Share

Aku Yang Salah.

"Terserah apa yang kau pikirkan tentang anakku dan Fahmi. Saya ke sini hanya menjalankan kewajiban saya sebagai orang tua. Ketika anaknya akan ikut suaminya, saya sebagai orang tua tunggal dari Melly harus memastikan di mana dia akan tinggal. Itu saja,"

"Tiara, jangan bersikap kasar pada mertuaku. Apa yang dikatakan Bu Ning, semuanya benar. Kodisi aku memang seperti yang beliau ceritakan. Apa yang terjadi di sana, tidak seperti yang aku pikirkan. Kampung tempat aku mengajar benar-benar terpencil.  Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain bisa satu kilo. Jalan masih tanah, kalau hujan jadi kubangan. Anak yang sekolah di tempat itu juga cuma beberapa orang saja, kalau hujan malah tidak ada yang datang. Aku yakin, jika kau jadi aku, kau juga tidak akan betah di sana. Aku sudah terlanjur mengambil keputusan dan demi tanggung jawab aku sebagai pria yang akan menafkahi keluarganya, aku harus menjalani itu semua. Aku salah, awalnya aku hanya ingin memanfaatkan kebaikan Bu Ning tapi siapa sangka aku jatuh cinta dengan anak gadisnya. Aku ini pria normal, kebutuhan biologis aku bisa terpenuhi setelah aku menikah Melly secara sah. Jika itu sebuah kesalahan yang besar, aku yang paling patut kau salahkan. Hukum saja aku daripada kau terus menerus memojokkan Melly dan ibunya,"

"Sudah....sudah!" Bu Nur langsung melerai ketika Tiara ingin menyerang kata-kata suaminya. Dia tidak mau keributan ini membuat semuanya jadi berantakan.

"Kalau cari siapa yang salah, aku orangnya. Aku sebagai ibunya Fahmi tidak bisa mendidik anak dengan baik. Aku mengizinkan Fahmi  pergi ketika dia lulus PNS di daerah terpencil karena dengan cara itu dia bisa menjadi pegawai tetap. Sebagai jembatan agar dia bisa  punya karir ke depannya. Aku juga salah ketika tidak mengizinkan Tiara ikut karena yang aku pikir, bagaimana anak dan cucuku hidup di tempat yang jauh dari keramaian," suara Bu Nur makin parau karena Isak yang ditahannya sekuat mungkin.

"Aku yang salah, jadi hukum saja aku jika ini bisa menyelesaikan masalah,"

"Bu Nur tidak salah. Sebagai orang tua, saya juga akan melakukan itu jika itu adalah jalan satu-satunya bagi anakku untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Aku juga salah, andai aku selidiki dulu siapa Fahmi jauh sebelum menikah, semua tidak akan terjadi. Fahmi anak yang baik, dia sangat sopan dan jelas dimana kerja meskipun aku belum tahu siapa orang tuanya. Karena aku pikir dia hanya sementara saja di sana,aku tidak masalah mereka menikah dibawah tangan daripada pacaran.  Begitu Fahmi kembali ke daerahnya, barulah nikah secara sah dan bikin pesta besar-besaran. Melly itu anak saya satu-satunya jadi itu yang aku pikirkan waktu itu. Tapi kenyataannya tidak seindah yang aku pikirkan, kalau sudah begini, apa adil memisahkan anakku dengan suaminya padahal dalam agama yang kita anut, pernikahan ini tidak salah, kan?"

"Baiklah, semua sudah terjadi. Melly sekarang sudah menjadi menantu saya dan dia juga sedang mengandung anaknya Fahmi. Jadi kalau Fahmi ingin mengajak Melly tinggal di sini, aku tidak melarang. Tiara juga harus menerimanya. Suka atau tidak, ini adalah perintah."

Setelah mendapatkan penjelasan yang panjang lebar dari Bu Nung, Bu Nur akhirnya tahu kalau anaknya yang kurang ajar.

Karena tidak mau hidup susah di rantau, dia  memanfaatkan Melly dan kekayaan  ibunya untuk mewujudkan  impiannya.

Ternyata sekarang ini Fahmi sudah resmi diterima sebagai guru olahraga di  salah satu SMA unggulan di jakarta, di sekolah tempat dia honor waktu itu  karena koneksi dan modal Bu Nung yang tidak sedikit jumlahnya. Jadi sangat wajar jika Melly ingin ikut suaminya setelah apa yang dikorbankan oleh keluarganya  untuk Fahmi.

"Terima kasih, Bu!"

"Kenapa Bu Nung berkata begitu?. Ini salah anak saya, harusnya saya yang berterima kasih karena sudah membuat ibu repot,”

Bu Nur akhirnya sadar kalau semua terjadi karena kesalahan anaknya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima Melly dengan tangan terbuka.

"Aku sudah putuskan. Kamar depan akan menjadi kamarnya Melly," Fahmi langsung menyambung omongan.

"Jadi aku yang harus pindah kamar?" tanya Tiara dengan bibir yang gemetar.

"Maafkan aku. Tidak mungkin jika aku membongkar rumah ini karena butuh dana yang tidak sedikit. Karena Melly yang akan merehab kamar, jadi hanya kamar depan yang paling mungkin di renovasi. Rencananya kamar itu akan kami buat dua lantai. Yang bawah untuk usaha warung makan dan yang atas buat tidur. Melly sudah terbiasa sibuk, jadi dia mau coba-coba buka usaha, Ma. Kamar depan kan menghadap ke jalan dan di sekitar kita cukup ramai. Apa salahnya kita coba karena belum ada yang buka usaha warung makan di sekitar sini, kan?"

Bu Ning diam. Dia lagi-lagi dibuat kaget dengan rencana Fahmi yang mendadak ini. Tanpa kompromi dengannya, dia sudah mengambil keputusan sendiri.

"Silahkan saja. Dulu, waktu kau masih kecil, kamar depan itu bekas warung sembako. Ayahmu yang buka usaha  sejak dipecat dari Pertamina,"

Fahmi tau itu. Dia masih ingat, saat orang tuanya masih bersama, kamar depan itu memang toko yang dikelola oleh Ayahnya. Usahanya ramai tapi karena ayahnya tidak kerja kantoran, tidak pernah mengunakan seragam yang rapi seperti pegawai pada umumnya,  seperti Mamanya yang seorang guru, keduanya suka ribut.

Fahmi ingat betul kalau keduanya  sering bertengkar hanya karena ayahnya tidak mau disalahkan terus menerus.

Sudah mengurus rumah, cuci gosok disela-sela melayani pembeli. Belum lagi antar jemput Fahmi yang saat itu masih SD, tapi masih saja dianggap tidak berguna oleh Mamanya.

Fahmi sampai lupa, kapan ayahnya pergi karena toko itu akhirnya tutup dengan sendirinya. Setelah isinya habis, disulap jadi kamar oleh Mamanya.

"Bu Nur, saya minta maaf sebelumnya karena sepertinya Fahmi belum bilang tentang rencana ini. Tapi jika ibu keberatan,saya akan cari toko yang bisa disewa oleh Melly. Saya pikir, kalau dia punya usaha, dia bisa mandiri dan tidak bergantung dengan pendapatan suami. Jadi, Melly dan anaknya tidak akan mengambil jatah Tiara dan anak-anaknya, kan?"

"Iya, silahkan saja jika kalian sudah rembukan masalah ini. Saya tidak keberatan. Jadi untuk sementara waktu, Tiara akan tinggal di kamar belakang dengan ....,"

Kesepakatan pun terjadi meskipun sangat tidak adil bagi Tiara yang notabene sebagai istri pertama Fahmi.

Tapi apa boleh buat. Tiara hanya menumpang di rumah ini, keputusan apa yang diambil oleh ibu mertuanya, dia harus terima.

Karena sudah tidak ada yang mau dibahas lagi dan hari juga sudah mulai larut, akhirnya Bu Nung pamit. Dia mau kembali ke hotel tempatnya menginap.

Tiara pikir, Melly dan suaminya akan tinggal. Mereka hanya ingin mengantar Bu Nung sampai naik ke mobilnya.

Tapi ketika melihat Fahmi tidak mengantar ibunya Melly tapi dia sudah membuka pintu di samping sopir, Tiara langsung menahannya.

"Aku bisa terima jika kau perlakukan aku dengan kejam seperti ini. Tapi apa kau tidak punya hati nurani, Mas. Kau punya anak, apa tidak mau menyapa mereka?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status