Home / Romansa / Tergoda dengan Tetangga Daun Muda / PINTU ITU MULAI TERBUKA LEBAR

Share

PINTU ITU MULAI TERBUKA LEBAR

Author: LUFI
last update Last Updated: 2025-09-29 02:21:12

Nasrul berdiri di depan rumah Arum, napasnya masih berat setelah berjalan cepat dari rumah sendiri. Pintu rumah tetangga itu terbuka setengah, tirai sedikit bergoyang diterpa angin malam. Hatinya berdebar.

“Astaghfirullah… ini salah… tapi aku harus…” gumamnya lirih.

Ia menatap ke dalam sebentar, melihat kamar Arum dari jauh. Tubuhnya yang tampak lelah masih terbaring di ranjang. Nasrul gamang. Langsung masuk? Tidak, itu terlalu jauh. Ia takut salah langkah, takut menimbulkan kesalahpahaman.

Akhirnya, ia mengetuk pintu pelan. Satu ketukan. Dua ketukan. Lalu berulang kali, sambil sesekali memanggil:

“Arum… Arum, kamu…?” suaranya bergetar.

Hening sejenak. Napasnya tertahan, tangan masih di ambang pintu.

“Arum… ini Mas Nasrul… pintu kamu… belum ditutup…”

Tidak ada respons. Ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras, tapi masih sopan. Suara ketukan bergema di lorong.

Tiba-tiba, terdengar suara serak, setengah terbangun:

“Eh… siapa…?” gumam Arum, suaranya masih berat dan tersendat.

Pintu kamar sedikit terbuka, sosok Arum muncul. Rambutnya acak-acakan, baju berantakan, terlihat jelas ia baru bangun tidur. Mata yang mengantuk bertemu dengan pandangan Nasrul.

“Oh… Mas Nasrul! Ada apa malam-malam ke sini?” suaranya terdengar tergesa, tangan menahan baju agar menutupi dirinya.

Nasrul sedikit grogi, bibirnya kaku, menelan ludah.

“Eh… iya… aku… aku cuma lewat dari beli rokok tadi, eh… lihat pintu rumahmu… terbuka setengah… takut ada maling masuk… jadi… ya… aku pikir harus… eh… memberitahumu,” ucapnya terbata, berusaha terdengar santai tapi jelas panik.

Arum menunduk sebentar, wajahnya memerah.

“Oh… terima kasih banyak, Mas… kamu sampai harus repot membangunkanku,” gumamnya, suaranya pelan tapi terdengar tulus.

Nasrul mengangguk cepat, mencoba meyakinkan diri bahwa kedatangannya memang untuk kepedulian, bukan hal lain.

“Ya… ya… aku cuma khawatir… makanya… eh… mengetuk pintu beberapa kali…”

Arum menatapnya, masih sedikit malu dan canggung, sambil menarik baju tidur lebih rapi ke tubuhnya.

“Kamu… benar-benar perhatian… terima kasih, Mas. Maaf ya… bikin repot,” katanya, menunduk lagi.

Suasana hening sejenak. Canggung. Tidak seperti biasanya mereka saling menyapa di pagar atau di halaman rumah. Napas malam, lampu taman, dan suara jangkrik menambah ketegangan yang aneh.

Nasrul akhirnya berusaha membuka basa-basi, menanyakan hal yang terasa wajar untuk situasi ini:

“Eh… Rum… kok rumah sepi malam ini? Ayah dan ibu kamu di mana? Kok pintu dibiarkan terbuka?”

Arum tersenyum malu-malu, wajahnya masih memerah.

“Oh… mereka… ayah dan ibu menginap di mebel. Aku tadi… eh… aku kelelahan, Mas… ketiduran… jadi belum sempat menutup pintu,” jawabnya, suara pelan dan sedikit gugup.

Nasrul mengangguk, mencoba tetap tenang.

“Ah… begitu ya… untung aku lewat. Kalau tidak, bisa bahaya kalau ada orang luar…”

Arum tersenyum lemah, menunduk.

“Terima kasih banyak, Mas… benar-benar… aku nggak tahu harus bilang apa…”

Nasrul hendak berpamitan, langkah mundur, tapi tiba-tiba Arum yang masih setengah sadar terhuyung hampir jatuh ke lantai.

“Eh… hati-hati!” serunya reflex.

Tanpa sempat berpikir panjang, Nasrul segera menangkap tubuh Arum agar tidak jatuh. Tubuh mereka bersentuhan, dan Nasrul memapahnya ke sofa ruang tamu. Arum menempel di dadanya sejenak, terkejut tapi pasrah, napasnya masih berat karena ketiduran.

“Mas… aku… maaf… aku nggak sengaja…,” gumam Arum setengah memelas, menunduk malu.

Nasrul menahan napas, hatinya campur aduk antara gugup dan lega karena berhasil menahan dirinya tetap sopan.

“Tidak apa-apa…, kamu kenapa? Sakit, Rum,” Nasrul balik tanya, suaranya juga terdengar grogi.

“Nggak tahu mas, sedikit pusing dan badan terasa lemas, mungkin masuk angin.” Arum sambil memegangi kepalanga mencoba mencerna apa yang barusan terjadi.

Mereka duduk sejenak, canggung. Kontak fisik pertama yang tidak disengaja itu meninggalkan perasaan aneh di hati masing-masing. Mata mereka saling bertemu, namun kata-kata sulit terucap. Malam itu, udara di ruang tamu terasa berat, penuh dengan ketegangan yang sebelumnya tidak pernah ada di antara mereka.

Lampu lorong berpendar di belakangnya saat Nasrul akhirnya berdiri, bersiap pergi. Tapi dalam hati, satu pertanyaan mengusik: seberapa jauh batas kepedulian dan godaan ini bisa bertahan sebelum semuanya berubah?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   PINTU ITU MULAI TERBUKA LEBAR

    Nasrul berdiri di depan rumah Arum, napasnya masih berat setelah berjalan cepat dari rumah sendiri. Pintu rumah tetangga itu terbuka setengah, tirai sedikit bergoyang diterpa angin malam. Hatinya berdebar.“Astaghfirullah… ini salah… tapi aku harus…” gumamnya lirih.Ia menatap ke dalam sebentar, melihat kamar Arum dari jauh. Tubuhnya yang tampak lelah masih terbaring di ranjang. Nasrul gamang. Langsung masuk? Tidak, itu terlalu jauh. Ia takut salah langkah, takut menimbulkan kesalahpahaman.Akhirnya, ia mengetuk pintu pelan. Satu ketukan. Dua ketukan. Lalu berulang kali, sambil sesekali memanggil:“Arum… Arum, kamu…?” suaranya bergetar.Hening sejenak. Napasnya tertahan, tangan masih di ambang pintu.“Arum… ini Mas Nasrul… pintu kamu… belum ditutup…”Tidak ada respons. Ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras, tapi masih sopan. Suara ketukan bergema di lorong.Tiba-tiba, terdengar suara serak, setengah terbangun: “Eh… siapa…?” gumam Arum, suaranya masih berat dan tersendat.Pin

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   SELANGKAH LAGI MENUJU PENGHIANATAN?

    Malam ketiga datang lebih cepat dari yang dibayangkan Nasrul. Seharian ia sudah gelisah, bayangan Arum di layar komputer masih menari-nari di kepalanya.“Aku harus berhenti. Ini salah,” katanya berkali-kali sambil mengetuk-ngetuk meja kerja. Namun suara lain dalam dirinya justru membisik, “Sekali lagi saja… hanya melihat. Tidak lebih.”Begitu jam menunjukkan pukul sembilan malam, ia duduk di kursi kerjanya, menyalakan komputer. Aplikasi rahasia itu langsung terbuka, layar menyala dengan tampilan ponsel Arum.“Bismillah…” gumamnya, jemarinya bergetar menekan mouse.Ia membuka dashboard aplikasi, lalu matanya terbelalak. Ada menu baru yang sebelumnya belum pernah ia sentuh: akses CCTV. Rupanya dari ponsel Arum ia bisa menjebol akun keamanan rumah yang terhubung ke kamera-kamera.“Ya Allah… jadi bukan cuma HP-nya, tapi semua CCTV rumah juga bisa aku lihat?” suaranya tercekat. Ia menggigit bibir, mencoba menahan rasa bersalah. Namun rasa penasaran lebih kuat.Klik! Layar komputer berubah

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   MALAM KEDUA: GODAAN YANG SEMAKIN NYATA

    Tangannya menggantung di atas mouse. Cling! Notifikasi baru muncul di layar komputer. Mata Nasrul langsung melebar. Pesan dari Arum ke suaminya terpampang jelas di hadapan mata.“Mas… aku sudah tak tahan lagi… ingin dijamah…”Tubuh Nasrul kaku. Jantungnya berdetak tak karuan. “Astaghfirullah… apa yang dia tulis ini?” gumamnya, tangan gemetar di atas mouse. Ia menatap layar seakan tak percaya.Bayangan malam sebelumnya kembali terlintas. Ia sempat membaca potongan pesan dari Arum, tapi waktu sudah lewat tengah malam sehingga ia buru-buru mematikan komputer. “Dan sekarang… semua semakin jelas,” batinnya, menelan ludah.Rasa penasaran semakin menguasai. Dengan napas berat, ia menggeser kursornya, membuka percakapan lengkap. Chat Arum penuh dengan keluhan tentang sepinya rumah, rindunya pada suami, dan godaan yang kian tak terbendung.“Aku bosan sendirian… kamar ini terlalu sepi…” “Mas, cepat pulanglah… aku butuh kamu malam ini…”“Kenapa aku harus melihat ini… ini bukan urusanku,” gumamn

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   KEBAHAGIAAN YANG DISIA-SIAKAN?

    Komputer di ruang servis sudah dimatikan, tapi detak jantung Nasrul masih memburu. Notifikasi terakhir dari HP Arum masih menari di benaknya, memicu rasa bersalah sekaligus gairah yang sulit dipadamkan.“Cukup untuk malam ini,” gumamnya lirih. Ia melirik pintu kayu di samping meja. Pintu tembusan menuju rumah. Tangannya ragu sejenak, lalu menarik gagang. “Semoga Ning tidak curiga kalau aku terlalu lama di sini.Pintu ruang servis berderit pelan ketika Nasrul mendorongnya. Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat lima menit. “Waduh, sudah jam sebelas lewat, jangan-jangan ibu negara ngambek nih” degup jantung Nasrul langsung mencelos. Ia tahu Ningsih hanya menoleransinya lembur sampai pukul sepuluh demi punya waktu untuk keluarga, karena seharian kerja di gerai hp besar yang ada di kota.Ia masuk kamar dengan langkah hati-hati. Ningsih sudah menunggu di ranjang, duduk dengan wajah setengah kesal, setengah manja. Rambut hitamnya tergerai menutupi pipi. “Mas, jam

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   BELUM BUKA SEGEL

    Ruang servis sepi. Hanya suara kipas angin tua yang berderit, menemani Nasrul yang duduk terpaku menatap monitor komputer rakitannya. Aplikasi tersembunyi yang ditanam pada ponsel Arum berhasil menyadap percakapan pribadi sepasang pengantin baru itu. “Sekarang aku bisa memasuki kehidupan pribadimu, Arum”. Ayo mulailah bercakap dengan suamimu!”. Kaki nasrul menghentak-hentak pelan ke lantai tanda tak sabar.Jari-jarinya gemetar memegang mouse, tapi bukan karena takut ketahuan. Tapi perasaan yang tidak sederhana untuk dijelaskan. Merasa bersalah dengan Arum, Deni, lebih-lebih Ningsih istrinya, tapi nafsu terlanjur menguasai. “Seberapa besarkah dosaku melakukan ini?” batin Nasrul senang bercampur bimbang.Ia mulai menggulir dengan sabar, menelusuri semua riwayat percakapan yang pernah terjadi antara Arum dan suaminya, sejak masa pacaran-tunangan-sampai setelah sah menjadi pasangan suami istri. Ketika sampai di lini masa pascapernikahan, Nasrul membuka pesan suara dari Deni. Dengan napas

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   RENCANA NAKAL

    Layar ponsel Arum menyala cerah seolah memberi permisi agar mulai dijamah, dan Nasrul seakan kehilangan napas. Awalnya niat hanya mengecek kerusakan aplikasi, tapi jemarinya malah berlabuh pada ikon galeri.“Buka sebentar saja nggak apa-apa, kan?” batinnya merayu pikirannya, atau malah sebaliknya batinnya yang justru digoda oleh pikiran nakalnya, ia mencoba bersikap tenang meski jantungnya sudah berpacu kencang.Gambar di awal biasa saja—makanan, artis K-Pop, screenshot baju-baju di marketplace–khas isi galeri ponsel para wanita. Ia hendak menutup, tapi rasa penasaran lebih kuat. Jempolnya menggulir cepat menyelam lebih dalam dan dalam lagi entah berharap menemukan apa.Lalu muncullah ratusan swafoto Arum. Senyum manis dengan jilbab rapi, gaya polos tanpa make-up. Hanya itu saja sudah cukup membuat dada Nasrul hangat. Namun makin digeser, foto-foto itu berubah. Arum tanpa jilbab, rambut hitamnya terurai panjang, kaos ketat membalut tubuh semampainya. Senyum tipis itu membuat Nasrul ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status