaksa." Dony meremas rambutnya, frustasi. "Wanita itu tengah mengandung benih bosmu." Kakek itu menunduk lagi dan mengusap air matanya kasar. Derry dan Dony saling pandang. Mereka tidak mengira semua akan sejauh ini. "Mungkinkah sosok yang hadir sebelum kecelakaan itu--?" ucapan Derry menggantung. Dia melihat ke arah Dony dan Abah secara bergantian. "Wanita itu?" tanya Dony kemudian. "Jangan ngaco kamu, semua itu tidak mungkin. Aku tidak percaya dengan adanya hantu dan apalah itu," sanggah Dony lagi. "Siapa yang telah membocorkan keberadaan wanita itu?" tanya kakek. Lelaki tua itu mulai berdiri lalu duduk di kursi yang ada di sampingnya. "James," ucap Derry. Tanka terkejut mendengar percakapan mereka.Dia tidak menyangka mantan kekasihnya itu turut andil dalam sebuah pembunuhan. "Apa ini? Siapa yang mereka bicarakan sebenarnya? Apa ada kaitannya dengan lukisan itu?" Tanka bermon
Flash back **** " mengiyakan. Pikirannya menerawang jauh di mana saat dia tengah melukis Yara. "Saat itu malam buta, Kakek kedatangan tamu dari kota. Sepasang kekasih, kononnya mereka tidak direstui oleh ayah angkat pemuda itu." Kakek terdiam sesaat, menarik nafas dan menghembuskannya pelan. "Pemuda itu menitipkan kekasihnya yang bernama Yara. Namun baru beberapa hari Yara tinggal di sini, ada segerombolan orang dari kota datang bersama seseorang yang sangat tampan dan gagah. Sepertinya itu bosnya." Lanjut kakek lagi. "Setelah kedatangan mereka ke rumah ini, semua berubah tidak terkendali. Anak-anakku menjadi gila harta dan terjadilah hal yang tidak seharusnya." Kakek menghentikan ceritanya. Menyesap wedang kopi yang mulai dingin. "Siapa pemuda yang bersama Yara, Kek? Apakah dia tidak kembali lagi ke rumah Ini?" tanya Tanka penasaran. "Entahlah, semua berjalan begitu cepat. Hingga aku lupa menanyakan n