Home / Romansa / Tawanan Mafia Blackwood / Bab 7 - Luka Lama Yang Terkubur

Share

Bab 7 - Luka Lama Yang Terkubur

last update Last Updated: 2025-07-24 22:00:04

Aurora menatap langit-langit suite yang gelap. Jam di nakas menunjukkan pukul tiga dini hari. Damian tertidur di sofa, jasnya terlipat rapi di sandaran, dasi sudah terlepas. Napasnya teratur, tenang—seperti pria yang baru saja memenangkan peperangan.

Tapi perang Aurora baru dimulai.

Ponselnya bergetar pelan di bawah bantal. Aurora cepat-cepat meraihnya, membuka pesan baru.

[Kau benar-benar ingin tahu kebenaran? Cari map hitam di laci meja kerja Damian. Jawabannya ada di sana.]

Aurora menelan ludah. Tatapannya beralih ke meja kerja di sudut kamar, berdampingan dengan lemari kaca penuh botol anggur. Damian… bahkan saat tidur, ia tetap memancarkan aura mengancam.

Aurora berdiri perlahan, kakinya menyentuh lantai marmer yang dingin. Setiap langkah seperti menantang maut. Ia menahan napas, mendekati meja itu, lalu menarik laci teratas—kosong. Laci kedua—penuh dokumen.

Jantungnya melompat ketika menemukan sebuah map hitam di tumpukan bawah. Tangannya bergetar saat membuka isinya. Foto-foto jatuh berserakan di lantai.

Aurora membungkuk, memungut satu per satu. Dan saat matanya menangkap wajah-wajah di foto itu, darahnya seakan berhenti mengalir.

Ayahnya. Ibunya. Dan dirinya… berdiri di sebuah pesta lima tahun lalu. Di belakangnya, api berkobar.

Di pojok foto, ada siluet seorang pria—Damian. Tatapannya terekam samar, tapi cukup untuk membuat Aurora terhuyung.

Ingatan yang ia kubur menyeruak seperti badai. Malam itu. Suara tembakan. Jeritan. Dan suara ayahnya:

“Tinggalkan dia! Selamatkan Aurora!”

Aurora jatuh terduduk, napasnya terengah. Jadi… benar kata Damian. Lima tahun lalu, keluarganya meninggalkannya di neraka.

Pintu suite berderit pelan. Aurora membeku. Bayangan tinggi menjulur di lantai, mendekat perlahan. Damian berdiri di ambang pintu kamar, kemeja putihnya setengah terbuka, sorot matanya gelap bagai jurang.

“Apa yang kau cari, Aurora?” suaranya tenang, terlalu tenang, hingga membuat jantung Aurora hampir pecah.

Aurora mematung. Nafasnya tercekat, jemarinya masih menggenggam foto yang kini terasa seperti bara. Damian berdiri di ambang pintu, tubuhnya tinggi, bayangannya menelan cahaya lampu redup.

“Apa yang kau cari, Aurora?”

Damian bertanya lagi dengan suara rendah, nyaris seperti geraman yang keluar dari dada. Tenang, tapi mematikan.

Aurora buru-buru menyelipkan foto ke belakang punggung, tapi terlambat. Tatapan Damian jatuh ke lantai, melihat map hitam terbuka, dokumen berserakan. Bibirnya melengkung pelan, senyum yang tidak membawa kehangatan, melainkan ancaman.

Ia berjalan mendekat, langkahnya tenang namun setiap denting sepatu di marmer terdengar seperti dentuman di dada Aurora.

“Kau penasaran?” Damian berhenti hanya sejengkal darinya, menunduk sedikit, wajahnya begitu dekat hingga Aurora bisa merasakan hembusan napasnya.

“Bagus. Karena aku juga ingin kau tahu… semuanya.”

Aurora berusaha mundur, tapi punggungnya menabrak meja. Damian menumpukan tangannya di permukaan marmer, mengurungnya. Tatapannya menembus, dingin dan membakar sekaligus.

“Lima tahun lalu,” ucapnya pelan, “malam yang membakar hidupku habis. Kau ingat?”

Aurora menggeleng cepat, suara tercekat. “Aku… aku tidak tahu”

“Tentu saja kau tidak tahu.” Damian tertawa pelan, getir, seakan sedang mendengar lelucon paling kejam. “Karena ayahmu memastikan kau tidak tahu apa pun… setelah dia menyeretmu pergi dan meninggalkanku di neraka.”

Aurora ternganga. Kata-kata itu menusuk, membuat dadanya sesak. “Itu… itu tidak benar..!”

Damian meraih dagunya, memaksa wajahnya menatap mata hitam yang berkilat. “Oh, Aurora… kau masih berpikir aku menikahimu karena cinta manis? Tidak. Ini lebih besar. Ini tentang balas dendam. Tentang membuatmu merasakan bagaimana rasanya… terperangkap.”

Aurora menelan ludah, tubuhnya gemetar. “Kalau begitu… kenapa tidak langsung menghancurkan aku?”

Damian tersenyum tipis, senyum yang lebih berbahaya daripada ancaman.

“Karena menghancurkanmu terlalu mudah. Aku ingin… kau hidup. Di sisiku. Setiap hari mengingat siapa yang memegang kendali.”

Ia meraih foto dari tangannya, menatapnya sekilas, lalu meletakkannya kembali ke map.

“Tapi kalau kau benar-benar ingin tahu… tentang api itu, tentang siapa yang mengkhianati siapa…” Damian merendahkan suara, matanya menusuk dalam, “aku akan tunjukkan. Besok malam. Dan setelah itu, kau tidak akan pernah memandangku dengan cara yang sama.”

Damian berdiri tegak, meraih bahu Aurora sekilas, tekanan jarinya membuatnya nyaris meringis.

“Sekarang… tidurlah. Karena besok, neraka yang sebenarnya dimulai.”

Ia berbalik, berjalan keluar kamar, meninggalkan Aurora terpaku dengan dada sesak dan pikiran yang berputar kacau.

Di lantai, foto itu tetap mengintip dari map yang terbuka, seakan menertawakannya.

Apa yang akan dia tunjukkan besok? Dan… apa yang sebenarnya terjadi lima tahun lalu?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Mafia Blackwood   Bab 14 - Memori Yang Muncul

    Mobil meluncur meninggalkan gedung tua. Aurora menatap keluar jendela, lampu kota berpendar seperti bintang yang jatuh satu per satu. Kepalanya riuh. Banyak pertanyaan berputar tentang foto itu, tentang malam lima tahun lalu, tentang Damian. Tapi setiap kali ia ingin bertanya, lidahnya kelu.Ia meraih ponselnya, jemarinya gemetar. Ingin menghubungi ayahnya, ingin menuntut kebenaran. Tapi bagaimana jika Damian mengawasinya? Bagaimana jika… ayahnya memang bersalah?Damian duduk di sampingnya, diam, hanya ketukan jarinya di sandaran kursi yang terdengar. Ritmenya pelan tapi menusuk, seakan mengingatkan: Aku masih mengendalikan segalanya.Mobil berhenti di depan restoran bintang lima. Cahaya lampu kristal dari dalam memantul di kaca jendela. Damian turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Aurora. Gerakannya sopan, tapi tatapannya berkata lain.“Makan malam,” ucapnya singkat, nadanya seperti perintah.Aurora menegakkan bahu, mencoba tenang meski

  • Tawanan Mafia Blackwood   Bab 13 - Malam Yang Mengubah Segalanya

    Aurora berdiri mematung di ruangan besar itu. Lampu gantung yang menggantung tinggi di langit-langit gedung tua terasa seperti mata yang mengawasi, menghakimi. Di meja kayu, foto itu masih terbuka, senyum masa lalu menertawakan dirinya.Tangannya gemetar, seolah foto itu bukan sekadar kertas—tapi sebuah pintu ke neraka yang selama ini ia tolak untuk dibuka.“Aku…” suaranya parau, nyaris tenggelam. “Aku tidak mengerti, Damian.”Damian berdiri beberapa langkah darinya, jas hitamnya kini sedikit terbuka, dasi longgar, tapi auranya tetap mencengkeram. Ia menatap Aurora lama, dalam, sampai udara di antara mereka terasa berat.“Kau mau tahu kebenaran, Aurora?” suaranya rendah, dingin. “Maka dengarkan… karena setelah ini, kau tidak akan pernah melihat dunia dengan cara yang sama.”Aurora menelan ludah, ngeri, tapi juga… penasaran.Damian berjalan mendekat, langkahnya mantap, sepatu kulitnya menimbulkan gema di lantai marmer tua. Ia berh

  • Tawanan Mafia Blackwood   Bab 12 Kebenaran Yang Terkubur

    Langit siang itu kelabu, seolah menandai sesuatu yang akan berubah. Aurora duduk di kursi belakang mobil hitam yang meluncur di jalan sunyi. Jendela gelap memantulkan bayangannya sendiri—mata yang dipenuhi tanya, bibir yang terkatup rapat menahan gelombang resah.Damian duduk di sampingnya, jas hitam rapi membungkus tubuhnya, wajahnya tak tertebak. Jemarinya mengetuk pelan sandaran tangan, irama yang membuat dada Aurora semakin sesak.“Ke mana kau membawaku?” suaranya terdengar pelan, tapi cukup untuk memecah keheningan yang mencekik.Damian tidak langsung menjawab. Ia memalingkan wajah, menatap Aurora dengan tatapan yang seperti bisa menembus pikirannya. “Tempat di mana semua cerita kita dimulai.”Aurora menelan ludah, rasa dingin merayap di tulang punggungnya. “Cerita… kita?”Senyum tipis melintas di bibir Damian. “Kau masih memandang ini sebagai perang, Aurora. Tapi perang selalu punya alasan. Dan aku akan tunjukkan kenapa.”M

  • Tawanan Mafia Blackwood   BAB 11 – PELUKAN YANG TAK TERDUGA

    Aurora terbangun oleh cahaya matahari yang menembus tirai tipis. Untuk sesaat, ia lupa di mana berada. Ranjang besar dengan seprai satin, aroma tembakau samar yang masih menggantung di udara… lalu ingatan kembali menghantamnya. Damian. Pernikahan. Neraka yang kini menjadi rumahnya.Ia duduk perlahan, kepala terasa berat oleh kurang tidur. Damian tidak ada di kamar. Keheningan ini justru membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Dengan langkah ragu, Aurora turun dari ranjang, berniat mencari kamar mandi.Tangannya menyentuh gagang pintu. Begitu pintu terbuka, tubuhnya langsung membentur sesuatu atau lebih tepatnya, seseorang.Aurora terhuyung ke depan. Sebelum ia sempat jatuh, sepasang lengan kuat menangkapnya, menahan tubuhnya agar tidak menyentuh lantai. Aroma sabun dan cologne maskulin menyeruak, membuat napasnya tercekat.Damian.Pria itu berdiri hanya mengenakan kemeja putih longgar, beberapa kancing terbuka, memp

  • Tawanan Mafia Blackwood   Bab 10 - Jejak Masa Lalu

    Aurora menatap ke luar jendela, lampu kota berkelebat seperti kilatan kilat saat mobil Damian melaju melewati jalan yang sepi. Malam itu seharusnya sudah berakhir, tapi rasa mencekam menempel di kulitnya seperti bayangan yang enggan pergi. Kata-kata Damian masih terngiang: Besok, aku akan tunjukkan segalanya.Mobil berhenti di depan bangunan megah yang menjulang dengan pilar marmer putih dan kaca tinggi memantulkan cahaya lampu taman. Kediaman Damian. Bukan sekadar rumah, ini istana yang dibangun dengan kekuasaan.Aurora menelan ludah saat Damian membuka pintu untuknya. “Turun,” ucapnya, suaranya tenang namun membawa bobot perintah.Langkah Aurora terasa berat, setiap ubin yang ia pijak seolah menjerat pergelangan kakinya. Saat melewati pintu besar yang dibuka oleh Adrian, hawa dingin menyergap, bercampur aroma mahal dari kayu berlapis pernis. Adrian hanya menunduk sopan, tapi sorot matanya mengikuti mereka seperti bayangan.Da

  • Tawanan Mafia Blackwood   Bab 9 - Titik Balik

    Aurora tidak tahu siapa yang pertama kali membuka pintu, tapi udara di ruangan mendadak terasa lebih dingin. Damian menoleh, rahangnya mengeras. Dan di ambang pintu, berdiri sosok yang pernah hanya jadi bisikan di telinganya, Rafael. Pria itu tersenyum tipis, senyum yang sama sekali tidak ramah. "Lama tidak bertemu, Damian," ucapnya dengan nada santai yang menusuk seperti belati. "Dan… ini dia pengantin barumu." Aurora membeku. Rafael. Nama itu pernah ia dengar dalam percakapan ayahnya lima tahun lalu. Nama yang membawa malapetaka. Jantungnya berdetak liar. Apa yang dia lakukan di sini? Damian melangkah pelan, berdiri di depan Aurora, tubuhnya seperti benteng. "Kau tidak diundang," katanya dingin, suaranya tajam seperti baja. Rafael tertawa pelan. "Undangan? Kau tahu aku tidak butuh undangan, Blackwood. Aku datang… karena aku tidak tahan mendengar rumor yang beredar. Katanya sang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status