Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.
Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.
Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.
Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.
Selain memburu pendukung Winston, Xinlaire juga telah mengeksekusi semua pejabat korup, pria itu memberikan hukuman paling ringan menyita semua harta benda mereka atau hukuman mati.
Xinlaire ingin mengembalikan Allegra seperti ketika dipimpin oleh ayahnya, di mana tidak ada nepotisme, pajak yang tinggi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Setelah mendengarkan semua laporan dari para pejabatnya, Xinlaire meninggalkan ruang pemerintahan dan pergi ke ruang kerjanya.
"Yang Mulia, Nona Charlotte datang untuk menghadap." Edmund, pelayan utama Xinlaire berdiri beberapa Langkah dari tempat Xinlaire duduk.
"Biarkan dia masuk."
"Baik, Yang Mulia." Pria berusia di awal empat puluhan tahun itu segera mundur lalu kemudian keluar dari ruangan itu.
Seorang wanita dengan gaun yang indah melangkah masuk ke dalam sana. Wajah wanita itu dihiasi dengan senyuman yang semakin membuatnya telrihat memesona.
"Charlotte menghadap Yang Mulia." Wanita itu menunduk memberi hormat.
Xinlaire menghentikan pekerjaannya sejenak, pria itu memberikan sedikit perhatiannya pada Charlotte. "Apa yang membawa Nona Charlotte datang ke sini?"
"Saya hanya ingin melihat Yang Mulia. Satu minggu ini pasti sangat melelahkan bagi Anda jadi saya membawakan teh herbal yang bisa membantu menjaga stamina Anda." Charlotte bicara dengan lembut. Wanita ini adalah putri sulung perdana menteri, sahabat mendiang ayah Xinlaire.
"Terima kasih atas kekhawatiranmu terhadap kondisiku, silahkan letakan saja teh nya di meja."
"Ya, Yang Mulia." Charlotte meletakan teh yang ia bawa sendiri untuk Xinlaire. "Yang Mulia tampak sedikit lelah, biarkan aku memberikan pijatan untuk Anda."
"Tidak perlu, Nona Charlotte." Xinlaire menolak dengan tegas. "Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, maka kau bisa pergi dari sini. Aku masih memiliki beberapa hal yang perlu aku urus."
Charlotte ingin berada di sana lebih lama lagi, tapi tampaknya Xinlaire tidak ingin diganggu. Tidak apa-apa, akan tiba waktunya dia memiliki lebih banyak waktu dengan Xinlaire. Pada akhirnya pria itu akan tetap menjadi suaminya, dan dia akan menjadi ratu Allegra.
Sejak pertama kali Charlotte bertemu dengan Xinlaire beberapa tahun lalu dia telah jatuh hati pada pria itu. Dia mulai terus menerus bertanya pada ayahnya tentang Xinlaire yang pada saat itu menggunakan identitas Luca.
Dia sangat senang ketika mengetahui bahwa sebelumnya orangtuanya dan Xinlaire telah menjodohkan anak sulung mereka jika berjenis kelamin berbeda.
"Kalau begitu saya akan pergi. Yang Mulia tolong jaga Kesehatan Anda."
Xinlaire hanya membalas dengan dehaman singkat. Charlotte keluar dari sana, tapi pria itu tidak meninggalkan istana melainkan pergi ke tempat tinggal Raylene.
Wanita itu masuk ke dalam ruangan pribadi Raylene, melihat Raylene yang duduk melamun dengan tatapan kosong.
Senyum mengejek tampak di wajah Charlotte. Dia sudah tidak menyukai Raylene sejak lama karena Raylene terlalu sempurna sebagai seorang wanita dan disukai oleh banyak orang.
Dia tahu bahwa Raylene hanyalah putri dari seorang raja yang serakah, oleh sebab itu dia selalu mengutuk Raylene. Atas dasar apa wanita seperti Raylene mendapatkan hidup yang sempurna saat ayahnya adalah seorang pendosa yang mengerikan.
Di depan Raylene, Charlotte selalu menunjukan kesopanannya. Charlotte tidak akan membahayakan dirinya dan keluarganya dengan memperlihatkan rasa tidak sukanya terhadap sang putri.
Hingga akhirnya dia mengetahui bahwa pemilik tahta yang sebenarnya masih hidup dan ternyata ayahnya adalah pria yang telah menyelamatkan nyawa sang pewaris.
Charlotte sangat senang, hari di mana dia menunduk pada Raylene akan segera berakhir. Dan Raylene yang terhormat akan memiliki akhir yang tragis ketika sang pewaris mengambil kembali tempatnya.
Dia telah menahan dirinya selama tiga tahun lebih, melihat pria yang akan menjadi suaminya berdekatan dengan wanita lain, tapi dia tidak menunjukan kecemburuan itu sama sekali karena dia tahu bahwa semua itu hanyalah sandiwara. Dia tidak akan mengacau rencana yang telah dibuat oleh Xinlaire agar mendapatkan kembali tahtanya.
"Putri Raylene, kau terlihat begitu menyedihkan." Suara Charlotte terdengar prihatin, tapi matanya menunjukan kebahagiaan.
Raylene mengabaikan Charlotte, dia hidup dalam dunianya sendiri saat ini. Sejak beberapa hari lalu Raylene telah membisu.
"Putri Raylene, aku sedang bicara denganmu. Ke mana sopan santunmu?" Charlotte bersuara lagi. Biasanya dia yang selalu menjaga sopan santunnya di depan Raylene, tapi hari ini dia bisa mempertanyakan tentang sopan santun Raylene karena dia sudah bisa menginjak-injak Raylene di bawah kakinya.
Raylene masih mengabaikannya, tapi Charlotte enggan pergi. Dia masih ingin ada di sana untuk mengolok-olok Raylene.
"Bagaimana rasanya jatuh dari ketinggian, Putri Raylene?" Suara itu penuh ejekan. "Sangat menyakitkan, bukan?"
Raylene masih diam. Tatapan wanita itu terus mengarah ke luar jendela.
"Tentu saja menyakitkan, oh lebih menyakitkan mana jatuh dari ketinggian atau kenyataan bahwa pria yang kau cintai ternyata hanya memanfaatkanmu untuk membalas dendam? Duniamu pasti sangat hancur sekarang? Ckck, kau pantas mendapatkannya, Raylene. Kau adalah putri pendosa, darah kotor itu menyatu di dalam tubuhmu."
Meski Raylene diam saja, tapi kata-kata Charlotte bisa dia dengar dengan baik. Pantas mendapatkannya? Benar, dia memang pantas mendapatkannya karena kesalahan yang telah diperbuat oleh ayahnya, tapi dia juga tidak akan menyalahkan ayahnya karena sebagai seorang ayah, ayahnya tidak pernah gagal.
"Kau sangat bangga karena Yang Mulia Raja tampak sangat mencintaimu, ckck tapi yang sebenarnya itu hanyalah tipuan untuk meperdayamu. Putri Raylene, kau harus tahu ini bahwa aku dan Yang Mulia Raja telah dijodohkan sejak kami kecil, aku benar-benar muak melihatmu merayu calon suamiku, tapi syukurlah akhirnya semuanya berakhir.
Aku dan Yang Mulia Raja akan segera menikah, statusku akan berada di atasmu. Aku tidak perlu menundukan kepalaku lagi pada wanita sepertimu." Charlotte sejujurnya tidak puas dengan Raylene hanya berakhir seperti ini saja, seharusnya Raylene dikirim ke istana dingin, disiksa di sana bukan masih tetap menempati kediaman pribadinya yang indah.
Hati Raylene seperti ditusuk-tusuk mendengar kata-kata Charlotte, tapi dia tetap tidak mengatakan apapun.
Charlotte mendengkus sinis, akan sangat baik jika ia bisa mencakar wajah cantik Raylene, tapi lupakan saja dia tidak perlu mengotori tangannya. Pada akhirnya tidak ada gunanya Raylene dengan kecantikan itu karena Xinlaire teramat sangat membenci wanita itu sekarang.
"Jika aku jadi kau, aku akan lebih memilih untuk mengakhiri hidupku sendiri, Putri Raylene. Tidak ada lagi yang menginginkanmu di dunia ini." Usai mengatakan kalimat kejam itu, Charlotte segera meninggalkan ruang pribadi Raylene.
Air mata Raylene jatuh ketika pintu telah kembali tertutup, dia membenci dirinya sendiri karena masih sakit hati setelah mendengar bahwa Xinlaire akan menikah dengan Charlotte.
Dia benar-benar menyedihkan, bahkan setelah apa yang telah dilakukan oleh Xinlaire terhadap dirinya dan keluarganya, dia masih memiliki perasaan terhadap pria itu.
Raylene menjadi semakin murung, jika dia memiliki pilihan antara hidup dan mati, dia pasti akan lebih memilih mati. Hidup seperti ini terlalu kejam baginya, tapi sayangnya dia tidak memiliki pilihan.
Xinlaire ingin membuat hidupnya lebih buruk daripada kematian. Pria itu memenjarakannya dalam neraka dunia. Dan dia telah berhasil, ini baru permulaan, tapi rasanya sudah sangat menyakitkan. Ia tidak tahan, tapi harus menahannya bahkan jika ia tidak bisa menanggungnya.
Dalam satu minggu ini ia harus memaksakan dirinya menelan sarapan, makan siang dan makan malamnya meski dia tidak memiliki selera makan sama sekali.
Bahkan ketika dia sudah muntah, dia masih harus menghabiskan makanannya, karena jika dia tidak menghabiskannya maka kakaknya yang ada di penjara tidak akan diberi makan dan dibiarkan kelaparan selama berhari-hari.
Tubuhnya sudah bukan dirinya lagi yang mengaturnya, setiap gerak-geriknya dibatasi oleh Xinlaire. Dia memang masih tinggal di tempat tinggalnya, tidak diletakan di istana dingin yang terabaikan, tapi tempat yang biasanya begitu nyaman dan sangat dia sukai ini berubah menjadi sangkar emas yang memenjarakannya.
Raylene tahu bahwa alasan kenapa Xinlaire memerintahkan Vivian untuk mengawasi jadwal makannya, adalah untuk memastikan agar ia tidak mati karena kelaparan. Pria itu tidak mengizinkannya mati dengan cara apapun.
Apa yang ada di pikiran Raylene tidak sepenuhnya salah, Xinlaire memang tidak ingin Raylene mati kelaparan atau karena alasan apapun. Itu bukan karena Xinlaire ingin terus menyiksa Raylene, melainkan agar dia tidak kehilangan Raylene.
Cinta Xinlaire terhadap Raylene cukup besar, tapi sebesar apapun itu masih tidak cukup untuk memadamkan api kebencian dan dendam yang ada di hatinya.
Dia bisa mengampuni nyawa Raylene, tapi tidak dengan orang-orang lainnya. Namun, dia juga tahu bahwa dia dan Raylene tidak mungkin kembali seperti sebelum malam pernikahan mereka.
Raylene tidak akan pernah menunjukan senyuman tulus dan penuh cintanya lagi terhadapnya karena kedua tangannya lah yang telah mengambil nyawa orangtua Raylene.
tbc
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t
Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa
"Bagaimana dengan pasukan bantuan Kerajaan Allegra?" Bennedict bertanya pada mata-mata yang ia kirim untuk mengawasi di luar gerbang kota Vegaz, kota yang terletek sebelum kota Perth. Jika pasukan bantuan ingin pergi ke kota Perth, maka mereka harus melewati gerbang kota Vegaz terlebih dahulu."Pasukan bantuan Kerajaan Allegra masih berada di Kota Vegaz, Yang Mulia. Belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan Kota Vegaz."Senyum tampak di wajah Bennedith. Pasukan bantuan tampaknya sangat berhati-hati. Mungkin saat ini mereka masih menyusun strategi untuk menembus para pasukannya yang telah mengepung Kota Perth.Tidak peduli strategi apapun yang sedang direncanakan oleh para jenderal Allegra, mereka tidak akan bisa mencapai grebang kota Perth. Pasukannya telah berjaga di bukit bebatuan, jika pasukan bantuan melewati bukit bebatuan itu, maka pasukannya akan menghujani pasukan bantuan dengan panah api dan batu dari atas.Pada akhirnya pasukan bantuan hanya akan menarik mundur pasukann
Pasukan musuh berhasil memanjat dinding benteng, serangan panah api dan bola api berhasil membuat pasukan yang berjaga di atas benteng berguguran.Raylene memegang pedangnya kuat, saat ada prajurit yang berhasil naik ia akan mengayunkan pedangnya membunuh prajurit-prajurit itu. Situasi di atas benteng semakin memanas, api di mana-mana, suara denting pedang beradu terdengar hampir di setiap sudut.Xinlaire memperhatikan Raylene yang berada tidak begitu jauh darinya sembari terus menyerang pasukan musuh. Xinlaire tidak bisa tidak memuji keberanian istrinya, baik dulu ataupun sekarang ini adalah pertama kalinya Raylene ikut dalam peperangan seperti ini, tapi Raylene tidak takut sama sekali. Ia benar-benar tidak salah jatuh cinta pada Raylene.Waktu berlalu, pasukan musuh kini ditarik mundur. Gerbang kota Perth masih bisa dipertahankan. Hari ini kerajaan Onyx kehilangan cukup banyak pasukannya, begitu juga dengan Allegra.Prajurit mulai mengangkat mayat-mayat yang bergeleta