“Anak ibu sudah tidak gadis lagi. Dan itu bukan dengan saya. Pia berselingkuh dengan laki-laki lain. Karena itu saya tidak sudi menikahinya.” Hidup Pia berubah seratus delapan derajat setelah mengetahui pria yang dicintainya menikah dengan wanita lain. Padahal jiwa dan raga telah diserahkannya sebelum pernikahan. Di saat yang sama, hidup yang seakan tak ada artinya lagi itu harus dipertemukan dengan pria bernama Raja, orang yang tak sengaja ditabraknya dan meminta ganti rugi dengan syarat pernikahan. Belum selesai dengan penderitaannya, Pia tidak menyangka jika ternyata Raja terikat perjodohan sejak kecil. Bagaimana Pia menghadapi polemik tersebut? Apakah akan bertahan ataukah lari dari pernikahan yang membuatnya sulit bernapas itu?
Lihat lebih banyak“A… apa ini, Ram?” Pia berharap pemandangan di depannya adalah mimpi.
Mimpi buruk namun sayangnya nyata. Menyaksikan mempelai pria yang seharusnya menikah dengannya hari ini, baru saja selesai mengucap ijab kabul untuk wanita lain.
Pia begitu kecewa. Namun semua sudah terlambat.
Pernikahan Rama dan Dewi sudah terjadi.
“Pia?” Rama begitu syok dan berdiri, namun Pia lebih dari itu.
Tubuhnya terasa lemas seiring jantung yang terus berdegup lebih cepat. Keringat di dahi membanjiri sehingga make up yang dikenakannya pun sedikit luntur.
Apa ini?
Apakah ini prank?
Dua jam menunggu Rama di meja akad, akan tetapi Rama malah berada di meja akad yang lain. Dewi pun juga berkebaya putih seperti Pia, tetapi dengan perut sedikit membuncit.
Apakah itu artinya?
Tidak.
Itu tidak mungkin.
Dewi adalah tetangga yang sudah dianggap adik oleh Rama.
“Pia, maaf. Dewi sedang mengandung anakku!” Penjelasan itu menjawab segalanya.
Hari yang dinanti-nantikan menjadi hari paling membahagiakan untuk Pia berubah menjadi hari paling menyakitkan.
Pia hancur. Berkecai bagai kepingan kaca.
Selama ini Pia tidak masalah jika Dewi sering main ke rumah Rama ataupun di antar jemput untuk kerja. Tapi ternyata, kepercayaan Pia disalahgunakan.
“Jadi, selama ini kamu selingkuh dengannya?” ucap Pia dengan suara bergetar.
Rama tertunduk. Begitu pula Dewi yang merasa malu. Kebaikan Pia dibalas kejahatan olehnya.
Pia pun menoleh pada orang tua Rama, meminta jawaban namun mulut keduanya seakan terkunci.
“Yang jelas, aku tidak bisa menikahi kamu, Pia. Pernikahan kita batal!”
Begitu mudahnya Rama berbicara, sementara orang tua, penghulu dan kerabat sudah berkumpul semua di rumah Pia. Hanya tinggal menunggu Rama saja.
Pia tidak bisa membayangkan bagaimana jika orang-orang tahu yang sebenarnya.
Terutama Ayah dan ibu yang kini tengah khawatir.
Banyak hati yang akan kecewa juga terluka. Walau hatinya sendiri pun sudah patah.
“Kamu mau buat aku malu?” Pia berseru dengan tatapan kecewa dan mata yang berkaca-kaca.
“Lantas aku harus bagaimana? Aku nggak mungkin nikahin kamu. Apa kamu mau jadi istri kedua?”
Rama sengaja berkata seperti itu, demi membuat Pia tersadar bahwa di antara mereka tidak ada lagi yang bisa dilanjutkan.
“Harusnya kamu bisa bilang jauh-jauh hari kalau kamu nggak mau nikah sama aku!” Pia menjadi emosi. Air matanya berlinang begitu saja.
Tinta jejak kekecewaan terlukis di hati Pia. Jika tahu semua akan seperti ini, maka Pia tidak akan memberikan hati dengan segenap jiwanya.
Selain itu, penyesalan lainnya ialah…
“Sebentar lagi kita nikah. Nggak apa-apa kalau kita melakukannya lebih dulu.” Rama meyakinkan Pia yang terlihat bimbang untuk menyerahkan dirinya.
“Tapi, Ram. Itu tidak boleh dilakukan,” jawab Pia.
“Kecuali kalau aku nggak nikahin kamu. Lagian kita sudah pacaran selama sepuluh tahun. Apa masih kurang percaya sama aku?”
“Tunggu seminggu lagi, Ram. Kita akan resmi menjadi suami istri seminggu lagi. Kamu sabar, ya.” Pia masih tetap pada pendiriannya.
Jika sepuluh tahun Rama bisa menunggu, mengapa tidak dengan hitungan hari, bukan?
“Ck! Kamu nyiksa aku, Pi.”
Namun keteguhan hati Pia itu tak sekokoh karang di lautan. Di mana pertahanannya runtuh hanya karena Rama merajuk karena keinginannya tak dituruti.
Ditambah mereka sudah lamaran dan pernikahan sudah di depan mata.
Akhirnya, kesucian Pia hilang di hari itu. Dan menjadi penyesalan terbesarnya hari ini.
“Tapi, Ram. Kita… sudah…,”
“Sudahlah, Pia. Jangan datang lagi, aku sudah beristri sekarang.” Rama cepat-cepat merangkul istrinya, Dewi, untuk masuk ke dalam kamar. Sebab tahu apa yang akan dikatakan Pia.
“Rama! Bagaimana denganku yang sudah kamu tiduri?!”
Semua orang yang menyaksikan pun terkejut. Seketika terdengar ramainya suara bisik-bisik. Bukannya Pia sengaja, tetapi Pia mengesampingkan harga diri dan rasa malunya demi mendapatkan keadilan.
Sebelum berbalik Rama memejamkan matanya. Tak menyangka jika Pia akan begitu nekat.
Dewi pun sontak memandang Rama, meminta kebenaran akan hal itu.
“Lalu kenapa? Kamu tidak hamil seperti Dewi. Kalau kamu masih ingin aku menikahimu, artinya kamu harus mau dimadu.”
Deg.
Kaki Pia yang lemah sampai membuat Pia mencari pegangan agar tidak jatuh.
Rama paling tahu jika Pia benci diselingkuhi apalagi sampai dimadu. Tentu Pia menolak dengan keras.
Bersama tubuh lemah dan air mata membanjiri pipi, Pia pergi dari rumah Rama. Pia bingung bagaimana menjawab pertanyaan sesampainya di rumah nanti.
Pia pun menaiki motornya dengan pikiran kusut dan pandangan kosong.
Kejadian ini akan menjadi rasa malu berbekas seumur hidup. Dikenang banyak orang, bertahan di mulut ibu-ibu para penggosip sampai kapanpun.
Orang tua Pia sampai harus menjual sawah demi menutupi kekurangan uang pernikahan. Tapi, apa? Semua tidak berjalan seperti seharusnya.
Sebelumnya, ayah Pia telah mengingatkan berkali-kali, apakah Pia yakin dengan Rama? Namun Pia terlalu dimabuk asmara sehingga tanpa ragu menjawab, “Iya, Yah. Menjadi istri Rama adalah cita-cita Pia.”
Sebagai orang tua, tidak mungkin menghalangi anaknya untuk bahagia. Meski sejak awal tidak setuju, namun karena Pia yang terus meyakinkan, akhirnya meluluhkan hati Nizar.
Dan belum sampai di rumah, ternyata Nizar menyusul dan memberhentikan motornya di tengah jalan persawahan. Begitu pula Pia yang melihat sang ayah turun dari motor bututnya.
“Kok kamu sendiri? Gimana, Nak? Mana Rama?” Nizar melihat ke belakang Pia, namun tidak ada rombongan besan ataupun calon menantunya.
Bibir Pia bergetar takut untuk menjawab. Selama ini Nizar selalu menuruti kemauannya. Nizar adalah sosok ayah yang baik dan penyayang. Selalu mengutamakan kebahagiaannya. Di situlah Pia tersadar jika telah berbuat kesalahan fatal. Mungkin akan sulit dimaafkan Nizar.
“Pia?” tanya Nizar lagi.
Pia menggeleng bersama mata yang mengembun. Saling bertatapan dengan sang ayah membuat hatinya semakin sakit. Mengingat wajah Rama membuat air matanya langsung mengalir dan membuat dada terasa sesak. Sehingga Nizar pun bertanya-tanya apa yang terjadi.
“Rama kecelakaan? Pernikahan kalian tidak jadi, Nak?” Nizar jadi menduga-duga karena melihat respon Pia.
Sayangnya, Pia hanya bisa menangis dan tidak bisa menjawab pertanyaan semudah itu.
Melihat kebungkaman sang putri, Nizar pun jadi naik pitam. Masalahnya, tamu di rumah sudah menunggu. Dan pernikahan itu dihadiri hampir satu desa. Bayangkan serunyam apa masalah yang dihadapi Nizar.
“Iya, Yah,” jawab Pia akhirnya. Namun kian membakar emosi Nizar yang penasaran.
“Iya, apa?” sentaknya.
“Pernikahan kami batal.” Pia akhirnya berkata jujur.
Sungguh, Pia tidak pernah menginginkan hal ini. Tetapi laki-laki itu yang membatalkannya sepihak dan mendadak. Sehingga Pia sangat terpukul. Belum lagi kesucian yang hilang namun harus dirasakannya sendirian. Peristiwa memilukan dengan dua pukulan menyakitkan.
Kehilangan Rama sekaligus kehilangan harga dirinya.
Hari di mana Pia harusnya menikah, memang benar terjadi.Namun semua di luar bayangan Pia, karena, mempelainya bukanlah laki-laki yang melamarnya dan telah menjalin hubungan sebelumnya dengannya. Melainkan orang tak dikenal. Yang baru saja Pia jumpai hari ini karena tak sengaja mencelakainya.Selama di jalan tak satu pun kata keluar dari Raja. Laki-laki itu sibuk dengan ponselnya dan Pia dengan pikirannya.Saat ini Rama pasti sedang berbulan madu dengan Dewi. Menikmati indahnya pengantin baru.Pia. Kuatlah. Kamu tidak boleh memikirkan laki-laki itu. Kamu juga harus bahagia.Namun bahagia seperti apa jika menikah karena terpaksa?Karena terjerat hutang?Tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalau bukan dilandaskan cinta.Hal itu membuat Pia tertunduk sedih. Raja yang menyadari kemurungan tersebut memilih berkutat dengan benda pipihnya. ‘’Sudah sampai.’’ Sang supir berkata lalu membukakan pintu untuk Raja dan Pia.Raja turun lebih dulu meski susah payah.Pia pun terkesima meli
Setelah keluar dari ruangannya, Raja melihat penampilan Pia yang akan membuat siapapun bertanya-tanya.Wanita dengan pakaian pengantin, seharusnya berada di acara pernikahan, tetapi Pia malah berada di rumah sakit.Kebaya putih itu tak lagi bersih, melainkan kotor dengan banyak noda tanah. Selain itu, wajah Pia tampak kusut. Seperti merefleksikan isi dalam pikiran Pia.Dia ini mau pergi ke nikahan tapi kecelakaan atau mau nikah diam-diam tapi tidak disetujui orang tuanya?Raja membatin seraya melihat ke arah pintu di mana punggung Pia sudah tak tampak lagi. Banyak kemungkinan buatan dan dugaan-dugaan di pikiran Raja membuatnya melepas infus di tangan.“Tuan, mau kemana?” Rudi, sang supir pun heran melihat Raja kini bersikeras turun dari brankar. “Ambilkan kursi roda. Cepat!” bentak Raja. Meski gerakan egoisnya itu membuatnya sedikit meringis kesakitan.“Tuan, itu tidak mungkin…”“Bedebah! Kau mau aku pecat?” Iras Raja kian berubah dingin.Rudi yang ingin menolong pun akhirnya mencar
Setelah mengumpulkan keberanian segenap jiwa raga, Pia mendatangi tempat Raja dirawat. Kaki Raja tergantung di atas tiang dan tengah terlelap.Sepertinya tidak ada masalah dengan operasi Raja. Pia yang hendak mengetuk pintu pun kembali menarik tangannya lagi. Cukup melihat dari celah kaca di pintu saat ini. Pia akan kembali setelah Raja siuman dan membiarkannya untuk beristirahat.“Kamu yang nabrak Tuan Raja, kan?”Deg.Tiba-tiba pria yang menolongnya muncul. Niat ingin pergi pun batal.“Iya, Tuan. Tuan yang menolong kami tadi, bukan? Terimakasih sudah membantu,” ucap Pia di tengah-tengah kekagetannya. “Anda ditunggu beliau sejak tadi. Silakan masuk.” Pintu dibuka, Pia pun masuk ke dalam. Ternyata pria itu bukan sengaja lewat dan muncul sebagai penyelamat, melainkan memang untuk menjemput Raja.“Kenapa baru datang? Aku menunggumu sejak tadi! Jangan katakan kalau kau berusaha kabur.”Ternyata Raja tidak tidur. Pia sampai terperanjat dua kali dengan tubuhnya yang sedikit terlonjak.
Syifa sangat terguncang mendengar perkataan Rama. Tidak ingin percaya tetapi Pia telah menjawabnya. Syifa menangis pilu, tak mampu menahan rasa malunya yang begitu besar. Bagaimana Syifa harus menjelaskan pada semua orang yang sedang menunggu. Tidak.Syifa tidak sanggup.Bukannya jawaban baik-baik yang didapat Syifa ketika datang ke rumah Rama, melainkan penghinaan.Masalah ini tampaknya tidak ada jalan keluarnya. Sehingga Syifa pun jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.Pia merasa sangat bersalah. Karena kesalahan memilih calon suami, kedua orang tuanya harus terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit di ruang yang sama.Pria yang ditabrak Pia telah dipindahkan ke tempat lain. Tetapi Pia tidak sempat menanyakan di mana ruangannya. Pia akan mengurus pria tersebut nanti, karena, orang tuanya jauh lebih membutuhkannya.Saat tengah memandang Nizar dan Syifa, tiba-tiba seorang wanita masuk tanpa mengetuk. “Pia, apa kamu tidak punya harga diri sampai-sampai harus menyuruh ibumu da
Pia pun bersimpuh di kaki Nizar, menangis mengadukan penderitaannya. Berterus terang, berbicara terbuka hingga Nizar sampai terdiam kala mendengar yang dituturkan sang putri. Kepala Nizar langsung terasa pusing dan pandangan pun berputar-putar. Nizar tidak menyangka, kehormatan putrinya yang polos sudah dirusak oleh pria tak bertanggung jawab.“Ayah sudah habis-habisan dan berhutang banyak demi mewujudkan pernikahan impianmu. Tapi kamu malah ditinggal begitu saja. Seharusnya kamu dengar ayah dari awal!”Tangis Pia semakin menjadi-jadi. Rasa sakit ini begitu luar biasa membuatnya sampai sulit bernapas.“Maafkan Pia, Yah. Maaf!” Penyesalan memang selalu datang diakhir. Namun semua sudah terjadi dan tidak bisa dirubah.Di saat yang sama, tubuh Nizar pun ambruk ke tanah. Pia sangat panik dan berteriak meminta tolong.Akan tetapi, tidak ada siapapun yang bisa dimintai tolong. Sehingga Pia membonceng sang ayah dengan mengikatkan selendang di tubuhnya agar tidak terjatuh.Walau kesulitan, P
“A… apa ini, Ram?” Pia berharap pemandangan di depannya adalah mimpi. Mimpi buruk namun sayangnya nyata. Menyaksikan mempelai pria yang seharusnya menikah dengannya hari ini, baru saja selesai mengucap ijab kabul untuk wanita lain.Pia begitu kecewa. Namun semua sudah terlambat.Pernikahan Rama dan Dewi sudah terjadi. “Pia?” Rama begitu syok dan berdiri, namun Pia lebih dari itu.Tubuhnya terasa lemas seiring jantung yang terus berdegup lebih cepat. Keringat di dahi membanjiri sehingga make up yang dikenakannya pun sedikit luntur.Apa ini?Apakah ini prank?Dua jam menunggu Rama di meja akad, akan tetapi Rama malah berada di meja akad yang lain. Dewi pun juga berkebaya putih seperti Pia, tetapi dengan perut sedikit membuncit.Apakah itu artinya?Tidak.Itu tidak mungkin.Dewi adalah tetangga yang sudah dianggap adik oleh Rama. “Pia, maaf. Dewi sedang mengandung anakku!” Penjelasan itu menjawab segalanya.Hari yang dinanti-nantikan menjadi hari paling membahagiakan untuk Pia beruba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen