Share

Bab 42

Author: Frands
last update Huling Na-update: 2025-08-07 19:27:57

Keringat mengkilat di atas kulit mereka yang masih memerah, dua tubuh itu tergeletak lemas di antara gulungan kain kemben dan pakaian yang berserakan. Wirya tertelungkup di atas ranjang kayu keras Ambarani, lengannya yang kekar masih melingkari pinggang sang mentor—sekarang jadi kekasih gelapnya.

Ambarani, yang biasanya selalu waspada, kali ini membiarkan kepalanya bersandar di dada Wirya yang naik turun perlahan. Jari-jarinya tak sadar menggambar lingkaran di atas bekas cakaran kukunya sendiri di bahu Wirya.

“Kau...” suaranya parau, “...ternyata murid yang cepat belajar.”

Wirya hanya mendengus, matanya setengah tertutup. Tapi tangannya merespons dengan meremas perlahan paha Ambarani yang masih terbuka lebar—gerakan posesif yang membuat wanita itu tersenyum.

Di luar jendela, bulan purnama menyinari sesosok bayangan yang tiba-tiba bergerak cepat—mungkin hanya angin, atau mungkin pengawal Kirani yang telah melihat terlalu banyak.

Tapi malam ini, di ruang yang dipenuhi bau hasr
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Tawanan yang Menawan   Bab 50

    Sebelum mereka mencapai balairung utama, seorang dayang berbaju ungu mendekat dengan langkah tergesa. “Tuan Putri,” ujarnya sambil membungkuk dalam, “Yang Mulia Ratu Arunya meminta kehadiran Tuan Wirya dan Tuan Putri di kamar pribadinya untuk jamuan makan siang.” Dewi Kirani mengangkat alis, kejutan jelas terlihat di wajahnya. “Di kamar Ibunda? Bukankah biasanya—“ “Perintah khusus dari Ratu,” sang dayang memotong dengan suara halus namun tegas. Wirya menelan ludah. Pikirannya langsung melayang ke pertemuannya dengan Ratu Arunya tadi pagi—Sebuah latihan khusus darinya. Apakah ini undangan... atau jebakan? Kirani yang tak menyadari kegelisahan Wirya malah tersenyum girang. “Bagus! Mungkin Ibunda pasti ingin memberikan perubahan tentang statusmu, Wirya.” Tangannya yang halus meraih lengan Wirya. “Jangan gugup. Ibu memang terlihat tegas, tapi sebenarnya—“ “Tuan Putri,” sang dayang memotong lagi, “Ratu meminta kalian segera datang. Makanan sudah disiapkan.” Mereka berbelok k

  • Tawanan yang Menawan   Bab 49

    Gerbang besar istana Wanawaron terbuka dengan gemuruh, memperlihatkan halaman dalam yang dipenuhi dengan taman-taman indah dan air mancur marmer. Namun yang langsung menarik perhatian Wirya adalah sosok yang berdiri di ujung jalan setapak—Dewi Kirani. Dia mengenakan gaun sutra biru muda yang melambai-lambai ditiup angin pagi, rambut hitamnya yang panjang digulung rapi dengan untaian mutiara. Senyumnya yang ramah membuat mata Wirya terpana. “Wirya,” sapa Kirani dengan suara semerah madu, tangannya yang halus memberi isyarat agar dia mendekat. “Akhirnya kau datang juga.” Wirya segera turun dari kuda dengan bantuan Diah yang tiba-tiba menjadi sangat sopan. Lututnya sedikit gemetar—entah karena perjalanan berkuda yang panjang, atau karena pandangan Kirani yang begitu intens. “Tuan Putri,” balas Wirya sambil membungkuk dalam-dalam, berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih merah. Kirani tertawa kecil. “Tidak perlu formal seperti itu.” Tangannya yang dingin menyentuh lengan Wiry

  • Tawanan yang Menawan   Bab 48

    BRAKKKKPintu kayu rumah Wirya terbanting terbuka, menyembulkan debu di udara yang disinari cahaya pagi. Seorang prajurit wanita bertubuh tegap berdiri di ambang pintu, matanya menyapu setiap sudut ruangan dengan curiga. “Apa kau melihat orang yang masuk ke sini tadi?” tanyanya kasar, tangan masih mencengkeram gagang pedang. Wirya dengan refleks menyembunyikan peta kulit di balik punggungnya, wajahnya dengan cepat mengosongkan ekspresi. “Tidak, Prajurit. Aku tak melihat satu orang pun selain Ratu yang tadi ke mari.” Prajurit itu mengerutkan kening, melangkah masuk dan mengendus-endus udara seperti anjing pemburu. “Kami melihat seseorang melarikan diri dari arah sini.” Wirya mengangkat bahu dengan santai, meski jantungnya berdegup kencang. “Mungkin pencuri dari desa sebelah? Aku tidak mendengar apa-apa selain suara kicau burung di pagi hari.” Prajurit itu akhirnya mengangguk, meski tidak sepenuhnya yakin. “Baiklah. Bersiaplah, Ratu Arunya memanggilmu ke istana sebelum mataha

  • Tawanan yang Menawan   Bab 47

    Wirya terdiam sejenak, mulutnya sedikit terbuka. Matanya menatap Ambarani dengan pandangan baru—seolah melihatnya untuk pertama kalinya. "Kau... kau adalah..." kata Wirya tersendat, otaknya berusaha mencerna informasi yang tak terduga ini. "Putri kerajaan?" Ambarani mengangguk perlahan, posturnya tiba-tiba berubah—lebih tegak, lebih anggun, seperti seseorang yang teringat akan darah bangsawan yang mengalir dalam nadinya. "Tapi—tunggu," Wirya menggeleng, "jika kau benar-benar adik Ratu Arunya, mengapa kau tidak dihukum atau—"“Arunya menyayangi adik-adik perempuannya,” Ambarani memotong, suaranya dingin. “Beberapa tahun lalu, saat Arunya baru dilantik aku memberontak namun gagal.” Tangannya mengepal. “Aku hendak dihukum mati atas perintah ibuku. Ibuku masih memiliki pengaruh kuat di kerajaan meski bukan seorang Ratu lagi.”Wirya semakin antusias mendengar cerita Ambarani. “Lalu?”“Arunya membunuh Ibu dengan racun,” Ambarani menunduk dengan ucapan yang sempat terhenti. “Menghil

  • Tawanan yang Menawan   Bab 46

    Wirya mengerutkan kening. “Apa yang kau rencanakan?” Ambarani menatap Wirya dengan sorot mata tajam. “Kita akan memberi mereka pelajaran. Kau harus jadi lebih kuat. Bukan hanya kuat secara fisik, tapi juga dalam hal... ketahanan.” Wirya mengerutkan kening. “Apa maksudmu?” “Kau pikir tugas dengan Dewi Kirani hanya sekadar bercinta biasa dan membuatnya?” Ambarani mendekat, suaranya berbisik. “Ratu Arunya pasti sudah menyiapkan ramuan khusus untuk menghilangkan potensimu—dan menguras habis tenagamu setelah tujuan mereka tercapai.” Dia mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya, lalu melukis peta sederhana dengan arang. “Di ujung hutan larangan, ada seorang petapa bernama Joko Loyo. Tak ada yang tahu pasti di mana persisnya, tapi kabarnya dia menguasai ilmu kuno tentang energi vital.” Wirya terlihat skeptis. “Jika tak ada yang tahu keberadaannya, bagaimana kita bisa—“ “Jangan kau ragukan pengetahuan orang yang hidup penuh tantangan sepertiku,” potong Ambarani. “Dia adalah s

  • Tawanan yang Menawan   Bab 45

    “Apa maksudmu, Yang Mulia Ratu?” Wirya mengerutkan keningnya. “Kalau kau menyesal kenapa kau tak membebaskan Tuan Putri dari tugas itu?”Ratu Arunya tiba-tiba mengecup ujung jarinya sendiri, lalu menyapukannya di sepanjang garis rahang Wirya dengan gerakan penuh penyesalan. “Seandainya aku tahu mereka menangkap seorang pria sepertimu...” bisiknya, suara mendesis seperti ular yang tergoda. Matanya yang gelap menelusuri setiap lekuk wajah Wirya. “Aku tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadikanmu pejantan pribadiku.” Dari bawah kasur, Ambarani menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Tanpa sengaja debu halus dari lantai menyeruak masuk ke hidung Ambarani dan nyaris membuatnya bersin. Wirya tercekat, darahnya berdesir antara rasa takut dan suatu gelora yang aneh. “A-apa semua penduduk di kerajaanmu hanya memikirkan—” “Kau tak perlu berprasangka terhadap kami, Wirya,” Ratu memotong, jarinya kini menyentuh bibir Wirya. “Kau hanya cukup... menurut.” Napasnya bergetar. “

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status