Home / Fantasi / Tawanan Hati Sang Raja / 3. Jatuh Hati Pada Putri Musuh

Share

3. Jatuh Hati Pada Putri Musuh

Author: Yuyun Batalia
last update Last Updated: 2024-04-24 07:35:41

"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.

Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia."

"Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini."

"Baik, Yang Mulia."

Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai.

"Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.

Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."

Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.

Dia ingin mencabik-cabik tubuh Winston dan  yang lainnya, tapi demi membalas dendam dia harus membungkuk pada mereka semua.

Namun, tatapan penuh cinta dan kasih sayang yang ditunjukan Xinlaire pada Raylene bukanlah sandiwara, katakanlah pada awalnya memang seperti itu, tapi ia mengenal Raylene lebih jauh dia benar-benar jatuh cinta pada Raylene.

Wanita seperti Raylene sebenarnya tidak cocok menjadi anak Winston. Raylene memiliki hati yang baik dan lembut. Meski dia hanya seorang putri, tapi dia tetap memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

Hanya saja ego Xinlaire tidak mengizinkannya untuk mengakui bahwa ia telah jatuh hati pada putri musuhnya sendiri.

Cukup dia saja yang tahu bahwa cintanya untuk Raylene bukanlah sandiwara.

"Terima kasih atas pujianmu, Putri Raylene. Aku sangat menghargainya."

Hati Raylene berdarah, wanita itu tidak bisa mengatakan apapun lagi. Xinlaire benar-benar telah meracuni hatinya hingga mati tanpa belas kasihan sedikitpun.

"Yang Mulia, silahkan," seru Vivian pada Raylene.

Raylene tidak memiliki alasan lagi untuk tetap berada di sana, dia keluar dari ruangan itu. Dia akan mengingat dengan baik kata-kata Xinlaire bahwa di masa depan dia tidak akan pernah menginjakan kakinya ke sana lagi.

Sekali lagi Raylene kembali ke ruangannya dalam keadaan yang menyedihkan. Tubuhnya jatuh ke lantai, ia sudah begitu banyak menangis, tapi air matanya seolah tidak habis sama sekali.

Ia semakin dihantam rasa bersalah terhadap orangtuanya, bahkan dia tidak bisa mengirimkan orangtuanya ke tempat peristirahatan terakhir mereka. Dia benar-benar putri yang tidak berbakti. Orangtuanya seharusnya tidak memiliki putri pembawa malapetaka sepertinya.

Raylene bersujud seolah orangtuanya ada di depannya. "Ayah, Ibu, maafkan aku." Wanita itu mengulanginya lagi dan lagi, tapi itu tidak berlangsung lama karena Melissa yang baru saja tiba segera menghentikan Raylene.

"Yang Mulia!" Melissa sakit hati melihat kening Raylene berdarah. Wanita itu buru-buru menarik Raylene ke dalam pelukannya. "Tenanglah, Yang Mulia. Tenanglah." Wanita itu bicara dengan napas yang tidak beraturan.

Tidak lama setelah itu, Raylene kembali kehilangan kesadarannya. Vivian yang mengetahui hal itu dari Raylene segera memanggil tabib istana.

Vivian telah ditugaskan untuk mengawasi Raylene, jadi dia tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan  Raylene tanpa pemeriksaan tabib.

Sementara itu di penjara, Xinlaire sedang bertemu dengan Raphael yang di rantai di kedua tangan dan kakinya.

Kemarin pria itu masih memiliki seluruh kehormatan dengan mahkota yang bertahta di atas kepalanya, tapi hari ini penampilannya sungguh berbanding terbalik. Mahkota di atas kepalanya telah berpindah ke kepala Xinlaire.

Pakaian mewahnya yang hanya bisa dikenakan oleh putra mahkota telah compang-camping dengan noda darah yang telah mengering.

Wajah tampannya juga terdapat luka lebam dan goresan pedang.

Tatapan setajam pedang diarahkan oleh Raphael pada Xinlaire. Seperti Raylene, dia telah tertipu oleh pria itu. Ia pikir Xinlaire adalah pria yang baik, tapi ternyata dia telah memelihara ular berbisa di sekitarnya yang akhirnya mematuk tuannya sendiri.

Awalnya dia sangat kagum pada bakat Xinlaire dalam berperang, dia tidak pernah iri pada Xinlaire karena para prajurit tampak lebih mengidolakannya daripada dirinya sang putra mahkota.

Raphael memiliki pemikiran bahwa dengan Xinlaire di sisinya maka mereka bisa membuat kerajaan Allegra berada dalam masa kejayaan. Dia tleha menganggap Xinlaire bukan hanya seperti seseorang yang bisa ia mintai pendapat, tapi juga sebagai saudaranya.

Namun, siapa yang menyangka bahwa ternyata Xinlaire merupakan seorang pengkhianat. Pria itu menyerang pada saat yang tepat, membunuh orangtuanya dan merebut kekuasaan.

Raphael tidak tahu kapan pastinya Xinlaire merencanakan penyerangan itu, tapi yang pasti itu tidak mungkin direncanakan dalam waktu singkat karena semuanya tertata dengan rapi.

"Jenderal Luca, lebih baik kau membunuhku atau aku pasti akan membunuhmu suatu hari nanti!"

Xinlaire tersenyum mengejek Raphael. "Dengan keadaanmu seperti ini kau masih berani bermimpi membunuhku? Raphael bahkan dalam keadaan tidak dirantai saja kau tidak akan bisa mengalahkanku!"

"Jadi, seperti inilah wajah aslimu," sinis Raphael. Selama ini tampaknya pria di depannya yang berdiri dengan angkuh selalu merendahkannya di belakangnya. "Kau telah menipu semua orang yang sangat mempercayaimu, Jenderal Luca dunia akan mengutukmu!"

"Kau harus tahu bahwa aku mendapatkan kemampuan menipu itu dari ayahmu, Raphael. Dan ya, tidak akan ada yang mengutukku karena apa yang terjadi pada orangtuamu dan seluruh pendukungnya adalah apa yang pantas mereka dapatkan."

"Tutup mulutmu, Luca!"

"Kenapa? Apakah aku salah? Kau pasti tidak lupa bagaimana cara ayahmu mendapatkan kekuasaan dua puluh tahun lalu. Oh benar, aku bukan Luca. Biarkan aku memperkenalkan diriku padamu dengan benar. Aku adalah Xinlaire Allegra, putra dari Raja Dawson yang telah dikhianati oleh bajingan Winston."

Kata-kata Xinlaire membuat Raphael terkejut, pria itu menatap Xinlaire tidak percaya. "Bagaimana mungkin, kau sudah tewas dua puluh tahun lalu."

"Sayangnya pada hari itu aku diselamatkan oleh Jenderal Aegis," balas Xinlaire. "Oh, benar, jika kau tidak percaya padaku, aku bisa mengingatkanmu tentang sesuatu yang mungkin masih kau ingat. Sehari sebelum pengkhianatan dilakukan oleh ayahmu, aku telah menyelamatkan hidupmu ketika kau hampir tenggelam di danau, apakah kau mengingat hari itu, Raphael?"

Di masa lalu, Xinlaire dan Raphael memiliki hubungan yang sangat baik. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, entah itu bermain atau belajar.

Raphael diam sejenak, dia tentu saja masih ingat tentang hari itu. Jika tidak ada Xinlaire yang pandai berenang maka dia pasti sudah tewas tenggelam.

Jadi, pria yang berdiri di depannya saat ini benar-benar Xinlaire.

"Meski kau adalah Xinlaire, kau tetap manusia tercela. Kau telah membunuh pamanmu sendiri!"

"Paman? Sayang sekali Winston bukanlah pamanku. Dia tidak memiliki darah Allegra sama sekali. Kakekku bukanlah ayah kandungnya, dia adalah putra dari mendiang sahabat Kakek, Kakek memiliki utang nyawa pada ayah kandung Winston oleh sebab itu dia menikahi ibu Winston dan mengakui Winston yang saat itu berada dalam kandungan ibunya sebagai anaknya sendiri.

Ayahmu mengetahui tentang rahasia yang disimpan rapat itu, dia telah membunuh seluruh orang yang mengetahui tentang rahasia itu. Dan terakhir ayahmu melakukan pengkhianatan untuk memiliki sesuatu yang  bukan miliknya.

Ayahmu adalah manusia paling tercela di dunia ini, bukan hanya tidak tahu terima kasih, dia juga bermimpi untuk mewarisi tahta yang hanya boleh diwarisi oleh keturunan sah Allegra."

Lagi-lagi Raphael terdiam. Apakah yang dikatakan oleh Xinlaire adalah kebenaran? Jadi, ayahnya bukanlah keturunan Allegra, yang artinya ia juga bukan keturunan Allegra.

Jika seperti itu maka semuanya masuk akal, tidak heran jika ayahnya bisa menusukan pedang pada saudaranya sendiri, karena ternyata Raja Dawson tidak memiliki hubungan darah dengannya sama sekali.

Namun, meski tahu bahwa ayahnya salah, Raphael tetaplah seorang anak. Bagaimana mungkin dia bisa menerima orangtuanya dibunuh dengan alasan apapun.

Daripada kehilangan orangtuanya, dia lebih berharap Xinlaire tidak selamat, dengan begitu tidak akan ada yang membalas dendam pada orangtuanya.

"Lebih baik kau membunuhku, Xinlaire. Atau aku pasti akan menuntut balas atas kematian keluargaku!"

"Sayangnya aku tidak akan membunuh keturunan Winston. Salah satu alasan kenapa Winston merebut kekuasaan dari ayahku adalah untuk mengamankan posisi anak-anaknya, terutama dirimu. Aku ingin kalian melihat bahwa sampai kapan pun tahta kerajaan Allegra tidak akan pernah menjadi milik keturunan Winston!"

Dari kata-kata Xinlaire, Raphael menyimpulkan bahwa saat ini adiknya masih hidup. "Dari sekian banyak cara membalas dendam kau menggunakan Raylene untuk masuk ke istana. Xinlaire, kau benar-benar memalukan!"

"Apa yang salah dengan menggunakan Raylene? Membuatnya jatuh cinta padaku, lalu mematahkan hatinya, setelah itu aku berhasil merebut kembali tahta. Bukankah aku membunuh banyak burung dengan menggunakan adikmu."

Darah Raphael mendidih mendengar kata-kata Xinlaire. Dia tahu seberapa tulus adiknya mencintai Xinlaire, tapi ternyata Xinlaire menipunya habis-habisan.

"Xinlaire, suatu hari nanti kau pasti akan mendapatkan karmamu karena telah mempermainkan hati Raylene. Tidak akan ada wanita yang bisa mencintaimu sebaik Raylene."

Xinlaire mendengkus sinis, menunjukan seolah dia tidak peduli sama sekali dengan cinta Raylene. "Kau kira dicintai oleh adikmu adalah sesuatu yang sangt istimewa? Raphael, kau menganggap adikmu terlalu tinggi. Ada ribuan wanita yang akan melemparkan dirinya padaku.

Dan cinta, aku tidak membutuhkan cinta dari wanita mana pun di dunia ini."

Raphael benci keangkuhan Xinlaire, dia benar-benar mengasihani adiknya karena telah ditipu dan dipermainkan oleh Xinlaire.

Raphael bersumpah di dalam hatinya, bahwa jika suatu hari nanti dia bisa keluar dari penjara ini dia pasti akan membuat Xinlaire membayar segalanya. Darah kedua orangtua dan keluarganya serta air mata adiknya.

tbc

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Hati Sang Raja   61. Mari Akhiri Sampai Di Sini - End

    Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun

  • Tawanan Hati Sang Raja   60. Hari Ini Aku Pasti Akan Membunuhmu

    Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.

  • Tawanan Hati Sang Raja   59. Karena Aku Masih Manusia

    Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t

  • Tawanan Hati Sang Raja   58. Tidak Punya Pilihan Lain

    Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa

  • Tawanan Hati Sang Raja   57. Tidak Ditakdirkan Untuk Bersama

    "Bagaimana dengan pasukan bantuan Kerajaan Allegra?" Bennedict bertanya pada mata-mata yang ia kirim untuk mengawasi di luar gerbang kota Vegaz, kota yang terletek sebelum kota Perth. Jika pasukan bantuan ingin pergi ke kota Perth, maka mereka harus melewati gerbang kota Vegaz terlebih dahulu."Pasukan bantuan Kerajaan Allegra masih berada di Kota Vegaz, Yang Mulia. Belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan Kota Vegaz."Senyum tampak di wajah Bennedith. Pasukan bantuan tampaknya sangat berhati-hati. Mungkin saat ini mereka masih menyusun strategi untuk menembus para pasukannya yang telah mengepung Kota Perth.Tidak peduli strategi apapun yang sedang direncanakan oleh para jenderal Allegra, mereka tidak akan bisa mencapai grebang kota Perth. Pasukannya telah berjaga di bukit bebatuan, jika pasukan bantuan melewati bukit bebatuan itu, maka pasukannya akan menghujani pasukan bantuan dengan panah api dan batu dari atas.Pada akhirnya pasukan bantuan hanya akan menarik mundur pasukann

  • Tawanan Hati Sang Raja   56. Mengingat Semuanya

    Pasukan musuh berhasil memanjat dinding benteng, serangan panah api dan bola api berhasil membuat pasukan yang berjaga di atas benteng berguguran.Raylene memegang pedangnya kuat, saat ada prajurit yang berhasil naik ia akan mengayunkan pedangnya membunuh prajurit-prajurit itu. Situasi di atas benteng semakin memanas, api di mana-mana, suara denting pedang beradu terdengar hampir di setiap sudut.Xinlaire memperhatikan Raylene yang berada tidak begitu jauh darinya sembari terus menyerang pasukan musuh. Xinlaire tidak bisa tidak memuji keberanian istrinya, baik dulu ataupun sekarang ini adalah pertama kalinya Raylene ikut dalam peperangan seperti ini, tapi Raylene tidak takut sama sekali. Ia benar-benar tidak salah jatuh cinta pada Raylene.Waktu berlalu, pasukan musuh kini ditarik mundur. Gerbang kota Perth masih bisa dipertahankan. Hari ini kerajaan Onyx kehilangan cukup banyak pasukannya, begitu juga dengan Allegra.Prajurit mulai mengangkat mayat-mayat yang bergeleta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status