Share

4

Penulis: GREYWIND
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-03 23:36:11

Setelah mengumpulkan keberanian segenap jiwa raga, Pia mendatangi tempat Raja dirawat. Kaki Raja tergantung di atas tiang dan tengah terlelap.

Sepertinya tidak ada masalah dengan operasi Raja. 

Pia yang hendak mengetuk pintu pun kembali menarik tangannya lagi. Cukup melihat dari celah kaca di pintu saat ini. 

Pia akan kembali setelah Raja siuman dan membiarkannya untuk beristirahat.

“Kamu yang nabrak Tuan Raja, kan?”

Deg.

Tiba-tiba pria yang menolongnya muncul. Niat ingin pergi pun batal.

“Iya, Tuan. Tuan yang menolong kami tadi, bukan? Terimakasih sudah membantu,” ucap Pia di tengah-tengah kekagetannya.

 “Anda ditunggu beliau sejak tadi. Silakan masuk.” Pintu dibuka, Pia pun masuk ke dalam. 

Ternyata pria itu bukan sengaja lewat dan muncul sebagai penyelamat, melainkan memang untuk menjemput Raja.

“Kenapa baru datang? Aku menunggumu sejak tadi! Jangan katakan kalau kau berusaha kabur.”

Ternyata Raja tidak tidur. Pia sampai terperanjat dua kali dengan tubuhnya yang sedikit terlonjak.

“Ma…af, Tuan.” Pia membalas pandangan tajam Raja sebentar, kemudian tertunduk.

Pia tahu dirinya patut disalahkan hingga Raja terbaring tak berdaya seperti ini. Tetapi, Pia juga sibuk mengurus ayahnya, yang kemudian ibunya ikut-ikutan masuk rumah sakit.

“Saya akan bertanggung jawab. Pengobatan tuan akan saya tanggung. Tetapi…”  Pia tidak melanjutkan kalimatnya. Terlalu takut menyinggung Raja.

Seseorang yang terbiasa difasilitasi kemewahan, apakah mungkin mau dirawat di ruangan biasa?

“Tapi apa?!” seru Raja tidak sabaran.

Lagi-lagi Pia berjengit kaget.

Berhadapan dan bicara dengan Raja seperti sedang senam jantung.

Apakah selanjutnya Pia juga akan ikut-ikutan dirawat? Karena sekarang saja tubuhnya sudah sangat lemas karena takut.

“Tuan, apakah bersedia bila perawatannya dipindahkan di ruang biasa bergabung dengan pasien lain? Saya tidak mampu membiayai tuan di ruangan ini.” Melihat ekspresi Raja, sepertinya tidak mungkin pria itu setuju.

Dan benar saja dugaannya. 

“Tidak!” tegas Raja.

“Tapi, Tuan. Uang saya tidak cukup membayar biaya rumah sakit untuk tiga orang.” Pia memelas. Berharap Raja mengerti kondisinya.

Ayah dan ibunya masih bisa diurus. Tetapi Raja? Sehari saja memakan biaya lebih dari sepuluh juta.

Sawah milik keluarga Pia telah digadai untuk biaya pernikahan. Bila dijual pun, nominalnya masih kurang untuk menutupi biaya rumah sakit yang entah kapan Raja bisa dinyatakan pulang.

Kemana lagi harus mencari sisanya?

Orang-orang tidak mungkin memberi pinjaman dengan mudah. Harus ada yang dijaminkan, sementara harta yang ada hanya tersisa sebuah motor, itu pun butut. Rumah sederhana tidak mungkin dijual, di mana nanti Pia dan keluarganya akan tinggal?

“Aku tidak peduli. Aku tidak mati saja sudah bagus! Kalau tidak menemukan solusi, siap-siap saja kita selesaikan di kantor polisi,” tekan Raja. Pelan namun mengguncang jiwa Pia.

Deg.

Kantor polisi? Pia paling tidak mau berurusan dengan aparat negara.

“Ja-jangan, Tuan. Saya akan berusaha keras,” ujar Pia dengan perasaan takut. Mengingat Raja adalah orang yang memiliki kekuasaan besar, tidak sulit membuat Pia mendekam di penjara.

Sudah pasti hitungan menit saat ini, jika Raja mau, sudah ada orang-orang berseragam untuk menyeret dan memborgol Pia.

Dengan jentikan jari Raja, tidak ada yang tidak bisa. Apalah Pia yang hanya seorang rakyat jelata. Tentu tidak akan menang walau menangis darah demi membela diri.

Tidak. 

Pia tidak mau sampai merasakan dinginnya jeruji besi.

Nelangsa hati Pia saat ini. Pia pun keluar dari ruangan Raja. Tidak tahu bagaimana solusi terbaik dari masalah ini.

Langkah kaki yang terombang-ambing itu membawa Pia ke ruangan tempat orang tuanya dirawat. Semoga saja Pia bisa menemukan jalan keluar setelah berdiskusi dengan ayah dan ibunya. 

Kemana lagi seorang anak akan mengadu kalau bukan pada orang tuanya?

“Enggak! Ibu nggak mau pulang, Yah.”

“Tapi kita harus pulang, dokter dan perawat sudah mengizinkan kita pergi. Mau apa lagi di sini?”

Pia yang menyaksikan pertengkaran orang tuanya hanya bisa menyaksikan dari tempatnya berdiri.

“Ibu malu, Yah. Ibu malu. Anak kita nggak jadi nikah.” Syifa menangis sejadi-jadinya tidak mampu memikul beban karena putrinya tidak jadi disanding.

“Anak kita tidak jadi menikah dengan laki-laki brengsek seperti Rama, itu anugerah!”

Nizar telah menjelaskan alasannya, akan tetapi Syifa tetap tidak terima hal memalukan ini menimpa keluarganya.

Bagaimanapun, pernikahan yang gagal adalah aib.

“Anugerah apanya? Ini musibah, Yah. Musibah. Pokoknya ibu tidak mau pulang. Titik.” Syifa berkeras dengan keputusannya. 

Nizar dan Pia saling memandang satu sama lain. Pia ikut menangis karena menyeret orang tuanya ke dalam masalahnya yang rumit.

Tidak terbayangkan oleh Pia hari bahagianya berubah menjadi penderitaan.

Pia kembali teringat janji manis dan sikap-sikap baik Rama. Nyatanya semua adalah topeng. 

“Aku hanya cinta sama kamu saja, Pia. Dewi sudah aku anggap sebagai adikku. Kamu tahu, kan, kami sudah bertetangga dari kecil”

“Aku nggak akan ninggalin kamu untuk perempuan lain.”

“Kamu itu cinta sejatiku, Pia.”

Air mata Pia lagi-lagi bercucuran. Ingin berpura-pura kuat namun kalah dengan air mata. Cinta yang tulus dibalas dengan perselingkuhan dan kini hanya tinggal penyesalan yang mendalam.

Apakah semua pria di muka bumi ini sama saja?

Semua pria pendusta, gemar memainkan perasaan wanita?

“Kamu jahat, Ram. Kamu jahat,” Pia membatin dalam diamnya. Melihat Nizar memeluk Syifa yang menangis tanpa henti, rasanya Pia ingin berteriak kencang, tetapi Pia sadar bukan berada di ruang kosong tanpa manusia.

Mencoba sabar sangat menyakitkan, diam pun menyiksa, bicara pun percuma.

“Bagaimana aku menyelesaikannya?” lirih Pia sambil mengusap air mata.

Jika solusi untuk Raja adalah uang, maka pernikahan Pia ini solusinya tidak ada. Pia benar-benar buntu.

Seperti berada dalam ruangan tanpa pintu sama sekali. Pia tidak bisa keluar. Celahnya pun tidak ada, apalagi jalannya. 

Seumur hidup tidak pernah Pia menemukan permasalahan begini rumitnya. 

Karena, satu-satunya yang bisa memecahkan masalah ini ini adalah menikah dengan Rama. 

Tetapi sayang, Rama telah menikah dengan orang lain. Dan orang lain itupun tidak Pia sangka akan menjadi istri dari calon suaminya.

Ternyata memang benar siapa saja bisa menjadi apa saja dan siapa saja bisa melakukan apa saja.

Rama…

Dewi…

Sungguh kenyataan yang tidak bisa diterima. Tetapi menolak pun tidak bisa merubah situasi. 

Tangis Pia semakin membanjiri pipi mengingat kesakitan yang sulit dilupakan. Tidak bisa dihilangkan barang sedetik meski ingin.

“Aku bisa membantumu.”

Mendengar itu, Pia begitu terkejut. Pia menoleh ke samping dan sudah ada Raja tengah duduk di kursi roda.

“Tuan, sejak kapan…”

"Sejak tadi!" potong Raja tanpa mempedulikan ekspresi Pia.

Raja pun menggerakkan kursi rodanya ke depan. Membuat Pia penasaran dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Raja.

"Ibu Syifa, jangan khawatir. Masalah keluarga ibu saya bisa membantunya." 

Nizar dan Syifa terdiam sesaat. 

Bantuan seperti apa yang akan dilakukan Raja?

“Saya tidak akan meminta biaya perawatan atas kecelakaan yang disebabkan oleh putri anda.”

Tanpa sadar Pia tersenyum lega. Tak menyangka jika ternyata Raja seorang yang dermawan.

“Lalu untuk masalah pernikahan?” tanya Syifa tak sabaran. “Saya harap tuan bisa membantu menuntaskan masalah itu juga.”

“Saya yang akan menikahi putri anda.”

Deg.

Senyum Pia seketika lenyap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   11

    “Itu dia nyonya orangnya.” Dewi langsung menunjuk Pia yang dicari-cari oleh Suri. “Kamu! Kemari kamu! Cepat!” Bahkan tanpa menyapa atau berkenalan sama sekali Suri meminta Pia menghampirinya. Suri tidak peduli. Citra Pia di matanya sudah jelek. Yang terpenting bagaimana memisahkan Raja dari Pia. Titik. “Kamu apakan anakku sampai-sampai bisa kamu menikah dengannya?” todong Suri langsung. Sementara Dewi tetap diam, dirinya pun begitu penasaran apa yang terjadi. Tidak mungkin sang tuan muda mau menikah dengan upik abu seperti Pia. Jika tidak dipaksa, pastilah dijebak. “Sa… saya…” Pia bisa melihat ketidakrelaan seorang ibu dari mata Suri. Berbeda sekali dengan ibunya yang malah mendukung pernikahannya dan Raja, padahal Pia tidak mau. Mati-matian menolak, namun selalu disudutkan dengan bencana yang dibuatnya. “Kamu nggak bisu, kan? Cepat jawab!” Suri tidak mau Pia berada di tengah keluarganya yang harmonis. “Nyonya, saya…” Ingin menerangkan jika dirinya pun terpaksa, namun saya

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   10

    “Istri?”Dewi menganga hingga mulutnya kemasukan lalat.“Fuuhh… fuuh… binatang sialan.” Dewi meludah hingga binatang itu keluar.Meski lalat membuatnya kesal, tetapi ada yang lebih membuatnya jauh lebih murka dari itu. Tidak mungkin Pia istri dari majikannya.Dicampakkan Rama malah mendapat Raja.Dibuang seperti sampah malah dipungut oleh berlian.“Tidak. Ini pasti salah.”Rama yang bekerja sebagai bawahan, namun Pia mendapatkan atasannya.“Itu nggak mungkin, kan?” Dewi melihat Rama yang sama syoknya. Dewi tidak terima dan masih menolak di hatinya, mungkin saja salah mendengar.Ya. Pasti begitu.“Ma? Itu betulan istrinya Raja?” Diva pun penasaran, karena, penampilan Pia tidak mencerminkan kriteria seorang Raja.“Coba mama bicara dulu.”Suri pun menyusul Raja ke kamar. Tetapi baru beberapa langkah, Rama sudah memotong jalannya.“Nyonya, ijin saya mau bicara sebentar.”Di mata Suri, Rama adalah pria baik, sopan dan giat yang mana telah mengabdikan dirinya selama sepuluh tahun bekerja

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   9

    Prang.Karena terlalu syok, kehadiran Rama itu membuat Pia tak sengaja menjatuhkan gelas. “Ma- maaf. Saya ambil sapu dulu.” Cepat-cepat Pia lari ke belakang dan ingin membersihkan pecahan gelas.Debaran jantung tak terkira. Air di tenggorokan naik turun tiada ujung. Napas tidak teratur seakan melihat hantu. Pia memukul kepalanya mengira mimpi. Namun…“Kamu? Ngapain kamu di sini?” Rama berdiri di hadapan Pia.Ternyata semua itu sungguhan.Perlahan masalah dengan Raja membantunya melupakan Rama, tapi pria itu malah datang lagi. Seketika hati Pia pun merasakan perih.Sedangkan di sisi lain, Rama juga sama terkejutnya seperti Pia. Melihat Pia berada di tempatnya bekerja, pikiran Rama pun jadi kemana-mana.Mungkinkah Pia sampai sejauh itu ingin membalaskan dendam?Pikiran buruk pun menghantui dan segala kemungkinan terburuk yang akan dihadapi Rama.“Jawab! Kamu kenapa bisa di sini?” Rama tidak bisa menahan kekesalannya. Apalagi Pia muncul di hadapan orang-orang di rumah tempatnya mengab

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   8

    Tiada hari tanpa air mata.Setiap berhadapan dengan Raja, mata Pia tidak pernah tidak tenggelam oleh kesedihan.Makanan yang dibuat Pia pun tidak pernah ada yang benar. Entah itu rasanya yang tidak pas, bentuknya yang aneh ataupun penyajiannya yang kurang tepat. Jangankan melewati tenggorokan, baru mencicipi satu ujung sendok saja sudah dimuntahkan olehnya.Posisi ayam yang tidak terlihat rapi pun sudah membuat Raja tidak berselera.Semua harus sempurna di mata Raja. “Kau bisa membuatku mati kelaparan.” Brak!Raja membanting sendok dengan kasar.Membuat jari-jari Pia saling meremas satu sama lain. Meluapkan kekesalan, kemarahan yang entah sampai kapan bisa dilepaskan.Namun sepertinya tak akan pernah bisa, karena Pia tidak memiliki kekuatan melakukannya.Nyawanya memang masih berada pada tubuhnya, tapi hidupnya kini bukan lagi miliknya. Pia harus menuruti semua keinginan Raja. “Pesan makan di restoran!” Untuk kesekian kalinya. Perut yang sudah berbunyi minta diberi asupan itu pun

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   7

    Bau menyengat dari minyak angin akhirnya membangunkan Pia dari tidur panjang.Dan saat matanya terbuka, yang dilihat pertama kali olehnya adalah Raja. Menatap dengan sangat tidak bersahabat dan juga dingin.“Aku yang sakit, tapi kau yang pingsan.”Tarikan nafas kasar Raja memaksa Pia untuk cepat-cepat bangun.Rasanya masih tidak percaya jika Pia menikah dengan Raja. Juga masih tidak percaya bila pernikahannya hancur karena Rama memilih menikahi wanita lain.Pia masih kesulitan menerima. Ikhlas pun mungkin tidak akan pernah bisa.Selama apapun hubungan terjalin, ternyata tidak menjamin akan berakhir di pelaminan.Tapi apa mau dikata, nyatanya cinta Rama tidak sebesar cinta Pia. Pun tidak bisa menghindari pernikahan yang tak diinginkan demi kehormatan orang tua.“M-maaf, Tuan.” Pia tertunduk. Juga memegang perutnya yang tiba-tiba berbunyi.Sepertinya Pia pingsan karena lapar. Tidak terasa hari sudah malam, dan Pia belum makan sejak kemarin. Padahal semua itu dilakukannya demi menjaga pe

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   6

    Hari di mana Pia harusnya menikah, memang benar terjadi.Namun semua di luar bayangan Pia, karena, mempelainya bukanlah laki-laki yang melamarnya dan telah menjalin hubungan sebelumnya dengannya. Melainkan orang tak dikenal. Yang baru saja Pia jumpai hari ini karena tak sengaja mencelakainya.Selama di jalan tak satu pun kata keluar dari Raja. Laki-laki itu sibuk dengan ponselnya dan Pia dengan pikirannya.Saat ini Rama pasti sedang berbulan madu dengan Dewi. Menikmati indahnya pengantin baru.Pia. Kuatlah. Kamu tidak boleh memikirkan laki-laki itu. Kamu juga harus bahagia.Namun bahagia seperti apa jika menikah karena terpaksa?Karena terjerat hutang?Tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalau bukan dilandaskan cinta.Hal itu membuat Pia tertunduk sedih. Raja yang menyadari kemurungan tersebut memilih berkutat dengan benda pipihnya. ‘’Sudah sampai.’’ Sang supir berkata lalu membukakan pintu untuk Raja dan Pia.Raja turun lebih dulu meski susah payah.Pia pun terkesima meli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status