"Ini sudah menadi tradisi keluarga besar Suseno, jadi mau tidak mau kalian tetap harus mematuhinya." terang Bagas yang menolak permintaan izin Jasmin untuk langsung ikut pindah ke rumah pribadi milik Arya, namun Bagas mengatakan kalau mereka harus tinggal dulu di rumah induk paling tidak tiga bulan, setelah itu baru boleh pindah dan hidup mandiri.
"Tapi ayah,,," rengek Jasmin yang mengharapkan kalau dia bisa menikmati awal masa pernikahannya dengan Arya tanpa ada gangguan dari siapapun."Sudahlah sayang, ikuti saja perintah ayah mu, setelah itu aku janji akan membawa mu keliling Eropa sebagai bulan madu kita," timpal Arya yang langsung di sambut dengan suara batuk Maya karena dirinya langsung tersedak saat mendengar ucapan mantan suaminya itu.Bagaimana tidak tersedak, sementara berbulan madu keliling Eropa adalah impiannya yang oernah dia sampaikan dulu pada Arya di awal pernikahannya, namun sayangnya karena keterbatasan biaya mereka hanya bisa berbulan m"Pagi semua, maaf saya terlambat," Arya melangkah menuju meja makan dengan wajah yang segar dan ceria, tak nampak sedikitpun sisa-sisa kekesalan dan kemarahan tadi malam yang dia muntahkan pada Jasmin, dihadapan semua keluarga istrinya, semua seolah baik-baik saja, bahkan Arya dengan mesranya mengecup kening istrinya dengan lembut di hadapan ayah, ibu dan kakaknya yang saat itu tengah menikmati sarapan mereka."Ah sudahlah, kami juga pernah muda, dan tau bagaimana rasanya menjadi pengantin baru, bahkan dulu kami baru keluar kamar setelah tengah hari," Goda Rika sang ibu mertua, yang lantas hanya di jawab dengan senyuman renyah dari menantu barunya itu."Rapi sekali pagi-pagi, mau kemana, nak?" tanya Bagas sedikit heran dengan pakaian rapi yang dikenakan Arya di pagi ini."Ada sedikit yang harus aku kerjakan di kantor, untunglah putri mu ini sangat pengertian, jadi dia bisa memahami bagaimana pekerjaan suaminya, iya kan, sayang?" Senyuman manis di pagi itu seolah menghipnotis Jasmin un
Nyeri rasanya hati Jasmin saat mendengar semua apa yang di ungkapakan Arya padanya, entah apa yang suaminya rencanakan dalam pernikahan penuh dendam ini, dan mengapa dirinya yang harus menanggung semua kesalahan yang dilakukan oleh kakak laki-lakinya, yang sebenarnya tak bisa hanya menyalahkan satu pihak saja, karena dalam hal ini Maya pun ikut andil atas semua yang terjadi, tapi mengapa dia, apa salah Jasmin dalam hal ini? Hanya karena dia ada hubungan darah dengan Dimas? Lantas apa perlu dia menguras seluruh darahnya dan menggantinya dengan yang baru agar dirinya tak ada hubungan keterikatan apa-apa lagi dengan abangnya itu?Jasmin memang tak pernah setuju dan tak pernah sekalipun mendukung atas kelakuan Dimas yang merebut Maya dari Arya, meski begitu besar rasa cintanya untuk Arya, namun sebagai abang, Dimas adalah sosok kakak panutan, kasih sayangnya pada Jasmin tak bisa diragukan lagi, tulus dan sangat besar, bahkan Dimas lebih menyayangi adik perempuannya itu dar
Lama bibir Jasmin dan Arya bertaut, bahkan tangan Arya kini bergerilya di punggung istrinya itu, hingga Jasmin menepuk-nepuk dada Arya dengan kedua tangannya, oksigen di dadanya terasa habis akibat ciuman panas mereka.Tak banyak yang Arya ucapkan saat pagutan bibir mereka terurai, hanya senyum samarnya tersungging, lalu sepersekian detik kemudian tatapannya mengarah ke balkon kamar yang menghadap ke kolam renang, tepatnya ke arah dimana kinibmereka berdiri dan saling merapatkan tubuh.Pandangan Jasmin mengikuti kemana arah mata Arya menuju, seketika dia langsung mengerti, mengapa Arya melakukan ciuman itu secara tiba-tiba padanya, ternyata Maya sedang memperhatikan mereka dari lantai atas, tepatnya dari balkon kamarnya yang menghadap kolam renang langsung.'Oh karena dia!' gerutu Jasmin dalam hatinya, hampir saja dia merasa geer dengan perlakuan Arya, mengira suaminy itu mulai tertarik padanya, tapi ternyata ada penampakan di balkon yang membuat suam
Dada Arya berdesir hebat, saat bibir Maya yang sudah tiga tahun ini tak di rasainya itu menari di atas bibirnya, menuntut perlawanan dari dirinya yang seakan mendiamkannya dan tak melakukan perlawanan apapun hanya menikmati cumbuan yang dilakukan Maya padanya.Sampai beberapa menit kemudian ada sesuatu hal yang Arya sadari, jantungnya tak berdetak kencang seperti saat dirinya melumat bibir Jasmin beberapa saat lalu di tepi kolam, bahkan dia merasakan reaksi pada juniornya saat mencium bibir manis Jasmin, meski gadisitu hanya terdiam tak melawan pagutannya.Namun kali ini, saat Maya mencium dan mencumbunya, bahkan dia tak merasakan reaksi apapun dibalik celananya, semua tak berasa, hanya dadanya saja yang berdesir hebat entah karena apa, karena rindu kah, karena rasa marah kah, atau rasa yang lain yang tak dapat Arya deskripsikan dengan kata-kata, yang jelas tubuhnya sudah tak bereaksi apa-apa atas godaan Maya saat ini.Maya melepaskan tautan bibirnya, dia
Disinilah Jasmin kini berada, di rumah baru milik Arya sang suami yang baru sekitar setengah tahun ini di belinya saat dia masih berada di luar negeri, rumah itu bahkan belum sempat di isi perabot yang lengkap karena setelah menikah dia diharuskan tinggal di rumah mertuanya.Rumah yang lumayan besar dengan gaya modern itu dibeli Arya dari hasil dia bekerja keras selama ini, sementara rumah lamanya yang dulu dia tempati bersama Maya sudah lama dia biarkan kosong karena tak ingin teringat kenangan pahit yang pernah terjadi disana."Kamarmu disana, tapi tinggalkan beberapa bajumu di kamarku, jika sewaktu-waktu keluarga mu datang menginap, kau harus tidur di kamarku," Telunjuk Arya mengacung dan menunjuk sebuah pintu kamar yang letaknya agak tersembunyi karena terhalang oleh tembok penyekat ruang makan, sehingga jika dilihat sepintas, pintu kamar itu tak akan terlihat dengan jelas.Jasmin hanya mengangguk sangat pelan, bukankah tak ada pilihan lain baginy
Sampai jam sepuluh malam, tamu wanita suaminya itu belum juga pulang, padqahal dari pagi Jasmin belum makan apapun karena sibuk dengan masakan dan bersih-bersih rumah, tapi dia tak berani keluar kamar karena tak ingin membuat Arya marah dan semkin mempermalukan dan menghina dirinya di hadapan wanita bernama Gita itu.Sementara di luar kamar di teras belakang rumah, tampak Arya dan teman wanitanya mengobrol dengan serius, sesekali Gita yang duduk menempel di sebelah Arya menyandarkan kepalanya di bahu pria beristri itu, tak peduli jika ternyata sewaktu-waktu Jasmin yang notabene adalah istri dari pria itu memergoki perbuatannya."Arya, kenapa tiba-tiba kamu mengundang ku untuk datang ke rumahmu?" tanya Gita dengan suara yang di buat terdengar manja dengan kepala yang masih menyandar mesra di bahu Arya dan telunjuknya yang menggambar pola acak di dada bidang Arya, mencoba memancing hasrat pria itu.Jujur saja Gita merasa sedikit heran, selama ini dia se
Arya mendorong pintu itu dengan tergesa, saat pintu kamar itu terbuka, tampaklah Jasmin yang sedang terkulai lemah di lantai, entah sejak kapan gadis malang itu berada disana.Arya menghampiri tubuh istrinya yang tampak tak beraya itu, matanya setengah terpejam, wajahnya pucat dengan keringat dingin bercucuran di wajah an tubuhnya, bahkan tubuhnyapun terasa sangat dingin."Jasmin, Jasmin, bangun!" Arya menepuk-nepuk pipi istrinya pelan, guratan cemas tampak jelas di wajahnya.Tanpa berpikir panjang lagi dia mengangkat tubuh mungil istrinya tanpa kesulitan sedikitpun. Tak ada reaksi apapun dari Jasmin saat Arya membawa tubuhnya ke mobil dengan panik dan menidurkannya di bangku penumpang.Arya berkendara seperti kesetanan menuju rumah sakit, matanya sesekali melirik ke arah Jasmin yang tetap tak menunjukan reaksi apa-apa, bahkan kini bibirnya sudah membiru, pemandangan itu semakin membuat Arya menginjak pedal gas sedalam-dalamnya, entah mengapa
Beberapa hari berlalu, meski keadaan Jasmin belum pulih sepenuhnya, namun dia tetap menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan suaminya seperti tetap menyiapkan sarapan dan memasak untuk makan malam meskipun kadang tak tersentuh karena Arya pulang saat sudah larut malam dan mengatakan kalau dia sudah makan di luar.Sore itu entah mengapa Arya merasa sangat ingin pulang cepat, meski Gita terus merayu dan menggodanya dengan berbagai cara agar Arya tetap tinggal bersamanya lebih lama lagi, namun Arya bergeming, hatinya mengatakan kalau dia harus segera pulang. Arya tak ingin menyesal jika ini sebagai firasat buruk yang dia rasakan namun di abaikannya. Benar saja, saat dirinya baru saja hendak memasukan mobilnya ke halaman rumah, mobil mewah mertuanya sudah terlihat terlebih dahulu menempati carport rumahnya, sungguh keputusan yang tepat Arya memilih untuk pulang cepat, setidaknya dia bisa menunjukkan pada mertuanya kalau selma ini dia selalu pulang tepat waktu.