Serena masih berada di kamar mandi, mematut penampilannya di depan cermin yang ada di sana.
"Bagaimana jika Morgan melihatku dengan pakaian seperti ini?" Serena menggigit bibir bawahnya saat membayangkan tatapan liar Morgan. Yang Serena kenakan saat ini adalah pakaian yang menurutnya paling tertutup. Sehelai gaun tipis berwarna krem dengan dada tertutup rapat, namun bagian belakanya sangat terbuka. Hanya ada tali-tali kecil yang menjadi penahannya, untuk gaun yang lain malah jauh lebih parah dari itu. Jelas Morgan sengaja memberikan pakaian-pakaian tersebut. Ia yakin Serena akan tampak sangat cantik saat mengenakannya. Belum juga Serena merasa yakin untuk keluar, pintu kamar mandi sudah diketuk dari luar. "Serena!! kau tidur?!" seru Morgan yang merasa tak tahan karena terlalu lama menunggu. "Sebentar, aku baru selesai." "Cepatlah aku lapar!" sahut Morgan sambil mendengus kesal. Setelah menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan Serena akhirnya keluar dari kamar mandi. Mata Morgan hampir tak berkedip melihat penampilan wanita di hadapannya. "Duduklah! di sini!" Morgan menepuk pahanya sendiri, mengisyaratkan agar Serena duduk di atasnya. "Kenapa ... aku harus duduk di sana?" Ditanya seperti itu Morgan berdecak kesal dan mengalihkan pandangan. Hasratnya sudah naik ke ubun-ubun, tapi wanita di hadapannya masih saja berlagak bodoh. "Aku menginginkanmu Serena ... apa lagi?" "Tapi aku lapar," ujar Serena sambil mendekat perlahan. "Ya aku tahu, kau bisa makan dari pangkuanku." "Oh God apalagi ini," ucap Serena dalam hati. Ia tak menyangka akan bisa menjadi wanita murahan seperti sekarang. Cara mendidik kedua orangtuanya yang penuh kebaikan dan kesopanan sama sekali tak berlaku saat dirinya harus berhadapan dengan seorang pria bernama Morgan Calister. Kini tubuhnya sudah berada di dalam kekuasaan pria itu. Pelukan serta sentuhan yang lembut membuat Serena mulai terhanyut dan gagal mengontrol diri. Bibirnya mendesah lembut saat bibir Morgan menelusuri leher jenjangnya. Tangannya turut menjambak pelan rambut tebal pria itu, terlebih saat sesuatu yang menjulang tinggi di dadanya dimanjakan, Serena menggila. Ia mulai lupa siapa yang tengah menyentuhnya saat ini. "Jangan menahannya Sayang, aku tahu kau menyukainya," bisik Morgan sebelum memberikan gigitan lembut di telinga Serena. Membuat wanita itu semakin berani, kini justru Serenalah yang merengkuh tengkuk Morgan untuk bisa menikmati bibirnya yang seksi khas seorang pria. Mengetahui wanitanya sudah sangat terpancing, Morgan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dibawanya Serena ke atas ranjang lalu menekan kedua tangan wanita itu ke atas kepalanya sebelum ia menikmati semua yang ia inginkan. Serena hanya bisa meracau dan menggelinjang menikmati setiap sentuhan memabukkan yang Morgan berikan. Saat kedua tangannya terlepas, Morgan lantas menyingkirkan setiap helai kain yang melekat di tubuh mereka sebelum kembali membuat Serena tunduk di bawah permainan menggelora yang ia ciptakan. Suara merdu dan peluh yang bercucuran menjadi pertanda betapa panasnya permainan mereka saat ini hingga akhirnya Morgan mengerang dengan sekujur tubuh yang kaku. Memenuhi rahim Serena dengan benih yang ia miliki. Permainan pun berakhir. Morgan mencium kening Serena cukup lama sebelum ia menjatuhkan tubuhnya ke samping wanita itu lalu memeluknya. "Terimakasih Sayang, kau hebat sekali," puji Morgan sambil kembali menciumi seluruh wajah Serena lalu menatapnya sambil tersenyum. Seolah-olah pria itu memiliki cinta yang luar biasa, namun Serena tak ingin berharap lebih. Ia tahu Morgan bukan miliknya. Hanya saja Serena tak bisa menepis rasa nyaman yang mulai merasuk ke hatinya. Ia menyukai cara Morgan memperlakukannya setelah apa yang mereka lakukan tadi. Sebagai seorang suami, tak pernah Sean bersikap selembut itu setelah bercinta. Jangankan memuji ataupun berterimakasih. Pria itu bahkan tak peduli apakah dirinya sudah mendapatkan kepuasan atau belum. Jika Morgan sudah mulai terlelap, lain halnya dengan Serena. Pikirannya masih tertuju pada Sean. Ia masih tak mengerti kenapa suaminya itu tega berbuat demikian. Besar kemungkinan alasan Sean membiarkan Aroon membawanya adalah karena uang, tapi bukankah selama ini mereka saling mencintai. Memikirkan semua itu membuat mata Serena kembali memanas, namun ia segera menahan diri agar tak menangis. Untuk menghilangkan gundah gulana di hatinya Serena menatap wajah Morgan. Siapapun pasti akan mengakui keindahan paras pria itu, termasuk Serena. "Sebenarnya kau itu siapa? apa tujuanmu datang dalam hidupku? jika saja kau belum ada yang memiliki, mungkin aku akan _ " "Akan apa?" sela Morgan yang membuat Serena terkejut setengah mati. "Kau belum tidur?" tanyanya lagi. "Aku sudah mengantuk tapi kau berisik sekali," jawab Morgan yang semakin mengeratkan pelukannya pada Serena. "Jangan terus memikirkan sesuatu yang tidak baik, tidurlah!" Akhirnya Serena ikut terlelap dalam kehangatan dada bidang Morgan, sementara itu, di tempat lain Aroon tengah menuntut Sean agar mengembalikan uangnya karena rentenir itu gagal meniduri Serena. "Cepat kembalikan Sean!! atau aku akan menghabisimu!!" teriak Aroon, namun dengan santainya Sean justru mengambil sesuatu dari laci mejanya. Tanpa aba-aba dan tanpa diduga oleh siapapun, satu peluru ia hadiahkan ke kepala Aroon. Pria itu seketika jatuh tersungkur dan kehilangan nyawa. Tak sampai disitu, gerakan cepat Sean juga berhasil melumpuhkan semua anak buah Aroon yang datang ke rumahnya. Ia lalu kabur dari kediamannya setelah merampas kunci mobil milik Aroon. Waktu yang terus bergulir seolah semakin berpihak pada Sean. Atas bantuan seseorang, pria itu akhirnya mendapatkan kehidupan yang selama ini memang ia inginkan. Bebas dan banyak uang. Satu hal yang ia yakini, Serena pasti sudah mati di tangan Morgan. Pria kejam dan berdarah dingin yang merupakan putra pertama keluarga Calister. Menurut anak buah Aroon, pria itulah yang mengambil alih Serena. Membayangkan nasib istrinya, Sean berdecih sinis. Sudah lama ia ingin terlepas dari wanita itu, namun ide gila baru ia dapatkan setelah ia mengenal Julie, istri Aroon. Wanita kaya raya yang telah berhasil mendapatkan seluruh harta warisan suaminya. Setelah peristiwa malam berdarah itu Sean dan ibunya telah pindah ke sebuah rumah mewah dan mendapatkan perlindungan khusus karena uang yang ia miliki. Tak butuh waktu lama, tanpa ada yang menuntut, kasus kematian Aroon pun bisa ditutup dengan mudah. Sean kini hidup dengan bergelimang harta dengan melanjutkan bisnis yang Aroon lakukan bersama istrinya. Mau tidak mau, semua orang-orang Aroon kini beralih tunduk pada Sean demi tetap mendapatkan bayaran. Jika Sean merasa hidupnya sudah di atas angin, lain halnya dengan Serena. Meski kini ia tinggal di sebuah mansion mewah, hidupnya bagai burung di dalam sangkar emas. Kehadirannya disembunyikan. Di satu sisi, Morgan memang memberikan semua yang ia butuhkan, tapi ia tetap tak tahu apapun tentang pria itu. Morgan sendiri belum tentu setiap hari akan datang dan mengajaknya untuk bicara. Tak jarang ia hanya datang di tengah malam. Menyentuh Serena sepuasnya lalu pergi lagi.Meski pelayan sudah pergi, Serena masih menempatkan William dalam gendongannya. Ia menatap tak percaya pada apa yang ada di hadapannya saat ini.Rumah yang berada di antara taman itu memang hanya rumah kecil dengan satu kamar, namun apa yang ada di dalamnya membuat Serena tak bisa berkata-kata. Tempat tidur yang nyaman untuk dirinya dan bayinya sudah tertata rapi di sana. Ada lemari khusus yang di dalamnya juga terdapat berbagai macam makanan, dan yang paling menyita perhatian adalah beberapa kotak susu formula juga diapers untuk William. Semua itu sesuai dengan apa yang biasa ia kenakan pada putranya.Serena mendekati benda-benda tersebut. Barang-barangnya benar-benar masih baru semua. Artinya, semua itu memang sengaja disiapkan secara khusus untuknya."Orang seperti apa pemilik rumah ini, kenapa sampai menyiapkan kebutuhanku dengan sedetail ini," gumam Serena sambil memegangi kotak susu yang diperuntukkan untuk William. Baru setelah itu ia duduk di sofa yang terletak di sudut ruan
Setelah mencari kemana-mana dan hampir putus asa, akhirnya Felix benar-benar muncul di depan Serena. Pria itu menatap takut-takut karena amarah jelas terlihat dari wajah Serena. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir wanita itu, namun tatapan matanya sama sekali tak beralih dari wajah Felix.Felix sendiri masih diam. Ia menunggu langkah Serena yang kian mendekat hingga tiba-tiba, plakkk ....Satu tamparan Serena daratkan di pipi Felix begitu keduanya sudah saling berhadapan.Pria itu masih diam membisu. Ia hanya menunduk sambil memegangi pipinya, namun saat Serena hendak berlalu, tangannya buru-buru menahan."Aku sungguh minta maaf Serena," ujarnya kemudian."Sudah aku maafkan, aku juga minta maaf karena selama ini sangat merepotkanmu, kupikir kau benar-benar tulus, tapi ternyata tak setulus yang kubayangkan," sahut Serena yang masih tak mau menatap ke arah Felix.Pria itu tentu tak terima dianggap demikian. Faktanya ia sangat tulus terhadap apa yang dilakukannya pada Serena,
Awalnya langkah Serena begitu mantap, tapi saat matanya sudah bisa menjangkau keberadaan Morgan, kedua kaki yang semula berdiri tegak kini justru bergetar hebat."William? itukah bayi yang dimaksud orang tadi?" tanya Serena pada diri sendiri. Tampak di depan sana, Morgan tengah meletakkan kembali tubuh William ke dalam stroller. Serena hampir saja mendekat karena tak rela Morgan menyetuh putranya, namun ia segera tersadar. Kalau sampai dirinya melakukan itu, sama artinya dengan memberitahu Morgan siapa William sebenarnya. Namun Serena ingin mendengar apa yang pria itu katakan. Karenananya kakinya mulai bergerak semakin mendekat dengan langkah mengendap-endap."Lain kali jangan lupa memastikan rem strollernya aktif saat sedang berhenti," ucap Morgan pada bibi May. Serena pun bisa mendengar samar-samar ucapan itu. Sekarang ia mengerti kenapa Morgan berinteraksi dengan putranya. Besar kemungkinan karena dia berusaha menolong stroller William yang tergelincir karena mungkin bibi May lupa
Sayangnya meski sudah diberi aba-aba, Serena masih diam tak bergerak. Ia sungguh tak tahu harus berbuat apa. Tak sanggup rasanya mempertontonkan lekuk tubuhnya di depan semua orang. Mungkin di kamera, tubuhnya memang tak terlihat sepenuhnya, tapi di hadapan orang di sekitarnya, tetap saja ia harus mempertontonkan lsemuanya. Belum lagi jika air sudah dinyalakan, Serena sungguh tak sanggup membayangkannya. "Aku tidak bisa," ucapnya kemudian yang membuat sutradara menatap tajam ke arahnya. "Hai Nona!! ayolah ... kita tidak sedang bermain-main tapi bekerja!!" Seketika ruangan tersebut hening. Mereka semua kini menatap ke arah Serena yang tampak diam tak bergerak. Merasa semakin kesal, sutradara tersebut memerintahkan pada asisten Felix untuk mengambil jubah mandi dari tubuh Serena. "Kita langsung ke adegan inti dulu! ambil pakaian luarnya dan air akan langsung dinyalakan." Mendengar itu asisten Felix pun langsung bergerak untuk mendekati Serena, tapi ternyata yang terjadi
Felix benar-benar lega, akhirnya ia sudah menemukan solusi atas masalahnya. Sore itu Serena tampak cantik dengan menggunakan turtleneck dress nuansa cokelat yang dipadukan dengan long coat dan ikat pinggang bernuansa senada.Ia juga memakai sepasang pumps dan membawa sebuah handbag warna cokelat yang tadi sempat dibelikan oleh Arthur. Bibi May yang melihat penampilan Serena sampai terharu."Kenapa Bibi menatapku seperti itu?" tanya Serena sambil mengambil alih putranya yang juga mengenakan pakaian senada dengannya. Di usianya yang ke 7 bulan, William semakin tampak menggemaskan."Kau sangat cantik, mengingatkan Bibi pada ibumu.""Ibu ... ayolah, tolong jangan bahas hal-hal yang menyedihkan, kita harus bersemangat hari ini. Ayo kita berangkat sekarang," sela Felix yang kemudian sigap membawakan handbag milik Serena.Setelah berpamitan pada sang paman, ketiganya lalu berjalan beriringan menuju ke mobil."Bibi, lihatlah! William senang sekali melihat pemandangan di luar!!" seru Serena ya
Serena semakin salah tingkah karena dua pria yang ada di hadapannya sama-sama memperhatikan dirinya."Kenapa, kalian menatapku seperti itu?" tanyanya kemudian."Kurasa Felix memilihmu untuk menjadi modelnya kali ini," tebak Arthur yang ternyata dibenarkan oleh Felix.Seketika Serena tertawa."Bagaimana mungkin kalian berpikir seperti itu.""Serena ... kau sangat cantik. Kecantikanmu melebihi apapun yang ada di dunia ini. Jadi ... kenapa tidak?" ujar Felix yang membuat Arthur terdiam.Mungkin itu adalah gombalan, tapi ia merasa tatapan Felix terhadap Serena bukanlah tatapan sayang selayaknya seorang saudara, melainkan tatapan kekaguman sama seperti yang ia rasakan."Apa Felix juga menyukai Serena."Batin Arthur terus berkecamuk seiring tatapan Felix yang terasa semakin dalam. Diam-diam Arthur terus memperhatikan ekspresi pria itu dan ia semakin yakin kalau Felix memang menyukai Serena. Sama seperti dirinya.Kini Felix masih berusaha membujuk Serena yang ternyata cukup sulit."Tapi aku