Share

Bab 2

Author: Anna
Pakaian itu sangat tipis dengan bahan transparan. Apa yang bisa ditutupi?

"Dokter Sam, ini..."

Aku memegang selembar kain tipis itu, ujung jariku gemetar.

"Ada apa? Apa ada masalah?"

"Baju ini..."

Aku terbata-bata, sama sekali tidak sanggup melanjutkan.

"Pakaian terapi ini dibuat khusus, tujuannya agar proses terapi bisa dipantau dengan lebih baik."

Suara Sam terdengar tenang, seolah ini hal yang wajar.

"Kondisimu cukup khusus, jadi perlu pengamatan yang lebih detail."

Pengamatan? Pengamatan apa?

Aku menggigit bibir kuat-kuat, batinku berperang sengit.

"Nina, kalau kamu nggak mau bekerja sama, terapi ini nggak ada gunanya dilanjutkan. Ini cuma langkah yang diperlukan dalam terapi."

Langkah yang diperlukan…

Dia seorang dokter, aku pasien. Seharusnya aku percaya pada penilaiannya yang profesional.

Terbayangkan lagi betapa menyiksanya insomnia itu.

Aku memejamkan mata dan menguatkan hati, lalu melepas pakaianku dengan cepat dan mengenakan pakaian terapi itu.

Bagaimanapun juga, kakiku masih ada di tubuhku. Kalau ada yang tidak beres, aku bisa kabur!

Sentuhan dingin dari pakaian terapi itu membuat bulu kudukku berdiri.

Setelah berlama-lama menunda, akhirnya aku memberanikan diri membuka pintu ruang ganti.

"Bagus."

Sam sudah menungguku di pintu.

Aku menundukkan kepala, tidak berani menatap matanya. Tubuhku terasa sangat tidak nyaman.

"Berbaringlah di atas ranjang terapi."

Sam menunjuk sebuah ranjang di tengah ruangan. Di atasnya, terdapat beberapa alat yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Aku berjalan kaku menghampirinya, lalu berbaring.

"Ini semua adalah peralatan paling canggih di bidang terapi psikologis."

Sam mengambil sebuah alat logam dan mengayunkannya di depanku.

"Ini adalah alat stimulasi saraf frekuensi rendah. Alat ini dapat membantumu merilekskan otot dan meredakan kecemasan."

Aku mengangguk, telapak tanganku sudah basah oleh keringat karena tegang.

Sam menyalakan alat itu. Ujung logamnya yang dingin perlahan menyapu lenganku, naik ke bahu, lalu berhenti di dadaku.

"Uh..."

Aku terlonjak, tubuhku refleks menegang.

"Nina, rilekslah."

Sam menenangkanku dengan suara lembut.

"Ini reaksi yang wajar, nggak perlu tegang."

"Sebentar lagi kamu akan merasa nyaman dan rileks."

Reaksi wajar? Di kepalaku muncul tanda tanya besar. Namun, tubuhku benar-benar mulai rileks dengan sendirinya.

Ujung logam itu terus bergerak, mengikuti garis tulang selangkaku, turun perlahan melewati perut, hingga akhirnya berhenti di bagian yang paling pribadi.

"Ah!

Aku berseru kaget dan langsung duduk sambil merapatkan kedua kaki.

"Ada apa? Apa nggak nyaman?"

Sam menatapku dengan wajah polos.

"Ini... ini..."

Aku terbata-bata, tidak mampu merangkai kata.

"Ini untuk merangsang sarafmu, melepaskan tekanan dari lapisan terdalam."

"Percayalah padaku, ini semua bagian dari terapi, semuanya demi kebaikanmu."

Sam menjelaskan dengan sabar.

Ekspresinya tampak tulus dan serius, tidak seperti berpura-pura.

Namun, benarkah dia sedang mengobatiku? Atau…

"Nina, kamu bisa memilih untuk menghentikan terapi. Hanya saja, kalau sesi pertama nggak selesai, takutnya nggak akan ada efek apa-apa terhadap insomniamu."

Aku ragu sejenak, lalu perlahan kembali berbaring.

Kali ini, Sam mengganti alatnya. Sebuah alat yang bergetar.

"Ini adalah alat getaran frekuensi tinggi. Alat ini dapat merangsang sarafmu lebih dalam, sehingga kecemasanmu bisa dilepaskan."

Sambil menjelaskan, Sam menyalakan alat itu.

Dengungan halus bergema di ruangan.

Begitu alat itu menyentuhku, aku merasakan seperti ada aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhku.

"Uh..."

Aku tidak kuasa menahan suara. Tubuhku mulai bergetar.

Rasanya sulit diungkapkan. Asing, tapi cukup familiar. Menakutkan, tetapi membuatku menginginkannya.

Aku memejamkan mata rapat-rapat, membiarkan sensasi itu mengguncang tubuhku.

Entah sudah berapa lama berlalu, sensasi itu mendadak menghilang.

Aku membuka mata dengan bingung dan mendapati Sam sudah mematikan alat tersebut.

"Terapi hari ini cukup sampai di sini."

Sam berdiri dan mulai membereskan alat-alat.

"Sesi pertama selesai. Berdasarkan pengamatanku, hasilnya cukup baik. Pulanglah dan beristirahat yang cukup. Sampai bertemu lagi."

Dia terdiam sejenak, lalu menambahkan.

"Terapi harus dilakukan secara bertahap."

Aku terbaring kaku, pikiranku benar-benar kosong.

Secara bertahap, sebenarnya apa maksudnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 8

    "Dokter Sam, sebenarnya aku ingin mencoba beberapa alat terapi baru, tetapi aku malu untuk mengatakannya secara langsung.""Jadi..."Aku menunduk sambil memutar jariku, sementara suaraku makin pelan, nyaris seperti dengungan nyamuk."Oh? Kamu ingin mencoba apa?"Nada suara Sam sedikit naik, seolah-olah dia mulai tertarik.Suasana tegang pun tergantikan oleh nuansa ambigu.Aku memejamkan mata, lalu memberanikan diri."Aduh, Dokter Sam... maksud aku, yang bisa membuat orang lebih rileks, kamu tahu, 'kan..."Aku menggerakkan tangan sembarangan, sementara pipiku terasa sangat panas."Sepertinya aku kurang perhatian, sampai nggak sadar kalau kamu sudah menginginkan terapi yang lebih mendalam..."Sam mengambil sehelai rambutku, lalu memainkannya di ujung jarinya."Kalau kamu begitu menantikannya, mari kita... bekerja sama dengan baik..."Terapi berikutnya, Sam benar-benar menepati ucapannya.Dia mengeluarkan serangkaian alat yang belum pernah kulihat sebelumnya.Sebuah alat berbentuk pistol

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 7

    Hari itu, aku menatap bingung pada nomor asing yang tiba-tiba muncul di layar ponselku.Setelah ragu sejenak, akhirnya kuangkat telepon itu."Halo, Nina, aku Clarisa Dixon.""Aku... aku juga pasien Sam."Aku tertegun, butuh beberapa saat untuk menyadarinya."Kamu juga... korban?""Aku dan temanku juga mengalami hal yang sama sepertimu.""Temanku, kalian sudah pernah bertemu."Suara Clarisa terdengar lembut, tetapi rasanya seperti ada palu berat yang menghantam hatiku.Aku membuka mulut, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa."Aku sedikit menguasai teknologi keamanan jaringan, mungkin bisa membantu?"Clarisa sepertinya menyadari keheninganku dan segera menambahkan ucapannya."Benarkah? Syukurlah!"Kehadiran Clarisa bagaikan secercah cahaya yang dilemparkan ke dalam jurang keputusasaan....Beberapa hari kemudian, aku akhirnya kembali mendapatkan kesempatan bagus saat Sam pergi keluar.Aku menyalakan komputer dan memasukkan diska lepas yang diberikan Clarisa."Clarisa, kita bisa mulai!"

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 6

    Setelah beberapa kali mencoba menyelidiki diam-diam, aku menemukan video-video tidak senonoh itu.Ternyata itu tersimpan di komputer klinik milik Sam, dalam sebuah folder terenkripsi."Sialan, bajingan ini cukup hati-hati juga."Aku menggertakkan gigi, jemariku dengan cepat mengetik di atas keyboard, berusaha membobol kata sandi.Tanggal lahir Sam? Salah.Tanggal lahir Zara? Masih salah.Bahkan kombinasi singkatan nama mereka berdua juga salah!"Sial, kata sandi macam apa yang dibuat bajingan ini?"Aku mengacak-acak rambut dengan kesal, sudut mataku melihat ada bayangan di pintu."Masa sih, dia kembali secepat ini?"Aku buru-buru menutup kotak input kata sandi dan berpura-pura membereskan buku catatan medis di meja.Saat itu, pintu berderit terbuka.Syukurlah, itu hanya ketakutan sesaat. Ternyata, itu bukan Sam.Aku menenangkan jantungku yang berdebar kencang, lalu memutuskan mengganti cara.Kalau tidak bisa mendapatkan video, aku akan mencari di tempat lain dulu.Aku membuka buku cata

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 5

    "Dokter Sam, barang kali ini bagus nggak?"Zara!Aku benar-benar terpaku, kepalaku berdengung.Barang? Barang apa?Aku berdiri di depan pintu, bingung antara masuk atau mundur."Tentu saja bagus, mana mungkin yang kamu bawa jelek?"Suara Sam tidak lagi selembut biasanya, justru terdengar sedikit genit.Zara terkekeh manja."Tentu saja, lihat saja siapa aku.""Lagi pula, apa hebatnya jadi bunga sekolah? Tetap saja bisa kamu permainkan.""Zara, dia sebodoh itu, benar-benar peringkat pertama di angkatan kalian? Dia sampai benar-benar percaya kalau aku sedang memberinya terapi!""Memang dia yang pertama, tapi bodohnya juga nyata.""Oh iya, Dokter Sam, kamu harus hati-hati, jangan sampai merusaknya.""Tenang, aku tahu batasnya.""Lagi pula kalau sampai rusak, masih ada kamu 'kan, Zara?""Aduh, menyebalkan... Tapi, video yang kamu rekam itu harus disimpan baik-baik...""Tenang saja, sudah kuarsipkan dengan rapi..."Suara Sam terdengar makin pelan, sisanya tidak bisa kudengar.Namun hanya dar

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 4

    Ujung alat pijat berbentuk seperti pistol itu menyentuh kulitku, sensasi dingin membuat bulu kudukku berdiri.Sam dengan cermat menyesuaikan posisinya."Nina, rileks, tarik napas dalam-dalam."Aku berusaha merilekskan tubuhku, tetapi alat itu terlihat begitu menakutkan, membuat hatiku masih dipenuhi rasa takut.Bzzz...Alat pijat berbentuk seperti pistol itu mulai bergetar, awalnya hanya getaran ringan."Ah..."Aku tidak kuasa menahan suara, tubuhku bergetar tanpa kendali.Tidak lama kemudian, getarannya makin besar dan makin dalam…Sensasi itu…Begitu kuat dan luar biasa.Seakan menyeretku ke dalam pusaran kenikmatan.Aku mencengkeram seprai erat-erat, begitu kuat hingga hampir merobeknya."Rileks, Nina. Sekarang, aku akan meningkatkan arusnya."Arus yang tiba-tiba meningkat membawa stimulasi yang begitu ekstrem, seakan menembus seluruh tubuhku.Sam juga mempercepat laju getaran alat pijat berbentuk seperti pistol itu.Tubuhku gemetar tanpa henti, pikiranku pun tidak bisa kukendalikan

  • Terapi Psikologis Khusus   Bab 3

    Sesampainya di rumah, aku langsung merasa mengantuk. Saat terbangun, ternyata sudah hari berikutnya.Aku benar-benar tertidur?Aku nyaris tidak percaya. Terapi khusus kali ini ternyata benar-benar manjur.Segala keraguan dan kecemasan yang kurasakan sebelumnya.Sekarang, tampak seperti kekhawatiran yang tidak perlu.Dokter Sam mungkin memang seorang dokter hebat.Aku mengambil ponsel dan sempat ragu sebentar, tapi akhirnya tetap mengirim pesan pada Sam.[Dokter Sam, tadi malam aku tidur nyenyak. Terima kasih.]Butuh waktu lama sebelum akhirnya Sam membalas.[Baguslah kalau hasilnya efektif.]Kupikir Dokter Sam akan segera menyarankan jadwal untuk terapi berikutnya, tapi dia sama sekali tidak menyinggungnya.Mungkin benar, aku terlalu berpikiran buruk.Akhirnya, aku sendiri yang mengambil inisiatif untuk membuat janji dengan Dokter Sam. Terapi kedua adalah minggu depan.Setelah menaruh ponsel, aku justru merasa sedikit bersemangat.[Nina, bagaimana tidurmu semalam?]Pesan dari Zara tiba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status