Share

Teman Kencan Online-ku Ternyata si Boss Jutek
Teman Kencan Online-ku Ternyata si Boss Jutek
Penulis: Qeqe Sunarya

1 Bos Yang Menjengkelkan

“Kalau kamu sudah bosan bekerja untuk saya, silakan angkat kaki dari perusahaan ini, Nona Prilly!”

Aduh, kenapa lagi ini? Tiba-tiba wajah pemegang tahta tertinggi perusahaan ini berubah serius. Kedua mataku hanya bisa terbelalak takut. Sedangkan kedua tanganku meremas samping rokku dengan cemas.

“Ma-maksud Bapak?”

Atasanku bangkit dari tempat duduknya, Pria berbadan tegap itu mendekat ke arahku dengan kaki panjangnya. Manik wajahnya yang dingin membuatku semakin menciut saja.

“Ya Tuhan, ya Tuhan. Dia berjalan kesini! Salah apa lagi sih, aku?” Aku cemas bukan main.

Perlahan aku melangkah mundur seiring Pak Harvey yang makin mendekat, berharap tetap menjaga jarak darinya. 

Akan tetapi, sayang, tanpa kusadari punggungku sudah mentok menyentuh rak buku. 

“Sial!” Aku mengumpat lagi dalam hati.

“A-ada apa, Pak?” cicitku, Aku benar-benar tidak berani memandang manik cokelat Pak Harvey yang biasanya tanpa ekspresi dan memilih menunduk.

“Kamu.” Suaranya yang dalam menggelitik telingaku. Membuatku menahan napas. “Tidak sadar sudah melakukan kesalahan?”

Apa, Pak? Apa lagi memangnya salahku ini? Kan bisa diomongin baik-baik. Nggak perlu nakutin gini ini dong. 

Namun, pada akhirnya aku hanya bisa berkata, “maaf, Pak. Saya kurang tahu letak kesalahan saya.”

Seketika itu Pak Harvey mengangkat tangannya, menunjukkan isian roti isi ke hadapan mataku.

“Astaga!” Aku melebarkan mata melihat isian roti di hadapanku. “Ma-maaf, Pak. Padahal saya sudah pesan kalau tidak pakai bawang bombay…”

Pak Harvey memelototiku, “Kenyataannya ada!” hardiknya. “Kamu tahu saya alergi bawang bombay kan? Atau memang kamu sengaja mau bunuh saya?”

Aku segera menggelengkan kepalaku.

Segampang itu kah membunuh anda, Pak? Cuma pakai bawang bombay.

Dari sudut mataku, di bawah aku melihat pergerakan. Rupanya kaki Pak Harvey sedang meraih sensor tempat sampah di samping kakiku, setelah penutupnya terbuka, dia menjatuhkan roti isi dari tangannya begitu saja.

“Kamu tahu orang macam apa yang paling membuat saya kesal?”

Aku tak berani menjawab, hanya menunduk. Bibirku gemetar.

“Orang yang tidak bekerja dengan baik, tapi menerima gaji mereka,” terang Pak Harvey dengan suara tenang penuh penekanan. Auranya semakin menakutkan.

“Lihat saya!” Bentaknya. Membuatku terkejut dan segera mengangkat wajahku.

Perlahan, Dia mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajahku, “mereka, adalah parasit yang bisanya hanya menikmati uang dari saya. Pergi!” tegasnya.

Gila, sakit sekali dalam hati ini ditunjuk pas di depan muka seperti itu.

Berusaha tenang, aku melangkah mundur. Kemudian berbalik untuk keluar dari ruangan raja neraka ini, kembali ke mejaku dengan langkah gontai.

Putus asa rasanya, aku sungguh lelah bekerja di perusahaan ini. Aku tahu cukup sulit meraih posisi sepertiku di perusahaan besar seperti Adamindo Group, tapi sampai kapan aku bisa tahan kalau hampir tiap hari kena jilatan lidah api si raja neraka seperti ini… 

Ya Tuhan… tak terasa air mataku sampai menetes.

Padahal sepagian ini aku sudah berusaha keras. 

Bayangkan saja, aku berangkat dari rumah sejak pukul lima pagi. Pergi ke binatu dulu untuk mengambil jas milik Bos galak itu, membeli kopi di cafe langganannya dan memastikan kopi itu sampai di depannya dalam suhu tak kurang dari 70 derajat celcius. 

Tapi apa… ada saja kesalahan yang membuat aku dimarahi bos yang picky dan perfeksionis itu.

Sumpah, satu tahun bekerja di perusahaan ini bagaikan bekerja di neraka.

Dalam keadaan seperti ini, rasanya aku sangat ingin menghubungi Mr. Bossy. 

Ah… menyebut namanya saja perasaanku membaik rasanya. 

Satu tahun ini dia lah yang memberiku semangat untuk bertahan bekerja di perusahaan ini. Meski kami belum pernah bertatap muka, tapi bagiku dia adalah kekasihku sebenarnya. Sayangnya nomor ponsel Mr. Bossy hanya aktif malam hari, jadi aku harus bersabar menunggu malam datang untuk menelponnya.

Sungguh, mimpi apa aku semalam hingga pagi-pagi aku sudah sesial ini. Tapi sepertinya aku tidak mimpi apa-apa. Aku tidur pulas setelah puas. Ah… Mr. Bossy.

Mungkin wajahku saat ini sudah memerah karena mengingat obrolan intim kami semalam di telepon. Iya, kami memang sering mengobrol panas untuk sekedar melepas stress, memuaskan hasrat masing-masing dan kami menikmatinya.

Baiklah, karena aku tidak bisa menghubunginya, saat ini aku hanya bisa berusaha menenangkan diriku sendiri dengan fokus pada pekerjaanku lagi ketika tiba-tiba ponselku bergetar.

“Ya, Put?”

Adik laki-lakiku menelepon.

“Kak, apa… Kakak punya uang dua ratus juta? Boleh pinjam dulu?”

Gila, apa-apaan ini. Aku langsung melotot mendengar nominal yang diucapkan adikku. 

Enteng sekali dua ratus juta keluar dari mulutnya. Campur aduk rasanya, ingin marah, ingin menangis. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status