***
Sesuai dengan janjinya kini Evan datang bersama orang tuanya, ayah dan ibu Evan sudah cukup tua dan terlihat sangat sederhana.
Melihat Evan dengan pakaian rapihnya aku sangat gugup, dan tentunya aku juga merasa sangat bahagia. Akhirnya orang tua kami saling berbincang, membahas mengenai pertunangan kami. Namun tiba-tiba ibu menarikku ke kamar.
" Sebentar ya bu, saya minta pendapat anak saya dulu. ayok nak ikut ibu sebentar " izin ibu kepada orang tua Evan.
" Oh iya silahkan bu " balas orang tua Evan.
Sesampainya di kamar
" Ada apa sih bu mengajakku kemari?"
" Kamu serius dia calonnya? "
" Iya bu memang kenapa? "
" Ingat ya Mil ! Ibu tidak akan pernah setuju kamu nikah dengan dia! "
Aku tersedak mendengar pernyataan dari ibu, mataku mulai berkaca-kaca.
" Lihat saja tampangnya seperti preman, belum lagi usianya beda jauh dengan kamu. mantanmu dulu tampan-tampan beda jauh dengan dia pekerjaannya saja tidak jelas, kamu cantik, masih muda, masih banyak yang mau sama kamu Mil !! "
Tangisku terisak.
" Tapi Mila cinta dengan Evan bu, Mila tidak memandang cinta dari status maupun ketampanannya, dan umur tidak bisa di jadikan alasan! Hiks Hiks.. "
" Tapi kamu bisa cari yang lebih baik Mil "
" Tapi Mila cuma cinta Evan bu! Apa salah? Evan dan Mila saling mencintai? Mila Ti..hiks..hiks..Mila tidak bisa membohongi diri kalo Mila sangat mencintai Evan bu! "
Tangisan kamila semakin menjadi
" Pokonya ibu tidak merestui hubungan kamu dengan anak itu! ingat Mil pernikahan tanpa restu orang tua tidak akan berakhir bahagia. ibu sayang kamu nak, oleh karena itu ibu tidak mau kamu salah pilih "
Aku menghapus air mataku dan berusaha terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa, aku keluar dari kamar menemui Evan dan orang tuanya.
" Bu pak Mila terima lamaran dari Evan "
" Alhamdulilah " ucap Evan dan kedua orang tuanya.
Ibu terus menatapku dengan penuh kekesalan, Tapi aku tak menggubrisnya.
Saat Evan dan orangtuanya pulang, ibu langsung menyerangku dengan kata-katanya.
" Ibu tidak habis pikir dengan kamu ya Mil?! Ibu kecewa! jika nanti kehidupanmu tidak bahagia jangan pernah datang minta pertolongan pada ibu! "
Ya Tuhan...mengapa ini tidak adil, mengapa kita perlu di pertemukan, mengapa kita di takdirkan saling mencintai kalau pada akhirnya tidak akan pernah bisa bersatu, mengapa kita di hadirkan kebahagiaan kalau hanya sesaat,kalau pada akhirnya akan ada luka dan kesedihan yang mendalam......
Di sinilah kisahku dimulai.... Tahun 1995 tepat di usiaku yang menginjak 19 tahun aku menikah dengan Evan, tanpa restu seorang ibu, tanpa doa orang tua, dengan mahar seadaanya, dan tidak mengadakan resepsi, hanya ijab kabul saja. Sehari sesudah menikah kini aku mengemas pakaian dan sedikit barang kepunyaanku, kini sudah saat nya aku tinggal bersama suamiku, melayaninya, dan ikut kemanapun dia pergi. aku dan Evan masih tinggal di kontrakan milik ibuku, jadi aku masih berdekatan dengan orang tuaku. *** Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya pernikahanku tanpa restu, aku hanya bisa berharap dan berdoa supaya rumah tanggaku berjalan baik dan bahagia. seminggu pernikahan jujur aku bahagia, bisa selalu bersama dengan pasangan tentu membuatku bahagia. " Sayang ayo makan dulu " aku menyiapkan makan untuk suamiku.
Akhirnya Aku menemukan Evan, Aku mendapati Evan sedang bermain permainan sejenis judi dengan barang dagang di sampingnya, BERJUDI?? Aku benar-benar tak menyangka dengan kelakuan Evan, sebelumnya dia tidak pernah sepeti ini, siapa yang mempengaruhinya? " Van kenapa kamu di sini? Bukankah seharusnya kamu langsung pulang? " " kamu jadi istri jangan terlalu mengekang suami, biarlah dia disini sebentar dia juga butuh hiburan!! " Bentak bu Sumi sang pemilik warung. Saat itu aku masih benar-benar polos dan kurang nyali, mendengar bentakannya di depan orang banyak aku merasa malu, semua orang melirikku, tentu aku sangat sedih dan marah di perlakukan seperti itu,tapi aku hanya bisa diam tak bisa menjawab bentakan bu Sumi. bukannya membelaku sebagai seorang suami Evan malah asyik main bersama temannya, apa Evan tidak merasa iba melihatku? Aku akhirnya berlari pulang ke rumah, aku me
1 tahun kemudian aku memutuskan untuk pindah tempat, saat ini aku tinggal di sebuah rumah di dekat kali, tidak heran setiap hujan pasti rumahku banjir. Masalah demi masalah terjadi di rumah tangga kami, padahal sebelumnya baik-baik saja. Kini aku sudah memiliki satu anak laki-laki yang kuberi nama Abidal. Tingkah laku Evan semakin hari semakin menjadi, aku tak tahu harus bagaimana bertahan atau pisah? Abidal selalu menangis tak henti-hentinya, maklum dari pagi dia tidak makan aku hanya memberinya asi, aku juga tidak punya uang untuk membeli sebungkus nasi karna belum makan akupun lemas, di tambah lagi aku terus menyusui Abidal. " BRUG..BRUG..BRUG !! HEI, DIAMKAN ANAKMU ITU, BERISIK !! KAU TIDAK TAHU CARA MENGURUS ANAK HAH!! " teriak tentangga sebelah, yang tak lain adalah kaka ipar ku sendiri. Aku hanya diam tak berani menjawab, seketika air mataku menetes, aku hanya bisa menangis dalam diam.
Esoknya aku berdiri di depan rumahku sambil menggendong Abidal. Terlihat kakak ipar ku menggendong anak perempuannya, Indah namanya. " Lihatlah anakku cantik dan sehat, maklum anak yang terurus beda dengan anak yang tidak terurus, tidak seperti dia!, Anaknya kurus, kurang gizi seperti anak cacingan! " Sambil melirikku. Mendengar dia menyindir ku seperti itu, aku marah tapi tetap aku tahan. " Mil..ini Mil, suapkan anakmu, jangan dengarkan ocehan mereka " uwa Asong(ibu nya Andi) memberiku sedikit nasi dan sayur untuk Abidal. " Iya wa, makasih " Aku mulai menyuapi Abidal, namun Abidal tetap tak mau makan, aku memaksanya makan walaupun cuma sedikit, karna Abidal belum makan dari pagi. Ketika Abidal sudah kenyang, aku masuk ke dalam dan menutup pintu. Aku mulai memakan nasi sisaan Abidal, aku melahap nasi dengan gemetar. Sorenya seperti biasa aku menyusui Abidal hingga ia tertidur, dan pada saat Abidal sudah tidur, aku mengambil kes
esoknyaAku tak bisa tidur, karena memikirkan kejadian kemarin. Di tambah lagi dengan badan Evan yang sangat berbau alkohol, membuatku mual.Evan bangun dari tidurnya, dan menyuruhku membuat sarapan." Nih Mil...belikan tiga bungkus mie instan "Seperti biasa di pagi hari, aku hanya membeli tiga bungkus mie, dua untuk Evan, dan satu untukku. Aku hanya makan di pagi hari, di siang hari aku hanya menggigit jari.Selesai sarapan. tanpa berkata, Evan langsung berangkat untuk bekerja.Di siang hari yang terik ini, aku sangat haus dan lapar, aku sebenarnya tak tahan untuk mempertahankan ini. Aku juga tak tega dengan Abidal yang tiap hari menangis karna lapar. Aku tak berani untuk meminta pada ibuku, karna aku yang menginginkan ini semua, maka dari itu aku harus menanggungnya sendiri.Tok..tok..tok.."biiii...biii..."
Saat ini Evan beralih profesi menjadi tukang ojek. Walau aku tak di beri uang namun aku tetap mendoakan yang terbaik untuk suamiku. Namun mengapa profesinya saat ini membuatku semakin tersiksa? Dia selalu mengantar jemput Kaila! MANTANNYA! Terlihat tangan Kaila yang melingkari pinggang Evan. sebagai seorang istri tentu aku cemburu yang amat sangat, Rasanya ingin ku cabik-cabik Kaila. malamnya Evan pun pulang. Aku bertanya padanya mengapa dia terus menerus mengantar Kaila. apa tidak ada orang lain?Plak !!satu tamparan mengenai pipiku, perih rasanya." KAMU ITU SELALU SAJA CEMBURU AKU MUAK DENGAN SIKAPMU! " bentak Evan dengan meninggikan suaranya.Aku yang lebih muak dengan sikapmu Van! Aku berhak cemburu karna aku adalah istri sahmu, istri mana yang menerima suaminya berboncengan dengan wanita lain. Sakit rasanya hatiku terus di perlakukan seperti ini, setiap aku cemburu akan kedekatannya dengan
Aku melangkah pergi dengan berat hati, perjuangan ku mempertahankan hubungan ini telah berakhir, aku tak perlu lagi menahan rasa sakit yang ia berikan. Aku bebas....aku bebas dari ruang yang gelap!Evan pov:Aku terbangun dari tidur nyenyakku. saat itu aku tak melihat Kamila ataupun Abidal, di ruangan itu sepi, hanya ada aku. Lalu aku melihat sebuah kertas tergeletak di sampingku, aku mulai membuka nya, ternyata itu adalah sebuah surat, lalu aku membacanya. Aku permisi... Aku tak kuat menghadapi sikapmu yang terus menerus seperti itu. Aku tahu! Aku punya banyak kekurangan. Mungkin kau sudah bosan dan muak melihatku, mungkin dengan kepergianku bisa
Setiap menjelang petang, sudah menjadi kebiasaan Dito untuk datang ke rumah ku dengan membawa beberapa makanan dan lainnya.Kebaikan Dito membuatku tak ingin kehilangan sahabat seperti dia, bahkan aku menganggapnya sebagai kakak laki-lakiku. Aku anak pertama jadi aku merindukan sosok kakak yang bisa menyemangatiku seperti Dito.Dia sangat bersikap dewasa, kadang kala dia menasehatiku dan sangat menjagaku, apa lagi aku sedang hamil tanpa dampingan seorang suami.Kehidupanku yang sekarang sudah lebih baik, aku mulai merawat penampilanku. Tubuhku sekarang lebih berisi dibandingkan dulu yang sangat kurus dan lusuh. Aku tak mau lagi di hina oleh orang lain hanya karna penampilanku.Dito menemaniku dari awal hamil sampai melahirkan, aku melahirkan anak perempuan yang ku beri nama Tiara. Seperti biasa, Dito yang memberi segala macam kebutuhanku sampai kebutuhan bayiku.***Kini Tiara sudah berumur 1 tahun. Dia tumb