Share

Chap 5. Maaf, penariku sudah datang.

Nathan Alexander Mordha atau Nate, seorang pimpinan kejam, tetapi tampan. Ia adalah seorang CEO sekaligus pewaris tunggal dari Mordha Oil & Gas Company.

Laki-laki tampan, kaya raya dan berkuasa. Nate memiliki sepasang iris mata hazel yang tampak pas dengan rambut cokelat alami miliknya. Rahang tegas dan kulit mulus diselubungi bulu-bulu tipis yang berbaris rapi sepanjang rahang menyambung sampai ke atas bibir. Ia tahu dengan benar apa itu tampan dan jantan.

Sekarang si CEO tampan sudah bosan dengan Charlotte dan itu bukan hal baru bagi Jacob—asistennya. Charlotte dapat bertahan selama tiga bulan sudah keajaiban. Beberapa sekretaris sebelumnya hanya sampai satu bulan, bahkan ada yang hanya hitungan minggu.

“Baik. Ada yang lain, Sir?” Jacob bertanya dengan sopan.

Nate hanya menggelengkan kepala dan mengibaskan tangannya. Jacob pun berderap keluar menjalankan perintah Nate. Ia bersandar di kursinya, membolak-balik beberapa dokumen di mejanya. Setelah dirasa bosan, Nate memilih memandang ke luar jendela sejenak sebelum melanjutkan pekerjaannya.

Tepat pukul empat sore, Nate meninggalkan gedung perusahaannya bersama Jacob. Ia diantar ke penthouse mewahnya yang berada di Knightbridge, sekitar sepuluh menit dari perusahaan.

Pukul sebelas malam, Jacob menjemput Nate. Dia membawa Nate ke tempat kesukaannya, Intricats Premier Club London.

“Kau sudah memesannya, Jacob?” tanya Nate dari kursi belakang.

“Sudah, Sir.” Jacob menjawab sembari menatap ke jalanan di depannya.

Jacob sudah memesankan VIP Lounge untuk Nate di Intricats Premier Club London yang menyediakan hiburan dewasa.

VIP Lounge merupakan sebuah ruang privasi untuk menikmati kemewahan dan keintiman. Ruang tersebut berada terpisah dan terletak di lantai bawah hanya untuk pelanggan VIP. Lengkap dengan bar pribadi serta seorang DJ di luar ruang, sedangkan dekorasi mewah, panggung dan tiang penari di dalam ruang tertutup.

Kurang dari tiga puluh menit, Nate dan Jacob tiba di klub tersebut. Nate langsung menghambur keluar mobil dan memasuki klub malam dengan Jacob mengekor di belakangnya. Mereka melewati antrian para pengunjung.

Si pemilik klub terkejut saat mengetahui Nate sudah tiba lebih cepat dari yang diperkirakan. Dia panik, tetapi tetap menyambutnya.

“Selamat malam, Mr Mordha. Anda tiba lebih cepat,” sapa Waylen—pemilik klub malam.

Nate tak berhenti. Ia terus berderap menuju lift untuk turun ke lantai bawah tanah. Ia sudah terlalu sering datang sehingga tak butuh siapa pun untuk mengarahkannya.

“Tak usah basa-basi. Panggil Loretta sekarang, Waylen!” perintah Nate saat mereka semua masuk ke dalam lift.

Selain VIP Lounge, Jacob juga telah memesan seorang penari, Loretta. Dia seorang penari telanjang berambut cokelat dan berkulit eksotik. Loretta memiliki sepasang iris mata cokelat dan bibir sensual.

Sama seperti perempuan lainnya yang berada di klub itu, tubuhnya indah dan berisi layaknya seorang model. Loretta sudah hampir setahun menjadi penari kesayangan Nate.

Malam itu, sebenarnya Loretta sedang libur dan terpaksa datang karena Nate tak ingin dilayani penari selain dirinya.

Waylen hanya bergumam tak jelas. Dahinya berkeringat dan jemarinya bergerak semakin cepat saat dia sedang panik. “Ehm … ehm ….”

Nate yang tak sabar menoleh pada Waylen yang berdiri paling belakang. “Apa—“

Ting.

Lift terbuka dan memotong ucapan Nate.

Waylen dengan cepat menyalip Jacob dan menahan pintu lift untuk Nate. Nate keluar dan berdiri di depan lift seraya menatap tajam ke arah Waylen.

“L-Loretta akan s-segera ke sini, Mr Mordha. Lima belas menit lagi,” jawab Waylen tergugup.

Nate langsung memutar bola matanya dan menghela napas kesal. Ia berderap menuju VIP Lounge.

Jacob membukakan pintu VIP Lounge untuk Nate dan dua orang perempuan berambut cokelat sudah duduk di atas sofa mewah berwarna merah. Namun, tak satu pun dari mereka adalah Loretta.

Sontak Nate dan Jacob menoleh pada Waylen secara bersamaan.

“Bonus …,” terang Waylen sambil memamerkan giginya.

Waylen segera merapatkan bibir ketika Nate memelotot padanya. “Hanya sampai Loretta datang, Mr Mordha.”

Nate masuk ke dalam VIP Lounge dan disambut dua orang penari dengan pakaian yang hanya menutupi bagian intim tubuh mereka.

Jacob menunggu di depan ruangan bersama Waylen yang terus memburu-buru Loretta. Sayangnya, Loretta masih dalam perjalanan.

“Cepat, Loretta! Bisnisku bisa ditutup kalau kau terlambat!” ungkap Waylen dengan mulut hampir terkatup.

Di dalam VIP Lounge, seorang penari menuangkan Louis XIII Cognac kesukaan Nate, sedangkan seorang lagi keluar meminta DJ memainkan musik.

Mereka mulai menari di atas panggung saat Nate menyesap minumannya dengan raut wajah datar. Keduanya belum menari selama sepuluh menit, tetapi Nate sudah melirik jam di tangannya sembari mengentak-entakkan kaki ke lantai.

Melihat Nate yang sepertinya bosan, seorang penari berambut pendek turun dari atas panggung. Dia menanggalkan penutup atas tubuhnya dan mendekati Nate. Dia menari berpegangan pada kedua paha Nate dengan gerakan naik turun yang memamerkan dua gundukan kenyal miliknya di hadapan Nate.

“Selamat malam, Mr Mordha,” sapanya dengan suara menggoda.

Peraturan klub hiburan dewasa yang menyediakan penari telanjang tak memperbolehkan pelanggan menyentuh penari, beranjak dari sofa, berbicara senonoh dan banyak lagi karena mereka penari bukan prostitusi. Namun, para penari boleh menyentuh pelanggan atau duduk di atas pangkuannya.

Untuk VIP Lounge sendiri memang ruang privasi, di mana hanya ada satu orang pelanggan dan satu orang penari atau lebih. Sehingga, apa yang terjadi di dalam ruang itu hanya antara pelanggan dan penari.

Saat si penari berambut pendek sedang melepaskan penutup bawah tubuhnya, Nate melirik si penari berambut ikal di atas panggung. Ia menatapnya dari atas sampai bawah tanpa berkedip dan membuat si penari berambut ikal seakan terhipnotis untuk segera melepas penutup atas tubuhnya dan menari di dekat Nate.

Si rambut pendek langsung membelai wajah Nate agar menatap dirinya yang sudah polos di hadapan Nate. Dia melipat satu kaki di sofa dan menari di sebelah Nate.

“Sentuh aku, Mr Mordha,” bisiknya pada Nate. Si penari berambut pendek meraih tangan Nate dan meletakkannya di atas gundukan kenyal miliknya.

Nate melihat dua gundukan kenyal yang minta disentuh. Ia tanpa ragu meremas dan mengusap puncaknya yang sudah mengeras.

Si penari mendesah seraya menggigit bibir bawah yang dipulas lipstik merah menyala. Dia mendekat dan mengusap bibir Nate dengan bibirnya.

“Maaf, terlambat,” tutur Loretta yang menyelonong masuk dan mengganggu si penari berambut pendek.

Nate memiringkan kepalanya, tetapi masih meremas gundukkan milik si penari. “Kau telat, Loretta. Aku hampir bersenang-senang di sini.”

“Kau bisa melepaskannya sekarang, Nate,” pinta Loretta sambil melirik si penari berambut pendek.

Si penari berambut ikal mengambil penutup atas tubuhnya dan bergegas memakainya. Sedangkan si penari berambut pendek menatap Nate—memohon agar Nate tak memintanya pergi, sayangnya Nate justru melepaskan tangannya.

“Maaf, penariku sudah datang,” ucap Nate sembari membelai perut si penari berambut pendek.

Dua penari bonus keluar meninggalkan Nate dan Loretta berdua dalam VIP Lounge. Loretta menutup pintu, berderap mendekati Nate dan membuka ikatan mantel panjang berwarna maroon dan menjatuhkan mantelnya.

Loretta memamerkan pakaian minim bertali dan menerawang berwarna maroon, stoking jaring hitam sepangkal paha dan sepatu hak tinggi berwarna hitam.

Tanpa buang waktu Loretta meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama di hadapan Nate. Dia tak butuh tiang tari jika bersama Nate. Belum sampai tiga menit, Loretta bahkan sudah membuka seluruh penutup tubuhnya hanya menyisakan stoking hitam dan sepatu hak tinggi.

Loretta melipat kedua lututnya di atas sofa dan menari di sebelah Nate. Dia mengelus pipi Nate dengan gundukan kenyal miliknya, kemudian meremas rambut belakang Nate dengan sebelah tangannya sampai Nate sedikit mendongak.

“Nate … jangan nakal kalau aku belum datang,” ucap Loretta dengan suara lembut.

Dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Nate. Lidahnya bermain-main di dalam mulut Nate dan Nate ikut bermain. Sebelah tangannya lagi membelai bulu-bulu di rahang Nate, lalu turun sampai ke dada bidang milik Nate.

Nate merasakan jemari Loretta terus turun ke pangkal paha dan mulai menggoda miliknya. Suara erangan Nate tertahan di dalam mulut Loretta.

“Kau tak seharusnya terlambat, Loretta,” jelas Nate setelah Loretta melepaskan bibirnya.

Loretta tak lagi meremas rambut Nate. “Baiklah, aku salah. Aku akan menebusnya, Nate,” bisik Loretta sembari mengigit pelan telinga Nate.

Loretta menyibakkan rambutnya, kemudian membuka kancing celana Nate. Dia bersimpuh di sebelah Nate dan memanjakan milik Nate. Loretta meraih tangan Nate untuk menyentuh tubuhnya.

Nate membelai tubuh mulus Loretta, meremas gundukan kenyal milik Loretta dan terus bergerak sampai Nate menyentuh pangkal pahanya.

Loretta mulai melengkungkan tulang punggungnya ketika jemari Nate menyusup ke dalam pangkal pahanya. Suara erangan dan desahan Loretta tertahan di tenggorokan.

Loretta mengeluarkan milik Nate dari mulutnya dengan napas terengah-engah. “Kapan kau akan memasukiku, Nate?” tanyanya sedikit memohon.

Selama menjadi penari kesayangan Nate, Loretta tak pernah memuaskan Nate di atas ranjang. Dia tak pernah berani meminta dan hanya menggoda. Dia berharap Nate mengabulkan harapannya, tetapi Nate tak pernah mengajaknya. Loretta semakin menginginkan milik Nate di dalam tubuhnya.

Nate tertawa kecil sambil memainkan ujung jarinya di paha Loretta. “Loretta Sayang … apa kau pikir kau pantas aku masuki?”

Loretta langsung terdiam setelah mendengar kata-kata Nate. Dia menatap Nate tanpa berkata-kata dan perlahan napasnya yang terengah-engah mulai tenang.

“Kenapa diam?” Nate bertanya dengan tajam sambil memberi kode agar Loretta melanjutkan pekerjaannya.

Loretta menuruti Nate. Ada sedikit perasaan kecewa yang membuat Loretta tak lagi bergairah seperti sebelumnya. Dia baru menyadari Nate hanya ingin bermain-main dengannya.

Nate tak mendengar keributan di luar ruangan karena asyik menikmati permainan tangan dan lidah dari Loretta. Ia meremas rambut Loretta seraya mengerang dan mendesah panjang.

Tepat saat itu, seseorang membuka pintu ruangan dan lagi-lagi mengganggu Nate yang hampir mencapai puncak kenikmatan.

Loretta berhenti dan menoleh pada perempuan bertubuh mungil di depan pintu. “Siapa dia, Nate?” tanyanya lirih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status