Share

Chapter 5

Dugaan Mao ternyata salah. 

Kamus 'Tuan Besar' yang mampu digambarkan dirinya itu pasti sudah keriput, berumur dan ubanan. Belum lagi suaranya yang memberat sesuai umur yang kian menua. 

Setelah melalui dilema yang lumayan menyita, Mao pada akhirnya menyetujui kesepakatan dan melanggar prinsipnya untuk tidak menerima klien pria demi menyuapkan rekeningnya dengan harga yang tinggi. 

Disinilah Mao berada, diantarkan keruangan yang dua kali lipat luasnya dengan ruang tamu dilengkapi ornamen hiasan yang Mao taksir bernilai ratusan juta itu. Mirip dengan kamar bangsawan yang menjamur kemewahan tapi tidak dengan ini yang sarat akan kemuraman. 

Disana, ada sesosok pria tengah membelakangi mereka yang terlihat hanya punggungnya dan memakai kaos saja. King kasur yang Mao yakini empuk dan super nyaman itu terlihat miris dimana seprai dan selimut menjuntai ke sembarang arah. 

Belum lagi, sisa makanan berserakan menampilkan kesan jorok dan juga kotor. 

Segera saja, Zaki yang terbiasa dengan pemandangan ini menyuruh beberapa maid merapihkan kekacauan yang terjadi melalui earphone yang melekat setia ditelinga. 

"Keluar"

Sebuah ucapan dingin baru saja terlontar, saat atensi Mao dialihkan ke para maid yang cekatan membereskan semua kekacauan dengan alat alat canggih. 

Zaki segera bergegas menuju tuan besarnya dengan menjabarkan segala maksud dan tujuan. Tanpa disuruh pun, Mao mendekat. Pelototan mata Zaki sebagai asisten tuan besarnya menyuruh Mao untuk tidak melangkah terlebih dahulu sebelum mendapat intruksi. Tapi, Mao masa bodo. 

"Halo, selamat pagi Tuan"

Sapa Mao dengan senyum manis yang selalu dipuji Rafa sebagai cambuknya. Berharap mendapat imbalan sapaan dari sosok orang yang masih membelakanginya. 

Kebekuan menyelimuti mereka bertiga. Mao, Zaki dan tuan besarnya itu diruangan yang hampir menyerupai luas Gelora Bung Karno. Terlihat beberapa sekatan untuk walk in closet, gym super lengkap, ruang menonton, ruang kerja dan masih banyak lain yang terdapat didalam satu kamar. Mao melongo takjub akan hal ini. Sultan mah BEBAS. 

"Keluar"

Terdengar kembali nada penekanan dan dingin yang mengudara. 

Tuan besarnya itu menolak apapun yang berusaha disampaikan Zaki tanpa bersusah payah mengeluarkan kalimat lebih dan hanya mengandalkan tangannya untuk mengusir yang wawwwwww putih bangeeeet dan Mao baru saja mengakui itu.

"Ini bukan mayat manusia jadi jadian kan? Terus apa lagi sakit perawatan kulit juga ya?" Gumam Mao yang masih terfokus pada tangan besar itu. 

"Maaf tuan,saya berjanji ini yang terak ARGGGH.. "

Zaki mundur beberapa langkah sambil mengerang sakit saat tuan besarnya itu mengeluarkan sebuah alat. Mao buru buru membantu. "Tidak apa. Saya sudah terbiasa"

Mao siap memuntahkan amarahnya. Apa apaan itu, lagi sakit tapi suka nyakitin orang lain! Masih beruntung ada yang urus dirinya. 

"Anda jangan bersikap begitu. Masih untung ada yang... "

Jederrrrrr. 

Definisi tampan 90% yang sudah disandangkan oleh Mao untuk Rafa tanpa debat,harus diakui bahwa ada yang lebih lebih kuadrat ganteng tanpa celah dari kekasihnya. 

CALON KLIENNYA, SI TUAN BESAR ITU TAMPAN POLLLLLLLLLLLL. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status