Share

6

Penulis: GREYWIND
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-25 15:55:14

Hari di mana Pia harusnya menikah, memang benar terjadi.

Namun semua di luar bayangan Pia, karena, mempelainya bukanlah laki-laki yang melamarnya dan telah menjalin hubungan sebelumnya dengannya. 

Melainkan orang tak dikenal. Yang baru saja Pia jumpai hari ini karena tak sengaja mencelakainya.

Selama di jalan tak satu pun kata keluar dari Raja. Laki-laki itu sibuk dengan ponselnya dan Pia dengan pikirannya.

Saat ini Rama pasti sedang berbulan madu dengan Dewi. Menikmati indahnya pengantin baru.

Pia. Kuatlah. Kamu tidak boleh memikirkan laki-laki itu. Kamu juga harus bahagia.

Namun bahagia seperti apa jika menikah karena terpaksa?

Karena terjerat hutang?

Tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalau bukan dilandaskan cinta.

Hal itu membuat Pia tertunduk sedih. 

Raja yang menyadari kemurungan tersebut memilih berkutat dengan benda pipihnya. 

‘’Sudah sampai.’’ Sang supir berkata lalu membukakan pintu untuk Raja dan Pia.

Raja turun lebih dulu meski susah payah.

Pia pun terkesima melihat kediaman Raja yang sangat megah dan besar. Tidak sebanding dengan rumah Pia yang sederhana.

Rumah yang selalu berisi tawa, namun karena kejadian hari ini mungkin semua itu tinggal kenangan. 

‘’Tuan, berapa lama saya harus menjadi istri anda?’’

‘’Kau pikir kita menikah kontrak? Pakai batas waktu, begitu?’’

‘’Lalu? Tidak mungkin, kan, selamanya saya menjadi istri tuan.’’ Pia mencoba realistis. 

Tidak masalah jika Pia harus menjadi seorang pelayan yang mengurusi Raja hingga kembali pulih. Asalkan hutangnya dianggap lunas jika Raja sudah kembali seperti sedia kala.

‘’Kalaupun selamanya kenapa?’’ 

‘’Saya tidak mau,’’ jawab Pia terus terang.’’Berapa lama saya harus menjadi istri pura-pura tuan? Anggap saja saya bekerja dan bekerja itu pasti mendapat upah. Untuk bisa melunasi hutang saya, waktu yang dibutuhkan agar upah saya itu cukup membayar biaya rumah sakit dan pengobatan tuan tersebut berapa lama?’’ jelas Pia lagi. 

Raja sejenak berpikir.

Saat itu, diam-diam Raja mengagumi cara berpikir Pia yang detail. Jelas sekali jika Pia ingin urusannya dan Raja cepat selesai.

Tapi Raja tidak akan membiarkan Pia lepas dengan mudah.

Sedangkan Pia ingin kebebasannya kembali. Menjadi istri adalah penjara baginya. Rencana hidup Pia bukan seperti ini. Bukan berada jauh dari rumahnya.

Setiap hari menunggu Rama pulang bekerja dan Pia menunggu di teras rumah. Menyiapkan makanan dan minuman sebagaimana istri yang patuh dan penurut. Melayani suami dan menikmati peran sebagai wanita pada umumnya.

Mata coklat Raja menyipit. Pia jujur dan Raja menyukai itu. Namun, keputusannya menikah memang karena satu dan dua hal. 

‘’Sampai aku sembuh dan menyuruhmu pergi.’’

Pia mengangguk mengerti. Mematung menghitung hari. Menerka di kepala, kira-kira patah tulang itu memerlukan perawatan berbulan-bulan atau sampai menahun?

Namun tidak masalah.

Selagi menjadi istri ada masa kadaluarsanya, maka Pia tidak perlu khawatir.

‘’Kenapa diam? Cepat papah!’’ Sentakan Raja menyadarkan Pia dari pikirannya yang kalut.

‘’Ya, Tuan?’’

Pia pun melirik pada supir Raja. Jika ada pria yang bisa membantu, mengapa harus dirinya?

Raja yang menyadari itu segera memberi penjelasan meski sedikit kesal. ‘’Untuk apa menyuruh supir? Aku mau dipapah istriku sendiri.’’

‘’Tapi, Tuan. Saya perempuan dan tenaga saya tidak besar. Tuan akan lambat masuk ke rumah jika saya yang membantu berjalan.’’

‘’Aku tidak sedang lomba lari. Jadi tidak buru-buru dan tidak membutuhkan tenaga kuda untuk bisa masuk ke rumah.’’

Namun sudah dijelaskan pun Pia masih enggan melakukan yang diperintahkan. Terlalu canggung dan memapah Raja membuat posisi mereka sangat dekat tanpa jarak.

‘’Baru beberapa jam jadi istri saja sudah durhaka! Bagaimana kalau berbulan-bulan?’’

Dengan rasa kesal menumpuk di dada, Raja pun mencoba berjalan sendiri. Namun kasihan, baru dua langkah ke depan Raja sudah jatuh.

‘’Tuan!’’ Tanpa sadar Pia berteriak dan buru-buru membantu Raja. 

Seakan lupa jika beberapa detik sebelumnya ada masalah yang membuatnya enggan menolong.

Rasa kemanusiaannya lebih besar daripada ketidak inginannya.

‘’Telat!’’ seru Raja dengan wajah marah. ‘’Kenapa tidak membantu dari tadi? Kalau sudah begini, kan, yang sakit tambah sakit. Yang tidak sakit jadi sakit!’’ 

Meski begitu, Raja tidak menolak saat tangannya diarahkan ke pundak Pia untuk merangkul.

‘’Maaf, Tuan.’’ Pia jadi merasa bersalah dan meredupkan kecanggungan itu. 

‘’Pelan-pelan!’’ teriak Raja, merasakan nyeri pada kakinya.

‘’Iya, Tuan. Seperti ini?’’ Pia pun berjalan sedikit lambat agar Raja dapat mengimbangi langkahnya. 

Ini benar- benar seperti jalannya kura-kura. Tetapi kura-kura jauh lebih baik. Meski lambat namun lajunya stabil.

Tidak sepertinya dan Raja. Yang kadang berhenti dan kadang maju lagi. Entah sampai kapan bisa sampai.

Pia sangat berhati-hati hingga kepalanya terus menunduk memperhatikan jalan. Memastikan kaki Raja yang patah baik-baik saja. Peluh di dahi sudah tak terkira. Napas pun jauh lebih berat sangking lelahnya.

‘’Hati-hati, Tuan. Ada kerikil. Arahkan kaki tuan ke sebelah kiri.’’

‘’Aduh!’’ Raja malah menginjak kerikil itu.

‘’Tuan, saya sudah bilang ke sebelah kiri, kenapa tuan ke sebelah kanan?’’ Pia mendengus sebal. Padahal kata-kata Pia sangat jelas, namun kenapa Raja seperti tidak mendengarnya?

‘’Bukannya tadi bilang kanan?’’

‘’Kiri!’’ 

‘’Kanan!’’

‘’Kiri, Tuan.’’ Pia tidak mau mengakui dirinya salah karena memang tidak salah.

‘’Kalau bicara itu jangan lihat ke bawah. Lihat ke sini. Ke suamimu.’’ Raja pun tidak mau kalah walau memang Pia benar. 

Pia meneguk air liurnya.  

Tidak mungkin Pia mau, karena, wajah mereka akan saling berhadapan dan posisinya akan sangat dekat sekali. Seperti ini saja sudah sangat sulit untuk terlihat biasa saja, apalagi sampai bertautan mata?

‘’Nanti… nanti suaranya akan saya besarkan sedikit.’’ Peluh Pia semakin mengucur deras. 

‘’Kenapa harus dibesarkan? Apa aku ini sangat jelek sampai-sampai kau tidak mau melihat?’’

Tidak. Raja jauh dari kata jelek. Bahkan lebih tampan dari Rama. Pia membatin sambil terus menunduk.

‘’Apa aku ini buruk rupa? Wajahku seperti iblis? Seperti simpanse?’’ 

Tidak.

Lagi-lagi tidak.

Raja sangat-sangat tampan.

Tapi, iblis? Mungkin iya. Karena hanya iblis yang tega menjerumuskan manusia untuk mengikuti kemauannya.

Namun, bagaimana bisa Raja menyamakan dirinya dengan hewan yang kecerdasannya setara manusia itu?

‘’Tidak, Tuan.’’

‘’Lalu kenapa tidak mau melihatku? Lihat. Sekarang saja kau masih menunduk saat menjawab. Kau ini memang tidak sopan!’’

‘’M-maaf, Tuan. Saya harus memperhatikan jalan agar tuan tidak mengaduh lagi.’’

Pia memberi jawaban masuk akal. Tetapi tetap tidak menurunkan emosi Raja. 

Namun akhirnya Raja pun tidak lagi mencecarnya dengan pertanyaan.

Pia sangat-sangat lega Raja kembali diam.

Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Pia sangat gugup dan jantungnya berdebar cepat. Lututnya pun terasa seperti jeli karena merangkul Raja dengan posisi yang sangat dekat seperti sekarang. Bahkan aroma harum tubuh Raja dapat tercium hingga ke hidungnya.

Seketika membuat Pia merasakan mual luar biasa dan tak lama jatuh pingsan.

GREYWIND

Selamat siang, readers. Novel ini baru banget menetas nih. Author butuh dukungannya berupa vote dan komentar untuk menaikkan cerita ini. Jangan lupa, ya. Komen sebanyak-banyaknya dan boleh banget untuk share ke teman-teman readers.

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   6

    Hari di mana Pia harusnya menikah, memang benar terjadi.Namun semua di luar bayangan Pia, karena, mempelainya bukanlah laki-laki yang melamarnya dan telah menjalin hubungan sebelumnya dengannya. Melainkan orang tak dikenal. Yang baru saja Pia jumpai hari ini karena tak sengaja mencelakainya.Selama di jalan tak satu pun kata keluar dari Raja. Laki-laki itu sibuk dengan ponselnya dan Pia dengan pikirannya.Saat ini Rama pasti sedang berbulan madu dengan Dewi. Menikmati indahnya pengantin baru.Pia. Kuatlah. Kamu tidak boleh memikirkan laki-laki itu. Kamu juga harus bahagia.Namun bahagia seperti apa jika menikah karena terpaksa?Karena terjerat hutang?Tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalau bukan dilandaskan cinta.Hal itu membuat Pia tertunduk sedih. Raja yang menyadari kemurungan tersebut memilih berkutat dengan benda pipihnya. ‘’Sudah sampai.’’ Sang supir berkata lalu membukakan pintu untuk Raja dan Pia.Raja turun lebih dulu meski susah payah.Pia pun terkesima meli

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   5

    Setelah keluar dari ruangannya, Raja melihat penampilan Pia yang akan membuat siapapun bertanya-tanya.Wanita dengan pakaian pengantin, seharusnya berada di acara pernikahan, tetapi Pia malah berada di rumah sakit.Kebaya putih itu tak lagi bersih, melainkan kotor dengan banyak noda tanah. Selain itu, wajah Pia tampak kusut. Seperti merefleksikan isi dalam pikiran Pia.Dia ini mau pergi ke nikahan tapi kecelakaan atau mau nikah diam-diam tapi tidak disetujui orang tuanya?Raja membatin seraya melihat ke arah pintu di mana punggung Pia sudah tak tampak lagi. Banyak kemungkinan buatan dan dugaan-dugaan di pikiran Raja membuatnya melepas infus di tangan.“Tuan, mau kemana?” Rudi, sang supir pun heran melihat Raja kini bersikeras turun dari brankar. “Ambilkan kursi roda. Cepat!” bentak Raja. Meski gerakan egoisnya itu membuatnya sedikit meringis kesakitan.“Tuan, itu tidak mungkin…”“Bedebah! Kau mau aku pecat?” Iras Raja kian berubah dingin.Rudi yang ingin menolong pun akhirnya mencar

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   4

    Setelah mengumpulkan keberanian segenap jiwa raga, Pia mendatangi tempat Raja dirawat. Kaki Raja tergantung di atas tiang dan tengah terlelap.Sepertinya tidak ada masalah dengan operasi Raja. Pia yang hendak mengetuk pintu pun kembali menarik tangannya lagi. Cukup melihat dari celah kaca di pintu saat ini. Pia akan kembali setelah Raja siuman dan membiarkannya untuk beristirahat.“Kamu yang nabrak Tuan Raja, kan?”Deg.Tiba-tiba pria yang menolongnya muncul. Niat ingin pergi pun batal.“Iya, Tuan. Tuan yang menolong kami tadi, bukan? Terimakasih sudah membantu,” ucap Pia di tengah-tengah kekagetannya. “Anda ditunggu beliau sejak tadi. Silakan masuk.” Pintu dibuka, Pia pun masuk ke dalam. Ternyata pria itu bukan sengaja lewat dan muncul sebagai penyelamat, melainkan memang untuk menjemput Raja.“Kenapa baru datang? Aku menunggumu sejak tadi! Jangan katakan kalau kau berusaha kabur.”Ternyata Raja tidak tidur. Pia sampai terperanjat dua kali dengan tubuhnya yang sedikit terlonjak.

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   3

    Syifa sangat terguncang mendengar perkataan Rama. Tidak ingin percaya tetapi Pia telah menjawabnya. Syifa menangis pilu, tak mampu menahan rasa malunya yang begitu besar. Bagaimana Syifa harus menjelaskan pada semua orang yang sedang menunggu. Tidak.Syifa tidak sanggup.Bukannya jawaban baik-baik yang didapat Syifa ketika datang ke rumah Rama, melainkan penghinaan.Masalah ini tampaknya tidak ada jalan keluarnya. Sehingga Syifa pun jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.Pia merasa sangat bersalah. Karena kesalahan memilih calon suami, kedua orang tuanya harus terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit di ruang yang sama.Pria yang ditabrak Pia telah dipindahkan ke tempat lain. Tetapi Pia tidak sempat menanyakan di mana ruangannya. Pia akan mengurus pria tersebut nanti, karena, orang tuanya jauh lebih membutuhkannya.Saat tengah memandang Nizar dan Syifa, tiba-tiba seorang wanita masuk tanpa mengetuk. “Pia, apa kamu tidak punya harga diri sampai-sampai harus menyuruh ibumu da

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   2

    Pia pun bersimpuh di kaki Nizar, menangis mengadukan penderitaannya. Berterus terang, berbicara terbuka hingga Nizar sampai terdiam kala mendengar yang dituturkan sang putri. Kepala Nizar langsung terasa pusing dan pandangan pun berputar-putar. Nizar tidak menyangka, kehormatan putrinya yang polos sudah dirusak oleh pria tak bertanggung jawab.“Ayah sudah habis-habisan dan berhutang banyak demi mewujudkan pernikahan impianmu. Tapi kamu malah ditinggal begitu saja. Seharusnya kamu dengar ayah dari awal!”Tangis Pia semakin menjadi-jadi. Rasa sakit ini begitu luar biasa membuatnya sampai sulit bernapas.“Maafkan Pia, Yah. Maaf!” Penyesalan memang selalu datang diakhir. Namun semua sudah terjadi dan tidak bisa dirubah.Di saat yang sama, tubuh Nizar pun ambruk ke tanah. Pia sangat panik dan berteriak meminta tolong.Akan tetapi, tidak ada siapapun yang bisa dimintai tolong. Sehingga Pia membonceng sang ayah dengan mengikatkan selendang di tubuhnya agar tidak terjatuh.Walau kesulitan, P

  • Tawanan Hati Sang Tuan Muda   1

    “A… apa ini, Ram?” Pia berharap pemandangan di depannya adalah mimpi. Mimpi buruk namun sayangnya nyata. Menyaksikan mempelai pria yang seharusnya menikah dengannya hari ini, baru saja selesai mengucap ijab kabul untuk wanita lain.Pia begitu kecewa. Namun semua sudah terlambat.Pernikahan Rama dan Dewi sudah terjadi. “Pia?” Rama begitu syok dan berdiri, namun Pia lebih dari itu.Tubuhnya terasa lemas seiring jantung yang terus berdegup lebih cepat. Keringat di dahi membanjiri sehingga make up yang dikenakannya pun sedikit luntur.Apa ini?Apakah ini prank?Dua jam menunggu Rama di meja akad, akan tetapi Rama malah berada di meja akad yang lain. Dewi pun juga berkebaya putih seperti Pia, tetapi dengan perut sedikit membuncit.Apakah itu artinya?Tidak.Itu tidak mungkin.Dewi adalah tetangga yang sudah dianggap adik oleh Rama. “Pia, maaf. Dewi sedang mengandung anakku!” Penjelasan itu menjawab segalanya.Hari yang dinanti-nantikan menjadi hari paling membahagiakan untuk Pia beruba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status