Share

7 Kita Akan Menghadapi Ini

“Hah? Apa? Maaf?” Kedua alis Pak Harvey bertaut, terlihat tidak puas pada jawabanku.

Tujuanku menciumnya di depan umum memang untuk balas dendam, agar dia tidak bisa mencabut deklarasi yang kemarin dia buat, kalau aku adalah kekasihnya. Aku tidak mau dianggap buruk sendirian… Ini saatnya untukku membela diri, namaku di luar sana sedang di gunjing habis-habisan sebagai perusak hubungan orang!

Namun Pak Harvey juga tidak meminta penjelasan lebih, dia malah meninggalkanku melangkah keluar dari gedung putih begitu saja.

“Eh, Pak!”

Aku malah yang jadi kesal. Harusnya dia minta penjelasan, kalau perlu memaksaku. Agar aku bisa mengajaknya adu argumen!

Beberapa detik menoleh kanan dan kiri, aku melihat para wartawan berbondong-bondong masuk ke gedung putih. Rupanya Pak Harvey segera meninggalkan gedung ini karena melihat mereka.

Sontak aku terhenyak dan tidak ada pilihan lain. Aku segera ikut pergi keluar menyusul Pak Harvey yang terlihat memasuki mobil.

Saat aku masih berdiri beberapa langkah dari mobilnya, tiba-tiba kaca mobil diturunkan.

“Cepat masuk!” Ujarnya.

Tanpa pikir panjang aku segera masuk, daripada aku harus menghadapi wartawan sendirian…

Kami pun segera pergi dari tempat itu.

Di tengah perjalanan, sambil memandang Pak Harvey yang fokus menyetir, aku berkata. “Jalan yang terbaik adalah membuat saya menghilang beberapa hari, sampai semuanya tenang. Bagaimana menurut Bapak?”

Tapi bukannya menjawab dia malah membelokkan setirnya tiba-tiba.

Buset! 

Ini membuatku hampir terguling. Seketika aku berpegangan kursi mobil, kemudian dia menghentikan mobilnya.

“Kita akan menghadapi ini!” Ucapnya tegas sambil menatapku di sampingnya. “Media pasti akan mencari tahu segalanya tentang kamu, kamu harus bersikap sewajarnya, paham? Karena itu, saya akan mengantarmu pulang dan pastikan kamu tidak berkata apa-apa pada siapapun!”

“Kamu tidak akan berkomentar apapun tentang semua ini pada siapapun, bahkan teman dekatmu sekalipun! Non-aktifkan juga semua media sosialmu!”

“Dan pukul delapan malam nanti, kamu harus datang ke kantor!”

“Tidak.” Jawabku lugas.

Dia terlihat terkejut dengan jawabanku.

Lalu menegaskan, “dengar. Saya sudah membereskan masalahmu, kita sudah menyetujui perjanjian sebelumnya. Dua bulan lagi Sellyn akan menikah. Kamu akan berpura-pura menjadi tunangan saya selama dua bulan.”

“Tapi Saya tidak nyaman di rumah, Pak!”

“Jangan membantah! Mulai hari ini, apapun yang keluar dari mulut saya adalah perintah!”

“Ta–”

“Ingat, biaya rumah sakit kakakmu tidak sedikit.”

Sial!

Raja Neraka ini… Argh!

“Di dunia ini, Anda adalah orang yang sangat Saya sangat inginkan untuk menghilang.” Itu kata-kata terakhirku sebelum membuka pintu mobilnya, kemudian turun.

Pak Harvey juga ikut turun dari mobil, sambil menunjuk ke arahku dia berkata, “Saya muak dengan tindakan bodoh Anda, Nona Prilly! Dia berjalan mendekat, kemudian kami saling bertatap.

Aku pun tak gentar menjenjangi tatapannya. 

Entah, ego ku serasa tak mau mengalah dengan orang ini. Dia harus tahu kalau aku bukan wanita lemah, Aku tidak takut padanya meski kenyataannya hidupku saat ini bergantung padanya. Semua ini kulakukan agar kedepannya dia tidak memperlakukanku seenaknya.

“Anda tahu, Saya bisa membawa Anda ke pengadilan, menuntut ganti rugi sebesar satu Milyar dan untuk itu, Anda harus bekerja seumur hidup dengan Saya.” Ancamnya.

“Astaga, orang jahat macam apa Anda ini?”

“Kamu sudah merusak reputasi Saya. Mengacaukan strategi saya untuk memperkenalkan kamu pada wartawan sebagai tunangan Saya. Tiba-tiba datang kemudian mencium saya di hadapan umum. Kamu harus bertanggung jawab memperbaiki semua ini!”

Strategi apa yang dia maksud? Strategi mengorbankan nama baikku demi menjaga nama baiknya? Biar dikira orang-orang kalau aku yang merayunya selama ini, begitu?

Mataku seketika membelalak, “Saya sudah minta maaf pada Anda, apa lagi yang Anda mau?”

“Kamu harus ada di kantor, sebelum pukul delapan malam nanti!”

“Saya benci Anda, Pak!” Ucapku dengan nada menantang.

“Posisi kita saling menguntungkan, Nona!” Jawabnya tak kalah sinis.

Aku mengangguk, “ok”. Lalu meninggalkannya dengan emosi.

Aku pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Ini masih lumayan jauh dari rumah, tapi tidak masalah. Rasa marah ku padanya membuatku ingin berjalan sejauh mungkin, kalau perlu terbang sekalian ke langit!

***

Pukul 19:30, Aku sampai di perusahaan milik si Raja Neraka ini.

Mengenakan kemeja lengan pendek warna merah, berbahan street yang pas di badan, celana panjang bahan kain office warna abu model pensil. Kupadukan dengan sepatu stiletto hak tinggi 9 cm warna merah. Aku berjalan penuh percaya diri.

Meski jujur, dalam hatiku gugup sekali rasanya, tapi aku berusaha mengatur napas setenang mungkin. Bagaimanapun aku tidak boleh menunjukkan sisi lemahku pada Raja Neraka itu atau dia akan semakin semena-mena padaku.

Menaiki lift menuju lantai dimana ruang kerja Bapak Harvey Adam yang terhormat berada, aku melihat masih ada beberapa staf yang sedang lembur.

Mereka menyapaku dengan tersenyum canggung.

Pasti mereka sudah tahu dari internet tentang berita kami. Itu kenapa senyum mereka begitu aneh. Tapi aku tak menghiraukannya, aku hanya ingin urusanku dengan si Raja Neraka cepat beres, walau entah bagaimana nasibku selanjutnya.

Sebelum masuk ke ruangan direktur utama perusahaan ini, sejenak aku terdiam dan menatap meja kerja di depan pintu masuknya.

Huft!

Satu tahun aku duduk disana menahan semua kekesalan ketika menjadi sekretaris Raja Neraka ini. 

Ku kira, setelah aku bertemu dengan Mr. Bossy, hidupku akan berubah dan aku tidak akan pernah bertemu lagi dengan Harvey Adam… Namun nasib ternyata mempermainkanku, sekarang aku malah jauh lebih dalam jatuh ke perangkap satu orang yang ku kenal dengan dua kepribadian berbeda.

Ya sudahlah, apa boleh buat. Ku jalani saja jalan hidup yang ada di depan mataku.

Aku mengetuk dua kali pada pintu besar di hadapanku, kemudian langsung membukanya dan melihat pria itu sedang berada di balkon ruangan ini, sambil memegang gelas, memandangi langit malam.

Aku segera menghampirinya.

Menyadari kedatanganku, dia berbalik dan melihat jam tangannya.

Sedikit mengangguk puas, dia bertanya. “Mau minum apa?”

Aku menggelengkan kepalaku.

Dia berjalan menuju meja di dekatnya dan menambah minuman lagi ke gelas yang ia bawa, “poin pertama, Anda akan bertindak seperti tunangan Saya selama dua bulan kedepan.”

“Kenapa?” Aku bersedekap, melipat kedua tanganku sambil melihatnya.

Dia menghampiriku, “apanya yang kenapa?”

“Kenapa Saya harus menjadi tunangan Anda? Untuk membuat mereka berpisah?”

“Iya.”

“Lalu kalau mereka tidak putus?”

“Mereka pasti putus.”

“Kalau tidak putus?” tanyaku lagi.

“Jangan khawatir, kontrak tidak akan diperpanjang.” Dia melanjutkan, “Setelah dua bulan, kesepakatan selesai dan Kamu tidak akan berurusan dengan Saya lagi.”

“Kalau mereka putus dalam satu bulan?”

“Semakin cepat mereka putus, semakin cepat semuanya berakhir.”

“Apa Anda melakukan semua ini agar Bu Sellyn kembali pada Anda?’

Dia menarik napas, “ketika kontrak selesai, Saya tetap akan menanggung biaya pengobatan kakakmu sampai dia sembuh. Saya juga akan menanggung keperluan sehari-harimu.”

Cih!

Ini berlebihan, dia pikir aku bisa di bodohi. Bukannya kalau seperti itu artinya aku masih terikat dengannya? Aku tidak lumpuh, aku tidak mau punya sangkutan hutang budi dengannya, aku masih bisa bekerja di tempat lain dan tidak harus tersiksa setiap hari bekerja dengan Bos arogan seperti dia.

“Tidak perlu sampai seperti itu, Pak!” “Maksud Saya, Saya tidak mau uang Anda!”

“Apa yang kamu inginkan?”

“Tidak ada… Sudah cukup bagi Saya, Anda sudah membantu menebus rumah peninggalan orang tua Saya dan karena hari ini saya sudah merusak reputasi anda, Saya hanya ingin memperbaiki semuanya, makanya Saya datang kesisni.”

“Selain itu, Saya ingin membantu mengembalikan wanita yang Anda cintai ke pelukan Anda. Itu saja… Dua bulan akan cepat berlalu. Kemudian Saya akan menghilang dari hidup Anda.”

“Tidak bisa seperti itu,” Dia menatapku. “Dalam perjanjian, kedua belah pihak harus mendapat keuntungan. Saya sudah berjanji, dan perjanjian itu bukan topik untuk diskusi!”

Aku mengangguk mengerti dan berpikir sejenak.

“Kalau begitu beri saja Saya pekerjaan!” Aku melanjutkan, “sampai kontrak berakhir, saya akan bekerja disini selama dua bulan.”

“Bukannya kamu tahu seberapa sulit mendapat pekerjaan di perusahaan Saya? Bahkan kamu sudah Saya pecat.”

“Saya Anda pecat hanya karena sebenarnya Anda masih kesal dengan pelayan cafe yang lupa menaruh irisan bawang bombay ke roti isi Anda, kan? Saya tahu itu, karyawan cafe itu juga sudah dipecat karena Anda, bukan?”

Ketika aku melihat dia tak bisa berkata-kata, aku tahu ini kesempatanku untuk menyudutkannya lebih dalam. 

“Saya tidak peduli dengan kontrak itu. Anda bisa menuntut Saya kalau Anda mau, saya akan membayar kompensasi dengan bekerja untuk Anda… Permisi!”

Aku pun berjalan akan meninggalkannya.

Qeqe Sunarya

terimakasih untuk komentar positifnya ya... Author makin semagat deh

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status