Mobil Demian yang membawa anak-anak telah sampai di rumah barunya. Rumah yang nantinya akan melukis kehidupan baru bersama Rebecca.Wanita yang telah berhasil merebut kepercayaannya dan meninggalkan orang yang telah menemani masa sulitnya.Rey dan Key turun dari mobil. Mata mereka tertuju pada mobil yang terparkir di halaman rumah baru Dady nya. Sepertinya mobil itu tidak asing.Demian turun, wajahnya merona bahagia. Dengan semangat dia menuntun kedua anaknya untuk masuk ke rumah.Rumah ini tidak sebesar istana yang sebelumnya. Hanya hunian sederhana dengan dua lantai. Cukup sejuk karena ada taman kecil di depan rumah.Mereka melangkah menuju rumah. Namun dia pasangan mata bocah itu tetap tidak berpaling. Mereka masih penasaran dengan mobil yang terparkir itu.Keduanya semakin curiga saat melihat bagian depan mobil sedikit penyok, seperti habis menabrak sesuatu."Dad, ini mobil siapa?" tanya Reynard."Ini mobil Tante baik, ayo ..." ucapan Demian terhenti saat melihat bagian depan mobi
Flora melaju meninggalkan kantor. Hari ini cukup melelahkan. Mungkin ini yang membuat Demian selalu berwajah masam saat pulang kerja.Bayangkan saja begitu banyak costumer yang bawel. Mulai dari protes akibat barang yang sedikit lecet dan beberapa orang yang masih belum membayar tanggungan mereka.Udah Flora bergerak pada barang furniture rumah. Mulai dari perlengkapan rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, dan beberapa lainnya.Hanya beberapa bulan lalu dia dan Demian mencoba peruntungan baru. Mereka mulai menambahkan barang elektronik pada usaha mereka.Sayangnya hanya Demian yang tau bagaimana memuaskan pelanggan. Sikap Flora yang tegas tidak dapat berbaur dan mendapatkan hati mereka. Sehingga beginilah kejadiannya, banyak komplain dari mereka.Flora tidak menyalakan mereka. Produknya memang sedikit memiliki kekurangan. Barang mereka memang mudah lecet. Namun tidak lada kualitas.Kualitas barang mereka tetap nomor satu, sehingga kalau lecet pun masih bisa di pergunakan dengan ba
Tubuhnya terasa lelah tak berdaya. Entah mengapa dia tidak bisa mengerti yang dia mau. Dulunya dia sangat ingin sebuah perpisahan. Namun saat semua di lancarkan, malah pedih yang menggerogoti jiwanya.Ingatannya kembali pada malaikat kembar penyemangat hidupnya. Dia meraih ponsel dan mencoba menghubungi nomor mantan suami.Jari lentiknya segera memencet kontak dan menggeser tombol hijau. Terdengar dering sambungan berbunyi.Sayangnya sampai operator seluler bersuara, sambungan tak kunjung bersambung. Flora tidak menyerah. Dia mencoba lagi dan lagi.Matanya berbinar ketika indra pendengarnya mendengar sambungan terhubung."Halo, Rey, Key," ucap Flora penuh semangat.Tak ada jawaban. Flora kembali melihat layar ponsel. Terlihat menit panggilan masih berjalan. Namun, tidak ada respon sama sekali."Demian, di mana anak-anak?" ulang Flora mengecek sambungan."Demian kau sudah berjanji kan, tidak mempersulit semua ini," Flora mulai cemas.Masih tetap tak ada jawaban. Flora merasa dirinya di
Dia segera meraih ponsel tersebut, dia kira itu dari wanita yang sedari tadi dia khawatirkan. Nyatanya salah, dia adalah orang yang paling benci."Ada apa?" tanya Revan dingin."Cepat datang ke alamat yang sudah ku kirim!" ucap Rebecca penuh penekanan."Apa untungnya untukku? Aku tidak seperti Demian yang gila itu," sahut Revan sinis."Baiklah kalau begitu, siapkan salam perpisahan untuk wanita incaran mu itu!" ucap Rebecca lalu memutus sambungan sepihak."Shiitt ..."Revan mencoba mencerna ucapan Rebecca, untuk apa dia mengancamnya. Hingga akhirnya dia sadar dan segera menepikan mobilnya.Dia membuka sebuah chat yang bertuliskan nama Rebecca. Di sana tertulis jelas alamat yang harus dia datangi.Semoga saja ini bukan jebakan, dia tidak mau melepaskan wanita yang dia cintai untuk kedua kalinya hanya karena salah paham lagi.Alamat yang di kirim Rebecca cukup jauh dari tempat Revan. Namun itu tidak masalah baginya. Yang terpenting saat ini hanya Flora. Dia tidak mau terjadi apapun terh
Flora duduk di depan mejanya. Di hadapannya saat ini ada laptop yang menyala dan menunjukkan barisan angka. Pemasukan perusahaan saat ini mengalami penurunan tajam.Beberapa hari ini otak Flora terforsir di perusahaan. Banyaknya client yang protes karena kwalitas bahan yang menurun sampai permasalahan ganti rugi.Ponsel Flora berdering kencang, dia segera meraih benda pipih yang tak jauh darinya.Flora menatap layar ponsel. Bola matanya memutar ke atas tanda bahwa dia sudah jengah. Di sana tertulis nama Guru wali kelas anaknya."Halo Bu?" sapa Flora.Flora sudah menenangkan hatinya. Mungkin inilah yang di maksud insting kuat seorang ibu. Tanpa harus gurunya melaporkan masalahnya, Flora sudah tau apa yang terjadi."Maaf Bu, apakah Bu Flora bisa ke sekolah sekarang? Reynard ..." suara orang di ujung sambungan seolah tercekal."Baik Bu, saya akan segera ke sana sekarang," ucap Flora ramah."Baik Bu, terima kasih atas kerja samanya." Orang di ujung sambungan menutup telpon.Flora menghela
Semua pasang mata menatap ke arah pintu yanng baru saja terbuka. Datang seorang pria dengan postur rubuh tinggi tegap dan paras tampan yang melangkah memasuki ruangan.“Pak Demian,” sapa Bu Kepala Sekolah sambil menatap kikuk.Dia kira pria sibuk seperti Demian tidak akan datang melihat beberapa kali Bu Kepala Sekolah menghubunginya tapi tidak di respon.Sekarang bagai jelangkung. Demian datang tanpa di panggil dan mengejutkan semua orang.Tidak hanya Bu Kepala Sekolah. Kedua darah dagingnya menatap Demian dengan mata berkaca. Kehadirannya membuat luka batin mereka semaki menganga.“kau?” Flora menatap penuh tanya.Dengan angkuh Demian melangkah masuk kedalam ruangan dan duduk di antara Key dan Rey.Reflek kedua anak itu melangkah pergi menuju Flora. Mereka bersembunyi di balik punggung Momynya.“Siapa yang menyuruhmu kemari?” tanya Flora ketus.“Apakah aku harus meminta izinmu untuk pergi memantau anakku sendiri?” ucap Demian melempar pandangan sinis.Melihat akan ada pertengkaran ya
Seorang pria dengan setelan jas warna hitam turun dari mobil. Dia melangkah mendekati Flora dan Demian.Melihat Revan mendekat membuat Flora melempar wajah. Sungguh di saat seperti ini dia tidak mau bertemu siapapun termasuk orang yang saat ini melangkah mendekat.Di saat yang bersamaan ada sebuah taxi yang tidak sengaja lewat. Tanpa pikir panjang Flora melambaikan tangan.Revan berlari kecil, menyusul Flora yang hendak pergi. Di sisi yang berbeda, Demian meraih tangan Flora."Jangan lagi melakukan kebiasaan buruk mu ini," ucap Demian menatap tajam."Apa? Memang apa yang aku lakukan. Coba ngaca sebelum ngomong." Flora mengibaskan tangannya sehingga terlepas dari cengkraman Demian.Tampak mata Flora yang memerah. Dia tak mampu lagi menahan buliran bening yang sejak tadi menerobos keluar dari kelopak mata.Demian hanya mampu mnatap kerapuhan sang mantan istri. Hatinya sedikit perih melihat semua ini. Tak ada yang dapat dia lakukan.Taxi menepi tepat di hadapan Flora. Wanita itu segera n
Flora baru saja sampai di depan rumahnya. Dirinya masih duduk di dalam mobil tanpa ada keinginan untuk turun. Matanya menatap tiap sudut rumah.Dulunya rumah ini sangat ramai dan damai. Setiap hari terdengar candaan riang dari anak-anak. Sekarang jauh berbeda.Flora menarik napas dalam. Ucapan Revan terngiang-ngiang di telinganya. Dia pantas bahagia.Dia sadar kalau selama ini dirinyalah yang salah. Flora akui itu. Rasa cueknya pada Demian membawanya dalam kehancuran.Namun penyesalan yang berlarut-larut juga tak ada gunanya lagi. Saat ini nasi sudah menjadi bubur. Demian sudah memutuskan pergi dan melanjutkan kehidupan barunya.Flora menarik napas panjang. Dia turun dari mobil dan melangkah masuk. Tiap kenangan terputar bagai vidio rusak di hadapannya.Di halaman rumah ini Demian sering bermain bola bersama Key dan Rey tiap sore saat pulang kerja, sedangkan dirinya selalu sibuk di depan layar laptop untuk memeriksa hasil kerja Demian.Flora mencoba mengabaikan bayangan semu yang meny