Share

Bab 43

Author: Frands
last update Last Updated: 2025-08-07 19:28:23

Wirya yang setengah sadar melihat siluet seseorang melompat dari pelana dengan gerakan gesit.

“Bodoh!” suara Ambarani menggema, tapi kali ini dengan nada yang berbeda—lebih berat, lebih tegas.

Wirya mengerahkan sisa tenaga untuk memandang ke atas. Ambarani berdiri di sampingnya, berpakaian lengkap seperti kesatria: celana panjang kulit, sepatu bot tinggi, dan jaket berlapis yang biasanya ia kenakan saat misi rahasia. Rambutnya yang biasanya tergerai kini diikat rapi ke belakang, membuat garis rahangnya yang tajam terlihat jelas.

“Kau... kenapa—“ Wirya terbatuk, lidahnya terasa seperti kapas.

“Bicara nanti!” Ambarani membungkuk, tangannya yang kuat menyelipkan satu lengan di bawah bahu Wirya. Dengan satu gerakan, ia mengangkat tubuh Wirya seperti membawa karung gandum. “Kita harus sampai ke rumahmu sebelum prajurit penjaga datang memeriksa.”

Kuda hitam besar itu mendengus ketika Ambarani melemparkan Wirya ke pelana depan. “Tahan erat-erat,” bisiknya sebelum melompat di belaka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tawanan yang Menawan   Bab 50

    Sebelum mereka mencapai balairung utama, seorang dayang berbaju ungu mendekat dengan langkah tergesa. “Tuan Putri,” ujarnya sambil membungkuk dalam, “Yang Mulia Ratu Arunya meminta kehadiran Tuan Wirya dan Tuan Putri di kamar pribadinya untuk jamuan makan siang.” Dewi Kirani mengangkat alis, kejutan jelas terlihat di wajahnya. “Di kamar Ibunda? Bukankah biasanya—“ “Perintah khusus dari Ratu,” sang dayang memotong dengan suara halus namun tegas. Wirya menelan ludah. Pikirannya langsung melayang ke pertemuannya dengan Ratu Arunya tadi pagi—Sebuah latihan khusus darinya. Apakah ini undangan... atau jebakan? Kirani yang tak menyadari kegelisahan Wirya malah tersenyum girang. “Bagus! Mungkin Ibunda pasti ingin memberikan perubahan tentang statusmu, Wirya.” Tangannya yang halus meraih lengan Wirya. “Jangan gugup. Ibu memang terlihat tegas, tapi sebenarnya—“ “Tuan Putri,” sang dayang memotong lagi, “Ratu meminta kalian segera datang. Makanan sudah disiapkan.” Mereka berbelok k

  • Tawanan yang Menawan   Bab 49

    Gerbang besar istana Wanawaron terbuka dengan gemuruh, memperlihatkan halaman dalam yang dipenuhi dengan taman-taman indah dan air mancur marmer. Namun yang langsung menarik perhatian Wirya adalah sosok yang berdiri di ujung jalan setapak—Dewi Kirani. Dia mengenakan gaun sutra biru muda yang melambai-lambai ditiup angin pagi, rambut hitamnya yang panjang digulung rapi dengan untaian mutiara. Senyumnya yang ramah membuat mata Wirya terpana. “Wirya,” sapa Kirani dengan suara semerah madu, tangannya yang halus memberi isyarat agar dia mendekat. “Akhirnya kau datang juga.” Wirya segera turun dari kuda dengan bantuan Diah yang tiba-tiba menjadi sangat sopan. Lututnya sedikit gemetar—entah karena perjalanan berkuda yang panjang, atau karena pandangan Kirani yang begitu intens. “Tuan Putri,” balas Wirya sambil membungkuk dalam-dalam, berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih merah. Kirani tertawa kecil. “Tidak perlu formal seperti itu.” Tangannya yang dingin menyentuh lengan Wiry

  • Tawanan yang Menawan   Bab 48

    BRAKKKKPintu kayu rumah Wirya terbanting terbuka, menyembulkan debu di udara yang disinari cahaya pagi. Seorang prajurit wanita bertubuh tegap berdiri di ambang pintu, matanya menyapu setiap sudut ruangan dengan curiga. “Apa kau melihat orang yang masuk ke sini tadi?” tanyanya kasar, tangan masih mencengkeram gagang pedang. Wirya dengan refleks menyembunyikan peta kulit di balik punggungnya, wajahnya dengan cepat mengosongkan ekspresi. “Tidak, Prajurit. Aku tak melihat satu orang pun selain Ratu yang tadi ke mari.” Prajurit itu mengerutkan kening, melangkah masuk dan mengendus-endus udara seperti anjing pemburu. “Kami melihat seseorang melarikan diri dari arah sini.” Wirya mengangkat bahu dengan santai, meski jantungnya berdegup kencang. “Mungkin pencuri dari desa sebelah? Aku tidak mendengar apa-apa selain suara kicau burung di pagi hari.” Prajurit itu akhirnya mengangguk, meski tidak sepenuhnya yakin. “Baiklah. Bersiaplah, Ratu Arunya memanggilmu ke istana sebelum mataha

  • Tawanan yang Menawan   Bab 47

    Wirya terdiam sejenak, mulutnya sedikit terbuka. Matanya menatap Ambarani dengan pandangan baru—seolah melihatnya untuk pertama kalinya. "Kau... kau adalah..." kata Wirya tersendat, otaknya berusaha mencerna informasi yang tak terduga ini. "Putri kerajaan?" Ambarani mengangguk perlahan, posturnya tiba-tiba berubah—lebih tegak, lebih anggun, seperti seseorang yang teringat akan darah bangsawan yang mengalir dalam nadinya. "Tapi—tunggu," Wirya menggeleng, "jika kau benar-benar adik Ratu Arunya, mengapa kau tidak dihukum atau—"“Arunya menyayangi adik-adik perempuannya,” Ambarani memotong, suaranya dingin. “Beberapa tahun lalu, saat Arunya baru dilantik aku memberontak namun gagal.” Tangannya mengepal. “Aku hendak dihukum mati atas perintah ibuku. Ibuku masih memiliki pengaruh kuat di kerajaan meski bukan seorang Ratu lagi.”Wirya semakin antusias mendengar cerita Ambarani. “Lalu?”“Arunya membunuh Ibu dengan racun,” Ambarani menunduk dengan ucapan yang sempat terhenti. “Menghil

  • Tawanan yang Menawan   Bab 46

    Wirya mengerutkan kening. “Apa yang kau rencanakan?” Ambarani menatap Wirya dengan sorot mata tajam. “Kita akan memberi mereka pelajaran. Kau harus jadi lebih kuat. Bukan hanya kuat secara fisik, tapi juga dalam hal... ketahanan.” Wirya mengerutkan kening. “Apa maksudmu?” “Kau pikir tugas dengan Dewi Kirani hanya sekadar bercinta biasa dan membuatnya?” Ambarani mendekat, suaranya berbisik. “Ratu Arunya pasti sudah menyiapkan ramuan khusus untuk menghilangkan potensimu—dan menguras habis tenagamu setelah tujuan mereka tercapai.” Dia mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya, lalu melukis peta sederhana dengan arang. “Di ujung hutan larangan, ada seorang petapa bernama Joko Loyo. Tak ada yang tahu pasti di mana persisnya, tapi kabarnya dia menguasai ilmu kuno tentang energi vital.” Wirya terlihat skeptis. “Jika tak ada yang tahu keberadaannya, bagaimana kita bisa—“ “Jangan kau ragukan pengetahuan orang yang hidup penuh tantangan sepertiku,” potong Ambarani. “Dia adalah s

  • Tawanan yang Menawan   Bab 45

    “Apa maksudmu, Yang Mulia Ratu?” Wirya mengerutkan keningnya. “Kalau kau menyesal kenapa kau tak membebaskan Tuan Putri dari tugas itu?”Ratu Arunya tiba-tiba mengecup ujung jarinya sendiri, lalu menyapukannya di sepanjang garis rahang Wirya dengan gerakan penuh penyesalan. “Seandainya aku tahu mereka menangkap seorang pria sepertimu...” bisiknya, suara mendesis seperti ular yang tergoda. Matanya yang gelap menelusuri setiap lekuk wajah Wirya. “Aku tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadikanmu pejantan pribadiku.” Dari bawah kasur, Ambarani menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Tanpa sengaja debu halus dari lantai menyeruak masuk ke hidung Ambarani dan nyaris membuatnya bersin. Wirya tercekat, darahnya berdesir antara rasa takut dan suatu gelora yang aneh. “A-apa semua penduduk di kerajaanmu hanya memikirkan—” “Kau tak perlu berprasangka terhadap kami, Wirya,” Ratu memotong, jarinya kini menyentuh bibir Wirya. “Kau hanya cukup... menurut.” Napasnya bergetar. “

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status