Syifa sangat terguncang mendengar perkataan Rama. Tidak ingin percaya tetapi Pia telah menjawabnya. Syifa menangis pilu, tak mampu menahan rasa malunya yang begitu besar. Bagaimana Syifa harus menjelaskan pada semua orang yang sedang menunggu.
Tidak.
Syifa tidak sanggup.
Bukannya jawaban baik-baik yang didapat Syifa ketika datang ke rumah Rama, melainkan penghinaan.
Masalah ini tampaknya tidak ada jalan keluarnya. Sehingga Syifa pun jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.
Pia merasa sangat bersalah. Karena kesalahan memilih calon suami, kedua orang tuanya harus terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit di ruang yang sama.
Pria yang ditabrak Pia telah dipindahkan ke tempat lain. Tetapi Pia tidak sempat menanyakan di mana ruangannya. Pia akan mengurus pria tersebut nanti, karena, orang tuanya jauh lebih membutuhkannya.
Saat tengah memandang Nizar dan Syifa, tiba-tiba seorang wanita masuk tanpa mengetuk.
“Pia, apa kamu tidak punya harga diri sampai-sampai harus menyuruh ibumu datang? Rama sudah jelaskan, kan, kalau dia tidak bisa menikahimu. Lalu kenapa ibumu malah datang?’’
Dewi datang menemui Pia di rumah sakit. Wanita itu tampak tidak peduli dengan keadaan orang tua Pia sekarang.
“Dewi, bisakah kamu tidak menuduh sembarangan? Kita bicara baik-baik di luar,’’ Pia pun berjalan ke arah pintu, tetapi Dewi menahannya.
Dewi tidak mau membuang waktunya, semua harus diselesaikan secepat mungkin.
“Aku tidak mau berlama-lama di sini. Aku harap kamu ngerti kalau Rama sekarang sudah jadi suamiku. Jadi, jangan usik rumah tangga kami yang baru dibangun hari ini,’’ seru Dewi dengan melipat kedua tangan di dada.
Pia menggelengkan kepalanya. Tidak Rama, tidak Dewi, orang yang selama ini terlihat baik ternyata memiliki sifat buruk yang tersembunyi. Mereka pandai bersilat lidah, manusia bermuka dua. Sangat pintar memutarbalikkan fakta seakan Pia lah penjahat dari kejadian hari ini.
“Tega sekali kamu bicara seperti itu, Dewi. Selama ini aku selalu biarin Rama dekat sama kamu, karena aku sudah menganggap kamu seperti adikku juga. Tapi malah seperti ini balasannya?’’ Air mata Pia menggenang di pelupuk mata. Rasa dikhianati pun kian terasa.
“Sudahlah, jangan kebanyakan drama. Sekarang keluarga Rama tahu kamu wanita murahan. Belum dinikahi sudah mau ditiduri!’’ Dewi memandang Pia dengan tatapan jijik.
“Sedangkan kamu? Bagaimana dengan kamu yang bahkan lebih parah? Hamil di luar nikah!’’
PLAK!
“Hati-hati kamu kalau ngomong!’’ seru Dewi tidak terima.
Apa yang salah dari kalimat Pia? Memang begitu, kan, kenyataannya?
Pia bicara benar tapi dirinya malah ditampar. Pia pun tidak ingin tinggal diam dan ingin membalas. Namun, “Jangan pernah kamu sentuh istriku.’’
Rama datang menepis tangan Pia hingga Pia kehilangan keseimbangan dan jatuh di lantai.
Dewi memasang wajah takut dan lekas memeluk Rama. “Ram, aku nggak tahu kenapa Pia sampai mau nyerang aku. Padahal aku bicara baik-baik,’’ rengeknya bahkan hingga keluar air mata buaya.
Pia lagi-lagi dibuat terkejut dengan akting Dewi yang luar biasa.
“Tadinya aku kesini mau jenguk orang tuamu tp aku malah lihat kelakuanmu yang busuk.’’
Sepatah kata pun Pia tak membalasnya. Keadaan ini terlalu kejam.
Rama tidak ada dari awal namun Rama seakan-akan tahu segalanya.
“Kita pergi saja sekarang!’’ Rama merangkul Dewi dan membiarkan Pia masih bersimpuh di lantai. “
Aku nggak nyangka kamu bisa sekasar ini,’’ timpal nya lagi. Rama pun pergi namun meninggalkan tatapan kecewa pada Pia.
Dunia terasa terbalik. Pia berusaha berdiri sambil menangis. Semuanya sangat tiba-tiba sampai-sampai Pia merasa sekujur tubuhnya lemas. Pia pun mencari area sepi untuk menumpahkan isi hatinya.
Tidak ada tempatnya berkeluh kesah, semua ditelannya sendiri walau sakit.
Mungkin inilah maksud ayahnya yang pernah berkata, tidak ada pria dan wanita yang dekat tanpa ada perasaan di dalamnya. Sekarang Pia menuai benih yang dirinya tabur. Selalu membiarkan Rama dengan prinsip percaya, tetapi akhirnya apa?
Pia dikhianati oleh orang yang dicintainya. Juga orang yang dipercaya tidak akan merebut calon suaminya.
“Mbak, maaf mengganggu.’’
Pia buru-buru menghapus air matanya saat seorang perawat menghampiri.
“Ada tagihan rumah sakit yang harus dibayar. Tolong dilunasi segera di bagian administrasi, ya.’’
Setelah si perawat berlalu, Pia menggerakkan kakinya yang terasa berat bersama air mata yang belum surut. Pia tidak peduli lagi pada sekitar yang memperhatikan pakaiannya. Pikirannya begitu rumit dan hatinya begitu sakit.
Badan pun sudah sangat lelah memikirkan semua yang terjadi hari ini.
Pia menyesal begitu bodohnya mempercayai Rama dan Dewi.
Dua orang yang disayanginya ternyata menjadi sumber penderitaannya. Ketika Pia selalu mendahulukan kepentingan mereka, keduanya malah bermain di belakang Pia.
Sudah berapa lama sebenarnya?
Sepuluh tahun berpacaran dengan Rama, apakah Dewi dan Rama sudah bersama lebih dari itu?
Dan selama mengenal mereka, mengapa baru sekarang kedok keduanya terbongkar?
Tampaknya mata Pia tertutup oleh cinta kepada Rama sehingga tidak bisa melihat ada hubungan gelap di depan mata.
Penyesalan mendalam itu membuatnya kembali menangis. Hingga napas Pia terasa begitu sesak.
Namun saat ini, semua itu harus disembunyikannya dahulu karena Pia telah berada di depan loket administrasi. Tetapi air mata Pia lagi-lagi jatuh ketika petugas mengatakan, “126 juta untuk total perawatan tiga orang dan harus dilunasi sekarang.’’
Pia kaget. Mengapa bisa semahal itu?
“Perawatan untuk pasien mana yang menelan biaya besar, Bu?’’
“Untuk pasien di ruang vvip yang sekarang dalam perawatan pasca operasi patah tulang.’’
“Vvip?’’
“Iya. Pasien sendiri yang memintanya untuk dipindahkan ke sana. Pasien tidak ingin bergabung dengan pasien umum yang lain.’’
Pia bingung bagaimana bisa pria itu meminta ruangan terbaik di rumah sakit. Sedangkan orang tuanya sendiri berada di ruang perawatan biasa.
Demi meminimalisir biaya, Pia memutuskan menemui pria tersebut.
Namun sebelum itu, Pia menyempatkan ke kantin rumah sakit untuk membeli minum. Dan tanpa sengaja melihat foto pria yang ditabraknya ditampilkan di televisi.
“Kami kehilangan anak kami, Raja Dakara. Bila ada yang melihatnya, tolong hubungi di nomor yang telah kami cantumkan. Terimakasih.’’
Lalu si wanita yang sedang dikejar oleh wartawan masuk ke dalam mobilnya dan tak lama melaju cepat.
“Anak konglomerat keluarga Dakara tidak diketahui keberadaannya. Sementara rapat besar pemegang saham keluarga Dakara masih berlangsung dan menantikan kedatangan beliau. Demikian sekilas info.’’
Kini layar berubah menampilkan iklan.
Pia terduduk lemas. Menyadari yang ditabraknya adalah anak pengusaha kaya terkenal di kotanya. Siapa yang tidak mengenal keluarga Dakara? Keluarga pebisnis sukses bahkan pusat perbelanjaan yang sering dikunjungi Pia adalah milik keluarga tersebut.
Pia ketakutan memikirkan hal-hal aneh di luar kepalanya. Setelah pernikahan yang batal, apakah dirinya akan dimasukkan ke penjara oleh Raja?
“Itu dia nyonya orangnya.” Dewi langsung menunjuk Pia yang dicari-cari oleh Suri. “Kamu! Kemari kamu! Cepat!” Bahkan tanpa menyapa atau berkenalan sama sekali Suri meminta Pia menghampirinya. Suri tidak peduli. Citra Pia di matanya sudah jelek. Yang terpenting bagaimana memisahkan Raja dari Pia. Titik. “Kamu apakan anakku sampai-sampai bisa kamu menikah dengannya?” todong Suri langsung. Sementara Dewi tetap diam, dirinya pun begitu penasaran apa yang terjadi. Tidak mungkin sang tuan muda mau menikah dengan upik abu seperti Pia. Jika tidak dipaksa, pastilah dijebak. “Sa… saya…” Pia bisa melihat ketidakrelaan seorang ibu dari mata Suri. Berbeda sekali dengan ibunya yang malah mendukung pernikahannya dan Raja, padahal Pia tidak mau. Mati-matian menolak, namun selalu disudutkan dengan bencana yang dibuatnya. “Kamu nggak bisu, kan? Cepat jawab!” Suri tidak mau Pia berada di tengah keluarganya yang harmonis. “Nyonya, saya…” Ingin menerangkan jika dirinya pun terpaksa, namun saya
“Istri?”Dewi menganga hingga mulutnya kemasukan lalat.“Fuuhh… fuuh… binatang sialan.” Dewi meludah hingga binatang itu keluar.Meski lalat membuatnya kesal, tetapi ada yang lebih membuatnya jauh lebih murka dari itu. Tidak mungkin Pia istri dari majikannya.Dicampakkan Rama malah mendapat Raja.Dibuang seperti sampah malah dipungut oleh berlian.“Tidak. Ini pasti salah.”Rama yang bekerja sebagai bawahan, namun Pia mendapatkan atasannya.“Itu nggak mungkin, kan?” Dewi melihat Rama yang sama syoknya. Dewi tidak terima dan masih menolak di hatinya, mungkin saja salah mendengar.Ya. Pasti begitu.“Ma? Itu betulan istrinya Raja?” Diva pun penasaran, karena, penampilan Pia tidak mencerminkan kriteria seorang Raja.“Coba mama bicara dulu.”Suri pun menyusul Raja ke kamar. Tetapi baru beberapa langkah, Rama sudah memotong jalannya.“Nyonya, ijin saya mau bicara sebentar.”Di mata Suri, Rama adalah pria baik, sopan dan giat yang mana telah mengabdikan dirinya selama sepuluh tahun bekerja
Prang.Karena terlalu syok, kehadiran Rama itu membuat Pia tak sengaja menjatuhkan gelas. “Ma- maaf. Saya ambil sapu dulu.” Cepat-cepat Pia lari ke belakang dan ingin membersihkan pecahan gelas.Debaran jantung tak terkira. Air di tenggorokan naik turun tiada ujung. Napas tidak teratur seakan melihat hantu. Pia memukul kepalanya mengira mimpi. Namun…“Kamu? Ngapain kamu di sini?” Rama berdiri di hadapan Pia.Ternyata semua itu sungguhan.Perlahan masalah dengan Raja membantunya melupakan Rama, tapi pria itu malah datang lagi. Seketika hati Pia pun merasakan perih.Sedangkan di sisi lain, Rama juga sama terkejutnya seperti Pia. Melihat Pia berada di tempatnya bekerja, pikiran Rama pun jadi kemana-mana.Mungkinkah Pia sampai sejauh itu ingin membalaskan dendam?Pikiran buruk pun menghantui dan segala kemungkinan terburuk yang akan dihadapi Rama.“Jawab! Kamu kenapa bisa di sini?” Rama tidak bisa menahan kekesalannya. Apalagi Pia muncul di hadapan orang-orang di rumah tempatnya mengab
Tiada hari tanpa air mata.Setiap berhadapan dengan Raja, mata Pia tidak pernah tidak tenggelam oleh kesedihan.Makanan yang dibuat Pia pun tidak pernah ada yang benar. Entah itu rasanya yang tidak pas, bentuknya yang aneh ataupun penyajiannya yang kurang tepat. Jangankan melewati tenggorokan, baru mencicipi satu ujung sendok saja sudah dimuntahkan olehnya.Posisi ayam yang tidak terlihat rapi pun sudah membuat Raja tidak berselera.Semua harus sempurna di mata Raja. “Kau bisa membuatku mati kelaparan.” Brak!Raja membanting sendok dengan kasar.Membuat jari-jari Pia saling meremas satu sama lain. Meluapkan kekesalan, kemarahan yang entah sampai kapan bisa dilepaskan.Namun sepertinya tak akan pernah bisa, karena Pia tidak memiliki kekuatan melakukannya.Nyawanya memang masih berada pada tubuhnya, tapi hidupnya kini bukan lagi miliknya. Pia harus menuruti semua keinginan Raja. “Pesan makan di restoran!” Untuk kesekian kalinya. Perut yang sudah berbunyi minta diberi asupan itu pun
Bau menyengat dari minyak angin akhirnya membangunkan Pia dari tidur panjang.Dan saat matanya terbuka, yang dilihat pertama kali olehnya adalah Raja. Menatap dengan sangat tidak bersahabat dan juga dingin.“Aku yang sakit, tapi kau yang pingsan.”Tarikan nafas kasar Raja memaksa Pia untuk cepat-cepat bangun.Rasanya masih tidak percaya jika Pia menikah dengan Raja. Juga masih tidak percaya bila pernikahannya hancur karena Rama memilih menikahi wanita lain.Pia masih kesulitan menerima. Ikhlas pun mungkin tidak akan pernah bisa.Selama apapun hubungan terjalin, ternyata tidak menjamin akan berakhir di pelaminan.Tapi apa mau dikata, nyatanya cinta Rama tidak sebesar cinta Pia. Pun tidak bisa menghindari pernikahan yang tak diinginkan demi kehormatan orang tua.“M-maaf, Tuan.” Pia tertunduk. Juga memegang perutnya yang tiba-tiba berbunyi.Sepertinya Pia pingsan karena lapar. Tidak terasa hari sudah malam, dan Pia belum makan sejak kemarin. Padahal semua itu dilakukannya demi menjaga pe
Hari di mana Pia harusnya menikah, memang benar terjadi.Namun semua di luar bayangan Pia, karena, mempelainya bukanlah laki-laki yang melamarnya dan telah menjalin hubungan sebelumnya dengannya. Melainkan orang tak dikenal. Yang baru saja Pia jumpai hari ini karena tak sengaja mencelakainya.Selama di jalan tak satu pun kata keluar dari Raja. Laki-laki itu sibuk dengan ponselnya dan Pia dengan pikirannya.Saat ini Rama pasti sedang berbulan madu dengan Dewi. Menikmati indahnya pengantin baru.Pia. Kuatlah. Kamu tidak boleh memikirkan laki-laki itu. Kamu juga harus bahagia.Namun bahagia seperti apa jika menikah karena terpaksa?Karena terjerat hutang?Tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalau bukan dilandaskan cinta.Hal itu membuat Pia tertunduk sedih. Raja yang menyadari kemurungan tersebut memilih berkutat dengan benda pipihnya. ‘’Sudah sampai.’’ Sang supir berkata lalu membukakan pintu untuk Raja dan Pia.Raja turun lebih dulu meski susah payah.Pia pun terkesima meli