Dugaan Mao ternyata salah.
Kamus 'Tuan Besar' yang mampu digambarkan dirinya itu pasti sudah keriput, berumur dan ubanan. Belum lagi suaranya yang memberat sesuai umur yang kian menua.
Setelah melalui dilema yang lumayan menyita, Mao pada akhirnya menyetujui kesepakatan dan melanggar prinsipnya untuk tidak menerima klien pria demi menyuapkan rekeningnya dengan harga yang tinggi.
Disinilah Mao berada, diantarkan keruangan yang dua kali lipat luasnya dengan ruang tamu dilengkapi ornamen hiasan yang Mao taksir bernilai ratusan juta itu. Mirip dengan kamar bangsawan yang menjamur kemewahan tapi tidak dengan ini yang sarat akan kemuraman.
Disana, ada sesosok pria tengah membelakangi mereka yang terlihat hanya punggungnya dan memakai kaos saja. King kasur yang Mao yakini empuk dan super nyaman itu terlihat miris dimana seprai dan selimut menjuntai ke sembarang arah.
Belum lagi, sisa makanan berserakan menampilkan kesan jorok dan juga kotor.
Segera saja, Zaki yang terbiasa dengan pemandangan ini menyuruh beberapa maid merapihkan kekacauan yang terjadi melalui earphone yang melekat setia ditelinga.
"Keluar"
Sebuah ucapan dingin baru saja terlontar, saat atensi Mao dialihkan ke para maid yang cekatan membereskan semua kekacauan dengan alat alat canggih.
Zaki segera bergegas menuju tuan besarnya dengan menjabarkan segala maksud dan tujuan. Tanpa disuruh pun, Mao mendekat. Pelototan mata Zaki sebagai asisten tuan besarnya menyuruh Mao untuk tidak melangkah terlebih dahulu sebelum mendapat intruksi. Tapi, Mao masa bodo.
"Halo, selamat pagi Tuan"
Sapa Mao dengan senyum manis yang selalu dipuji Rafa sebagai cambuknya. Berharap mendapat imbalan sapaan dari sosok orang yang masih membelakanginya.
Kebekuan menyelimuti mereka bertiga. Mao, Zaki dan tuan besarnya itu diruangan yang hampir menyerupai luas Gelora Bung Karno. Terlihat beberapa sekatan untuk walk in closet, gym super lengkap, ruang menonton, ruang kerja dan masih banyak lain yang terdapat didalam satu kamar. Mao melongo takjub akan hal ini. Sultan mah BEBAS.
"Keluar"
Terdengar kembali nada penekanan dan dingin yang mengudara.
Tuan besarnya itu menolak apapun yang berusaha disampaikan Zaki tanpa bersusah payah mengeluarkan kalimat lebih dan hanya mengandalkan tangannya untuk mengusir yang wawwwwww putih bangeeeet dan Mao baru saja mengakui itu.
"Ini bukan mayat manusia jadi jadian kan? Terus apa lagi sakit perawatan kulit juga ya?" Gumam Mao yang masih terfokus pada tangan besar itu.
"Maaf tuan,saya berjanji ini yang terak ARGGGH.. "
Zaki mundur beberapa langkah sambil mengerang sakit saat tuan besarnya itu mengeluarkan sebuah alat. Mao buru buru membantu. "Tidak apa. Saya sudah terbiasa"
Mao siap memuntahkan amarahnya. Apa apaan itu, lagi sakit tapi suka nyakitin orang lain! Masih beruntung ada yang urus dirinya.
"Anda jangan bersikap begitu. Masih untung ada yang... "
Jederrrrrr.
Definisi tampan 90% yang sudah disandangkan oleh Mao untuk Rafa tanpa debat,harus diakui bahwa ada yang lebih lebih kuadrat ganteng tanpa celah dari kekasihnya.
CALON KLIENNYA, SI TUAN BESAR ITU TAMPAN POLLLLLLLLLLLL.
Mao masih salah tingkah saat kalimatnya masih menggantung dan yang lebih memalukan melongo dengan mulut setengah terbuka saat melihat calon kliennya.Entah pahatan dari mana ia berasal. Hatinya terus berujar kata maaf untuk Rafa saat Mao berani memuja orang lain disaat dirinya sudah memiliki kekasih."Hehehe.. Sekali kali ya Raf, ada yang lebih tampan dari kamu nih. Makannya jangan sombong! Huhuhu" Lagi, Mao hanya bersuara lirih."Ayo Nona. Kita keluar"Zaki mempersilahkan sebelum tuan besarnya itu bertindak lebih karena beliau tidak suka jika ada yang membantah perintahnya. Kejut setrum seperti yang tadi dilakukan bukan hal pertama bagi Zaki, terlampau sering dan menjadi biasa."Nona.. "Mao segera tersadar dan tak sengaja pandangan matanya bertemu dengan telaga hitam pekat yang menyimpan begitu kecamuk dalam sana. Sorotnya begitu dingin namun tersimpan banyak sekali luka.
Lagi dan lagi, Mao harus menerima rentetan celotehan panjang kali lebar kali tinggi milik Rafa yang saat ini duduk disampingnya sambil menyuapkan cemilan cake yang ia beli sebelum mampir ke kosan.Mao menduga, bibir milik kekasihnya itu habis di charge 100 persen sehingga begitu tahan lama dan sampai membuat telinga Mao kepanasan. Salahnya sendiri memang yang kebiasaan mengheningkan dering handpone ketika berada diluar rumah entah karena alasan apa.Sebagian kapasitas otaknya ia gunakan untuk mendengar setia rentetan kaset rusak yang didendangkan Rafa. Waktu 1 jam rasanya belum cukup puas menahan mulut itu untuk tidak lagi cuap cuap. Jangan sampai cerita didalam kartun yang telinganya mengeluarkan asap akan benar terjadi, bisa viral nanti.Mao juga saat ini sedang kalang kabut meski diluar nampak biasa aja, namun siapa sangka sesungguhnya ia sedang berpikir keras bahwa harus ada kejelasan tentang apa yang telah terjadi belakangan ini.Bagaimanapun,
Flashback OnSatu tahun yang lalu. Mao menyaksikan sendiri bagaimana kerusuhan yang terjadi disemua minimarket, pasar dan semua warung warung yang menyediakan kebutuhan sehari hari.Saling sikut, saling mendahului, saling berteriak satu sama lain, saling menjatuhkan begitu jelas dalam jangkauan matanya. Tak peduli wanita, pria, nenek,kakek, remaja, anak anak semua seolah gelap mata dan berubah rusuh berebut semua yang terpajang bahkan penjarahan terjadi disana.Kemunculan berita yang mengatakan dunia sedang dilanda pandemi dan mengharuskan mengambil tindakan lockdown, masyarakat seolah berbondong bondong menyetok kebutuhan harian mereka dengan brutal disana.Mao yang saat itu baru saja akan berganti shift kerja dengan temannya,harus menyaksikan kengerian itu dan hanya menahan sesak dan tangis. Buru buru, ia menghubungi sang ibu untuk jangan keluar rumah dan mengunci semua pintu, jendela sampai pemerintah mengambil tindakan cepat untuk ma
Setelah jeda terbentang panjang. Baik Mao dan Rafa kini sudah bisa menguasai hati menjadi lebih baik dan kembali berpijak dengan ditandai acara saling melempar senyum. Menghapus jejak air mata kala ingatan terputar dengan rekaman kejadian yang berbeda namun memiliki kepiluaan setara.Rafa berdehem sambil mengamit kedua tangan Mao yang mendadak gugup. Melanjutkan pertanyaan kekasihnya tentang hubungan mereka. Aura maskulin seketika terpancar saat kedua mata hazelnya menatap lembut."Ayo kita melangkah lebih serius, Mao" Ucap Rafa penuh kesungguhan.Pipi Mao bersemu merah. Perasaannya dag dig dug seperti diajak naik roll coster."Ini kamu lamar aku? Ih ga romantis bangeett jadi cowok. Gak modal lagiiiiii" Sungut Mao yang mendapat sambaran ciuman di pipi.Kilas bangetttt, tapi mampu menambah debaran keduanya."Yaaaaaaaaaaaaaak. Ini first kiss aku buat Nam Do San taaaaaaaaaaaaaaaaau""Bodoamaaaaaat" Balas Rafa yang
Mao baru selesai mematikan kompor dan menuang indomie kuah yang berisikan telor dan bakso kedalam mangkok. Perutnya berbunyi lapar saat jam sudah merujuk pada dini hari dan ia tidak bisa tidur dalam keadaan perutnya yang meronta untuk segera diisi.Tidak ingin menyalakan televisi, Mao hanya mendendangkan lagu bernada mellow. Menemaninya menyuap helai demi helai mie dengan nikmat sambil matanya yang bergerilya scroll instagram.Senyum mengembang begitu saja saat kekasihnya, post foto beberapa jam lalu dan mematikan kolom komentar karena tidak ingin membuat khalayak terlalu kepo akan kehidupannya. Netizen istilah jaman sekarang. 800 like. Wowwwww..Foto mereka yang diambil tadi siang saat pernyataan manis keduanya terlontar. Monokrom dengan wajah Mao yang menghadap kesamping dan Rafa yang merebahkan kepalanya di bahu Mao. Cute.Namun masih ada kejanggalan bagi gadis berzodiak Virgo itu yang saat ini belum jujur tentang background pekerja
Rafa masih menggunakan handuk sepinggang berwarna putih dengan atasan yang memperlihatkan dada bidangnya disertai sekat sekat kotak yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya meneguk liur.Ia sengaja bangun pagi buta hanya untuk sarapan bersama di kos-an Mao. Katakanlah Rafa bucin, pasalnya baru kemarin ia berkunjung dengan segala celotehan akan tindakan Mao yang selalu tidak mengangkat panggilannya dan pergi entah kemana tanpa pamit.Bukankah didalam hubungan juga perlu sebuah kejujuran?Maka untuk menambah daya energi sebelum menghadapi tumpukan berkas yang meminta perhatiannya di kantor. Rafa akan dengan senang hati berkunjung kembali,melihat,memandang wajah cantik kekasihnya. Ah, atau bisa disebut calon istrinya."Sial. Gak sabar bawa Mao ke penghulu"Rafa senyum senyum sendiri. Bersiul kesenangan. Menghadapkan wajah tampannya pada kaca besar dan mengambil baju formalnya di walk in closet.Sebuah pemberit
"Permisi tuan. Nona yang anda cari sudah berada di ruang tamu" Ucap Zaki sambil membungkuk tanda hormat.Tuan besar yang saat ini tengah melamun melempar arah ke gazebo taman dengan dibantu kursi roda mengangguk kecil, tanpa menoleh.Langsung saja tanpa berharap dapat balasan kata, Zaki bergegas menyuruh salah satu maid yang terbiasa berjaga di depan kamar tuan besarnya untuk memanggil Mao yang baru saja menyesap teh hijaunya."Maaf nona, mari ikuti saya"Hampir saja, Mao tersedak karena sedang menikmati hirupan teh hijau dan dengan cepat menguasai diri. Bergegas berdiri, mengikuti kemana langkah kaki maid tersebut.Ruangan dengan penjagaan beberapa maid di depannya sudah ditebak Mao bahwa ia akan dibawa kesana. Kamar tuan besar yang bahkan sampai saat ini belum juga diketahui namanya.Zaki sudah berdiri disana. Mengarahkan Mao untuk menyapa tuan besarnya itu terlebih dahulu."Selamat pagi tu.... "
Rafa mengamuk.Jelas jelas ia tidak akan terima apa yang baru saja dikirimkan oleh orang kepercayaannya sebuah foto.Foto yang memperlihatkan Mao sedang terlibat obrolan pada seorang pria berkacamata hitam dari balik kemudi. Pria asing yang bahkan Rafa sendiri belum pernah melihat atau mendengar dari Mao. Lalu ada hubungan apa mereka? Pagi pagi buta?"Maaf tuan, saya kehilangan jejak. Sepertinya pria itu tau bahwa ada yang mengikutinya dan dia langsung melesat dengan kecepatan tinggi" Sesal Bagas, orang kepercayaan sekaligus asisten pribadinya.Rafa meremukkan foto itu dan melemparkan ke segala arah. Habis sudah kesabarannya. Selama ini, mungkin ia sudah memberi keluasan Mao untuk berkelana menyembuhkan hati karena kehilangan orang terkasih. Pekerjaan.Ia selalu memberi kebebasan Mao untuk pergi jalan jalan dengan syarat,ia wajib mengabarinya kemana gadis itu akan pergi. Bukan karena ingin b