Home / Romansa / Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa / Bab 13. Retakan Dalam Bayangan

Share

Bab 13. Retakan Dalam Bayangan

Author: Lily Dutch
last update Last Updated: 2025-10-02 00:01:21

Malam itu Araya tidak bisa tidur. Kata-kata Adrien di depan pintu kamarnya terus berputar dalam kepalanya, seakan suara itu menempel di dinding ruangannya.

“Tidurlah, Araya. Kau butuh tenaga… untuk babak berikutnya.”

Babak berikutnya? Ia menggertakkan giginya, mencoba menenangkan diri, tapi rasa cemas semakin menebal. Adrien selalu bicara dengan lapisan makna. Setiap ucapannya bukan sekadar ancaman kosong, melainkan teka-teki yang harus ditebak arahnya.

Ketika fajar menyingkap tirai malam, Araya duduk di pinggir ranjang dengan mata sembab. Ia merasakan lelah di setiap helaan napasnya, tapi juga tekad yang lebih keras dari sebelumnya. Ia tahu, kalau hanya bertahan pasif, ia akan benar-benar hancur. Adrien terlalu lihai, terlalu sabar, terlalu licik. Araya harus mulai menyerang balik—meski langkah kecil, meski dengan risiko besar.

Hari itu ia sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya saat membawa baki sarapan ke ruang makan. Bukan karena takut,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 20. Di Ujung Tali

    Araya duduk di tepi ranjang, tubuhnya gemetar tanpa alasan yang jelas. Di luar, hujan turun deras, membasahi jendela dengan irama monoton. Namun yang membuatnya tak bisa bernapas bukanlah suara hujan—melainkan gema tatapan Adrien semalam di balkon, tatapan yang terus menghantui.Ia mengusap wajah dengan kedua tangan. “Aku gila,” bisiknya. “Aku benar-benar gila.”Satu sisi dirinya ingin lari sejauh mungkin, ingin menjerit dan merobek semua ikatan. Tapi sisi lain… sisi lain justru mencari-cari kehadiran Adrien, merindukan jeda rapuh yang ia lihat, merindukan suara rendah yang hanya keluar ketika topeng kekuasaan pria itu runtuh.Araya menunduk, menggigit bibir sampai perih. Ia merasa seperti seseorang yang diikat pada tali panjang: semakin keras ia menarik untuk bebas, semakin kencang simpul itu menjerat lehernya.Hari berikutnya, Adrien pulang larut. Araya semula berniat menghindar, tapi ketika mendengar langkahnya di lorong, hatinya just

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 19. Batas Yang Kian Kabur

    Araya berdiri di depan cermin kamarnya, menatap bayangan diri yang kian asing. Rambutnya sedikit berantakan, matanya tampak lelah, tapi bukan itu yang membuatnya tercekat. Yang menghantamnya adalah sorot matanya sendiri—seakan ada sesuatu yang retak di dalam sana.Ia masih mengulang mantranya: Aku membencinya. Aku harus membencinya.Namun kata-kata itu terasa hambar. Setiap kali bibirnya mengucap, jantungnya justru memukul lebih kencang, dan wajah Adrien muncul di kepalanya—tatapan rapuh yang dilihatnya di ruang gelap, suara serak ketika berkata dunia terlalu berat, dan sentuhan singkat di lorong ketika lilin hampir jatuh.Araya meremas pinggiran meja, berusaha menahan gemetar tangannya. Ia muak pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia yang selama ini menolak, justru kini dihantui oleh sisi manusia Adrien?Hari itu, Adrien pulang lebih cepat dari biasanya. Hujan baru saja reda, dedaunan di taman masih meneteskan air. Ia masuk ke

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 18. Retakan Di Dalam Sunyi

    Malam itu Araya terbangun oleh suara pintu terbuka. Ia menahan napas, jantungnya berdegup kencang, pikirannya langsung dipenuhi kemungkinan terburuk. Namun langkah kaki itu pelan, tidak menggedor lantai dengan amarah seperti biasanya.Ketika ia menoleh, Adrien berdiri di ambang pintu. Rambutnya berantakan, kemejanya tidak terkancing sempurna, wajahnya terlihat letih. Bukan Adrien yang ia kenal: penuh kuasa, penuh ancaman. Kali ini, pria itu tampak… manusia.“Kenapa kau di sini?” suara Araya lirih, hampir tercekat.Adrien tidak menjawab. Ia hanya melangkah masuk, menutup pintu pelan, lalu berdiri bersandar pada dinding. Sejenak, hanya ada suara napas mereka.“Aku tidak bisa tidur,” ucapnya akhirnya.Araya menelan ludah. “Itu bukan urusanku.”Adrien tersenyum tipis, tapi tidak ada ejekan di sana. Lebih seperti senyum kosong seseorang yang kelelahan. “Mungkin bukan. Tapi entah kenapa kakiku membawaku ke sini.”Araya menggen

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 17. Tarikan Yang Tak Terucap

    Pagi itu matahari menembus tirai tipis, meninggalkan jejak cahaya lembut di lantai kayu. Araya duduk di meja makan, menunduk sambil menyendok bubur yang sudah dingin. Adrien ada di seberangnya, membaca koran dengan wajah tenang.Biasanya, setiap kali mereka duduk berdua, suasana selalu tegang—penuh tatapan menusuk dan kalimat sinis. Namun hari ini berbeda. Ada hening yang tidak menakutkan, melainkan… aneh.Araya mencuri pandang. Adrien tampak serius membaca, tapi jemarinya mengetuk meja pelan, ritmis, seolah pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Ada lingkar gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur.“Kenapa kau menatapku?” suara Adrien tiba-tiba memecah keheningan, membuat Araya tersentak.“A-aku tidak menatapmu,” Araya buru-buru menunduk, wajahnya memanas.Adrien menurunkan koran, menatapnya lekat. Senyum tipis muncul, tapi bukan senyum menghina. “Kau masih buruk dalam berbohong.”Araya meremas sendok di tangannya. “Kau sela

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 16. Luka Yang Disembunyikan

    Malam itu hujan turun deras, menghantam atap rumah seperti ribuan jarum yang menusuk satu per satu. Araya terjaga, duduk di tepi ranjang sambil meremas jemari tangannya sendiri. Ia merasa gelisah, bukan hanya karena suara hujan, tapi karena perasaan aneh yang sejak beberapa hari terakhir terus mengganggu.Sejak percakapan terakhir, Adrien terlihat berbeda. Ia masih menguasai, masih menusuk dengan kata-kata, tapi sesekali, di balik tatapan tajamnya, Araya menangkap sesuatu: sekilas kosong, sekilas perih, seolah ada luka lama yang terbuka.Namun begitu ia mencoba meyakinkan dirinya, Araya selalu menepis: mungkin itu hanya khayalannya. Adrien tidak mungkin rapuh. Adrien adalah penjara itu sendiri.Ketika Araya menuruni tangga untuk mengambil air, ia menemukan Adrien duduk sendirian di ruang tamu. Lampu utama tidak menyala, hanya cahaya kecil dari lampu meja yang redup.Adrien duduk membungkuk, kedua sikunya bertumpu pada lutut, dan tanganny

  • Tawanan Bilik Panas Tuan Penguasa   Bab 15. Retakan Dalam Cermin

    Malam itu, Araya duduk di tepi ranjang dengan tangan memeluk lutut. Lampu redup kamar hanya memberi cahaya samar, membuat bayangannya di dinding tampak panjang dan rapuh. Udara dingin merayap masuk dari celah jendela, namun rasa dingin itu tidak sebanding dengan kengerian yang menggerogoti dadanya.Ia menatap cermin kecil di seberang ranjang. Bayangannya kembali menatapnya, namun semakin lama ia menatap, semakin ia merasa pantulan itu bukan dirinya. Ada sesuatu di balik mata itu—samar, gelap, seperti sebuah bayangan yang menunggu kesempatan untuk keluar.“Bukan aku…” bisiknya lirih, menutup wajah dengan kedua tangan.Tetapi suara lain di kepalanya membisikkan hal berbeda: Atau mungkin itu bagian dirimu yang kau sembunyikan. Bagian yang Adrien sudah lihat sejak lama.Araya mengguncang kepalanya keras-keras. “Tidak! Itu hanya kata-katanya… Itu hanya permainan dia.”Namun semakin ia mencoba menepis, se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status