Share

Terikat Obsesi Pria Tampan dalam Novel
Terikat Obsesi Pria Tampan dalam Novel
Penulis: Putria

BAB 1

Seorang gadis yang bangun dengan suasana hati kacau, berjalan menuju kulkas dan mencebik kesal. Tidak ada makanan yang tersisa disana. Berjalan ke pantry dan hanya menemukan air botol disana.

"Waktunya belanja bulanan Sienna," gerutunya, perutnya yang meminta makan sejak tadi.

Sesekali menguap saat memasuki kamarnya, akibat tidur hampir jam 5 subuh dan baru bangun saat jam 1 siang. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah buku di tempat tidurnya.

"Apa lihat-lihat?" menatap sinis pada buku yang juga membuat matanya membengkak akibat menangis.

Baru pertama kali ini, Sienna menangis gara-gara buku dan memaki si penulisnya. Bagaimana tidak pemeran utama wanita yang bernama Elleonore tidak pernah merasakan kebahagiaan.

Baik itu dari keluarga atau lingkungan, di tambah obsesi aneh Izekiel yang merupakan teman papanya. Sienna yang selalu berharap ada pria yang terobsesi padanya, merinding saat mengetahui bagaimana gilanya obsesi Izekiel.

"Kalau aku jadi Elleonore, udah aku embat Izekiel,"

Mengganti bajunya dan segera mengambil tas dan list belanjaan hari ini. Tidak ada waktu untuk sekadar mandi atau menyisir rambutnya. Ditambah perkiraan cuaca yang sangat buruk akan menerpa daerah tersebut.

Tidak lupa membawa payung untuk jaga-jaga.

"Akhirnya sampai juga," berlari masuk dan mencari barang-barang yang dibutuhkan lalu sesegera mungkin meninggalkan tempat itu.

Baru saja dia ingin menyeberang, sebuah mobil polisi melaju dengan cepat ke arahnya. Bisa Sienna rasakan seseorang menarik bahunya ke belakang.

Melihat ke belakang dan menemukan pria berjaket yang menggunakan masker hitam dan kupluk yang senada.

"Terimakasih," ucapnya, menetralkan detak jantung yang tidak beraturan itu.

"Sama-sama, ingin saya bantu?" belum Sienna jawab, pria itu mengambil alih kedua kantung belanjaannya.

Sienna tentu tidak akan menolak, susah menerjang hujan saat memegang payung dengan kantong belanjaan di masing-masing tangan.

"Kamu tinggal di apartemen itu juga yah," tebak Sienna menunjuk apartemennya, yang di angguki pria itu.

Sienna beberapa kali pernah bersitatap dengan pria itu. Walaupun yang bisa dilihatnya hanya matanya karena selalu ada masker yang menghiasi wajah tersebut.

Dari arah berlawanan, beberapa pria yang menggunakan seragam kepolisian berlari ke arah mereka.

"Nona menjauh segera!" teriak seseorang diantara mereka.

Terlambat, pria disamping Sienna melempar kantong belanjaan itu dan menarik pisau yang disembunyikan di masing-masing pergelangan tangan jaketnya.

Tatkala pria itu menariknya dengan posisi memeluk, Sienna tidak bisa mencerna dengan baik apa yang terjadi. Tertegun sejenak bagaimana kedua pisau yang berada di dada dan perutnya terlihat mengkilap.

Hujan semakin deras disertai angin yang menerpa.

"Lepaskan sandera! Anda sudah dikepung dari berbagai arah," pria dengan suara yang sama maju selangkah.

"Bukan ciri khas saya membunuh Nona dengan tusukan, setidaknya harus dikuliti dulu," matanya berkaca-kaca dia bahkan tidak paham apa yang dimaksud pria itu.

Tembakan peringatan membuat tubuh mereka semakin rapat. Tidak tahu harus melakukan apa, Sienna hanya berharap pria itu segera menjauh.

Air matanya turun saat pisau itu semakin mendekati tubuhnya, hanya butuh sedikit dorongan agar pisau itu bisa menancap.

Petir menggelegar, jika harus mati. Sienna ingin mati dengan perlawanan. Melepaskan payungnya dan mendorong tangan tersebut agar menjauh.

"Tembak!"

Dia lupa, orang yang dihadapinya adalah pembunuh berantai. Gerakan kecil tersebut malah membuat pria itu geram.

Bisa dirasakan, dengan peluru yang menyasar paha pria itu bersamaan pula pisau itu menancap di dada dan perut Sienna.

Pisau yang ditarik menurun, memancing darah bercucuran keluar. Pria itu tumbang setelah beberapa peluru mengenainya.

Seorang wanita berlari ke arahnya.

"Adek tenang yah," jika perutnya tidak terasa sakit saat dia bernapas, Sienna ingin berteriak di telinga wanita itu.

Mana ada orang yang tenang saat melihat 2 pisau yang tertancap di tubuhnya. Napasnya memburu, penglihatannya ikut buram.

Bersamaan petir yang terdengar, tubuhnya jatuh yang langsung ditahan seseorang. Sienna rasanya ingin tertawa, membayangkan dirinya mati konyol seperti ini.

Sangat susah menarik nafas, gadis itu menutup matanya.

"Sudah saatnya yah? Menyedihkan sekali," selang beberapa detik gadis itu menghembuskan napas terakhirnya.

****

Betapa hidup tidak bisa dipercaya, Sienna menatap heran sekelilingnya. Ruangan yang didominasi warna putih dengan gradasi biru itu menyambut penglihatan Sienna.

Kejadian yang diyakini Sienna sebagai akhir hidupnya ternyata bukan akhir, memegang kepala dengan balutan perban memancing alisnya mengerut.

"Kayak sinetron ikan terbang, yang ditusuk badan yang diperban kepala," yang memancing cekikikan tapi kenapa kepalanya benar-benar sakit?

"Nona!" perempuan yang ternyata sudah dari tadi berada di sofa terkejut saat mendengar cekikikan nona-nya.

Alih-alih mendekat, perempuan itu berlari keluar mencari dokter padahal ada tombol disamping brankas pasien yang bisa dipencet untuk memanggil suster.

Dokter datang dan memeriksa Sienna, menanyakan beberapa hal yang membuat Sienna menggeleng. Semua yang ditanyakan dokter tidak ada yang diketahuinya.

"Sienna!" jawabnya saat ditanya siapa nama gadis itu, yang memancing kerutan di wajah dokter yang mulai menua itu.

Dokter meminta perempuan itu berbicara di luar, baru sadar jika ada cermin di ruangan itu. Sienna bangun walaupun kepalanya terasa sakit tapi rasa penasarannya jauh lebih besar.

Mendekat pada cermin yang tersedia di samping sofa, beberapa kali badannya oleng namun sampai juga di depan cermin.

Sekadar memastikan bahwa selain kepalanya, anggota tubuh lainnya baik-baik saja. Lagian dari penuturan perempuan tadi, katanya dia tidak sadar selama 4 hari. Bayangkan bagaimana kotor wajahnya yang tidak dibersihkan.

"Cantik," tertegun pada gadis yang dilihatnya di cermin, selama hidup baru kali ini dia melihat gadis secantik itu.

Alis tebal dengan mata yang terlihat indah dipadukan dengan hidung mancungnya. Dia tidak yakin ada orang yang akan cocok dengan mata se-coklat itu namun, mata itu seakan tercipta untuk gadis di depannya.

"Tunggu," kenapa bibir cantik gadis di depannya itu juga bergerak.

"HEH!" Sienna terjatuh, menatap horor pada cermin tersebut.

Pintu terbuka, perempuan itu mendekat.

"Nona, ada apa?"

"I-itu cerminnya," tunjuknya.

"Iya itu cermin, Nona," jelasnya.

"Aish bukan, itu cerminnya muka orang lain?" perempuan itu tidak paham, membantu nona-nya berdiri dan menuntun ke dekat cermin.

"Itu wajah anda Nona," seakan mendapatkan uang kaget di tengah hari, Sienna menatap horor perempuan itu.

Perempuan itu menuntunnya ke brankar pasien.

"Nona, dokter menyatakan Nona mengalami amnesia akibat benturan kepala saat kecelakaan," informasi apa lagi ini?

"Tapi saya ditusuk pisau Bu, bukan kecelakaan!" tegasnya bersikeras.

Ucapan perempuan itu seperti meyakinkan dirinya telah meminum kopi padahal jelas-jelas dia meneguk susu. Tapi lain lagi kalau itu kopi susu.

"Nona biasa memanggil saya, Bi Daya. Terkait Nona yang katanya ditusuk mungkin akibat kejadian yang Nona lakukan sebelum kecelakaan. Bukankah Nona ingin pergi membeli pisau saat kecelakaan?" asumsinya.

Sienna tertegun, hal gila apa lagi yang akan membuatnya syok?

"Jadi, siapa nama saya, Bi?"

"Nona Elleonore Ive Grayson," ucapnya dengan lancar, siapapun tolong pukul kepala Sienna dengan sekuat tenaga. Otaknya tidak bisa berproses dengan baik saat ini.

"Dan, papa saya bernama Joe Nathan Grayson?" tanyanya lebih pasti, anggukan perempuan itu serasa ingin menjatuhkan rahangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status