Share

BAB 5

Pagi-pagi sekali, Izekiel sudah berada di dalam kamar Elleonore. Entah siapa yang mengizinkannya masuk, tapi si pemilik kamar belum mengetahui kelakukannnya tersebut.

"Cantik," ucapnya tertegun, Izekiel bisa gila jika melihat wajah itu terus menerus.

Pria yang wajahnya hanya berjarak dua jengkal dari wajah Elleonore sudah berada sekitar sejam di ruangan itu. Menatap aktivitas tidur si pemilik kamar lebih menyenangkan daripada melihat berkas bertumpuk di kantornya.

Izekiel menggigit bibir bagian dalamnya tatkala melihat bibir gadis di depannya terbuka. Bibir peach yang sangat menggoda untuk di gigit.

Menjauhkan wajahnya saat si pemilik bibir itu melenguh, membuka mata dan berteriak kaget melihat Izekiel. Mengambil bantal dan memukul pria itu sekuat tenaga.

"Adu, sakit Ive," menahan kedua tangan gadis itu dan mendekatkan wajah mereka.

Elleonore memalingkan wajahnya.

"Brutal sekali," bisiknya pelan, gadis itu mendorong Izekiel dengan sekuat tenaga.

"Dasar tua bangka mesum!" teriaknya, melompat dari tempat tidur dan segera masuk ke kamar mandi.

"Aku masih muda Ive, bahkan masih bisa menjadi calon suamimu," balasnya.

Izekiel tersenyum, jantungnya berdetak tidak wajar melihat tingkah Elleonore. Sepertinya pulang dari sini. Dia perlu memeriksakan diri.

Membayangkan kehidupan rumah tangga bersama Elleonore pasti menyenangkan. Hanya akan ada tawa gadis itu disetiap ruangannya.

Keadaan yang sama terjadi pada Elleonore. Membuka kancing bajunya dan melihat sekitar lehernya, lalu menghembuskan napas lega.

"Untung saja aku nggak digerayangi pas tidur," ia bergidik membayangkan. Membuka pakaiannya dan memulai aktivitas paginya.

Menepuk jidat kesal.

"Bisa-bisanya lupa bawa handuk," membuka pintu pelan dan melihat pria itu sudah tidak ada di kamarnya.

Baru saja ingin membuka sepenuh pintu itu, namun handuk tergelak di depan pintu menghentikannya. Mengambil dan segera memakainya, tidak akan berterima kasih pada Izekiel hanya karena perilaku kecilnya.

Turun ke lantai bawah dan tidak menemukan si pemilik rumah. Lagi-lagi papanya berangkat dan informasi baru yang didapatkan Elleonore. Gadis itu pergi kuliah dan Elleonore juga harus kuliah.

"Ada apa Ive?" kehadiran Izekiel membawa ide cemerlang pada otak mungilnya.

"Boleh aku minta tolong?" pintanya dengan memasang senyum terbaik, bahkan tanpa repot-repot seperti itu Elleonore yakin Izekiel akan mengabulkan.

"Meminta tolong agar menikahimu?"

"Dalam mimpimu, Mas!" menghentakkan kakinya dan menuju dapur.

"Bi Daya, boleh minta tolong untuk di buatkan bekal makan siang?"

Wanita yang sedang mencuci sayuran itu bertanya. "Nona hendak kemana?"

"Mau ke kantor Papa!" Elleonore tahu, wanita di depannya ingin menghentikannya tapi tidak enak.

"Bibi tenang saja, semuanya akan baik-baik aja kok," mengangguk ragu lalu membalikkan badan.

Hidungnya bersentuhan dengan hidung pria itu. Dadanya naik turun karena kaget, sepertinya jika Izekiel berada di dekatnya. Elleonore akan cepat naik pitam.

"Mau ke kantor Nathan? Akan aku antar, Ive,"

"Iya-iya, sana. Aku mau siap-siap," mendorong pria itu dan berlalu.

Izekiel memegang dada yang didorong tangan kecil Elleonore, sepertinya dia jatuh cinta.

Ponsel yang tidak berhenti berdering dari sakunya, akhirnya diangkat.

Nathan menelponnya, menyuruhnya ke kantor karena ada yang perlu dibicarakan. Tanpa diberitahu pun, pria itu juga akan datang hari ini.

Elleonore turun dengan rok mini di atas lutut dengan baju crop top. Berlari ke dapur berniat menanyakan tentang masakannya. Namun, sebuah tangan menahannya.

"Ganti baju!" Elleonore mengerutkan keningnya, tidak suka dengan perintah itu.

"Ganti atau aku akan merusak pakaian ini, Ive" suara rendah sarat akan ancaman itu membuat tubuhnya bergetar.

Berlari meninggalkan tempat itu dan menutup pintu kamarnya. Tangannya tidak berhenti gemetaran, Elleonore meminum segelas air yang ada di nakas namun membuatnya terdesak.

Beberapa kali menarik napas agar bisa meredakan ketakutan itu. Tidak heran jika Elleonore di dalam buku sangat ketakutan saat berhadapan dengan Izekiel.

Sebuah ketukan di pintunya membuatnya melangkah ke pintu, menghapus air mata yang tanpa disadari keluar. Tubuhnya benar-benar merespon ketakutan itu.

"Ive," suara lirih tersebut tentu berasal dari Izekiel, memasang wajah memelas.

Yang seharusnya dikasihani itu Elleonore, tapi kenapa malah Izekiel yang terlihat seperti korban.

"Maaf yah, tidak usah mengganti pakaianmu. Hanya gunakan sweater dan celana olahraga sudah cukup, Ive," Elleonore membanting pintu dan menguncinya.

Mana bisa memakai celana olahraga ke kantor papanya. Segera mengambil celana bahan yang tidak terlalu ketat dan baju oversize.

Membuka pintu dan menatap tajam wajah tampan yang ujung hidungnya memerah. Gengsi meminta maaf, padahal Elleonore yakin hidung itu memerah akibat pintu tadi.

"Jangan khawatir Ive," Elleonore memutar matanya malas, siapa juga yang khawatir?

Menuju ruang tamu dimana Bi Daya yang sudah menunggu dengan kotak makanan.

Elleonore.

"Terimakasih Bi," wanita itu mengangguk, menyuruh berhati-hati di jalan pada nona mudanya.

Mobil berwarna hitam dengan atap yang terbuka yang mereka tuju.

"Panas, Kiel," ucapnya melirik pada jam yang sudah menunjukkan pukul 11.

Ranjang yang empuk dan kehidupan mewah tentu alasan yang membuat Elleonore terlambat bangun. Pasti beberapa hari yang akan, dia akan terbiasa dengan kemewahan ini.

Seperti mendapatkan uang kaget saja, namun kehidupan baru merupakan bonus yang didapatkannya.

Izekiel mengerutkan keningnya.

"Kan, bisa ditutup Ive," ucapnya memencet tombol pada mobil dan kap yang ternyata terlipat di bagian belakang mulai bergerak menutup sempurna.

Kampungan banget sih, Elleonore serasa ingin mengumpat dirinya. Mentang-mentang di kehidupan sebelumnya tidak pernah melihat mobil seperti ini, malah terlihat norak.

Berdehem dan masuk pada pintu yang Izekiel buka. "Terimakasih," ucapnya tidak sepenuh hati.

"Kembali kasih, Ive," Elleonore benar-benar tidak suka ini, mendengar nada rendah pria itu saja mampu membuatnya merinding.

Izekiel menjalankan mobil dan meninggalkan kediaman itu.

"Kamu tahu masak, Ive?" sebisa mungkin Izekiel ingin selalu berbicara dengan gadis itu agar menghilangkan kecanggungan di antara mereka.

Iya mengangguk. "Masak air sampai habis," pria itu mengulum senyum.

"Kapan-kapan, masakin aku yah Ive?" tidak menjawab dan malah mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Sepertinya menghindari pertemuan dengan pria itu akan sulit, maka Elleonore akan menjalankan rencana kedua. Menjadi gadis yang ingin tahu, di jamin pria manapun akan jijik dan kabur.

"Rosalie tunangan kamu kan?" Izekiel menginjak rem mendadak, memancing pengemudi lain di belakang mereka membunyikan klakson.

"Dengar Ive, pertemuan kita singkat. Tapi, bisa aku pastikan hanya kamu dan cuman kamu. Baik dulu, sekarang atau selamanya," bisiknya pada Elleonore, sepertinya pria itu sangat suka berbisik padanya.

Menjauhkan wajahnya dari telinga Elleonore dan menarik dagu gadis itu agar bisa menatap matanya.

"Jangan pernah membahas wanita lain saat bersamaku, karena aku menyukaimu, Ive," kalimat yang tidak terduga itu memancing Elleonore untuk mengayunkan tangannya ke pipi Izekiel.

Bunyi tamparan renyah yang membuat wajah mulus itu tertoleh ke samping. Elleonore yang panik, menarik wajah itu dan menyentuh bibir pria itu.

Izekiel menatap tajam kelakuan gadis itu, mencengkram tangan yang sebenarnya tidak disadarinya. Membuat Elleonore melepaskan sentuhnya.

"Jangan melakukan hal itu lagi, Ive!" yang dimaksud Izekiel adalah menyentuh dirinya namun, Elleonore berpikir pria itu marah besar karena tamparan tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status