Share

BAB 7

Sejak insiden perkelahian itu, Elleonore meminimalisir pertemuan dengan Nathan. Izekiel juga tidak pernah mengunjunginya, satu hal yang harus disyukuri gadis itu.

Angin yang membawa dedaunan dengan cahaya matahari sore terasa pas. Mendudukkan diri di kursi taman belakang, sesekali melihat kebun bunga yang dirawat pekerja.

Semenjak kembali ke rumah ini, tidak ada pelayan yang mengajaknya bicara. Membalas senyumnya saja sepertinya mereka tidak mau.

Daya yang melihat wajah nonanya gundah mendekat.

"Apa Nona sedang memikirkan hadiah untuk tuan?" Gadis itu menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Hadiah? Untuk apa?"

"Besok, ulang tahun tuan,"

"Besok? Ulang tahun papa?" teriaknya.

Nah, baru Elleonore benar-benar gundah. Beranjak dari sana dan mondar-mandir di sekitar taman, berpikir apa yang akan membuat pria itu senang.

Memberikan hadiah yang mahal? Pria itu saja bisa membeli apa saja yang lebih mahal. Ingin membuatnya, Elleonore tidak kreatif.

Matanya berbinar saat mendapatkan ide, berlari ke arah Daya dan memberitahunya.

"Memasak?" ulangnya yang di angguki Elleonore semangat.

"Nona tidak ingat, 3 tahun yang lalu saat belajar memasak. Nona, membakar dapur dan tidak ingin memasak lagi," Elleonore meringis mendengarnya.

Sepertinya selain kaya dan cantik, Elleonore tidak memiliki kelebihan apapun. Tapi tenang saja, Elleonore yang sekarang selain kaya dan cantik, tentu bisa memasak.

"Tuan selalu merayakan ulang tahunnya dengan makan diluar Nona. Karena itu, Nona harus menelpon tuan terlebih dahulu,"

"Papa ada di kantor kan?" berbalik ke arah Daya dan disambut gelengan.

"Tuan 2 hari yang lalu sedang ke luar negeri dan akan kembali besok," Elleonore manggut-manggut.

Lalu, apa gunanya Elleonore turun ke bawah saat jam-jam Nathan ke kantor dan akan berada di kamar saat pria itu pulang kantor.

Setelah menanyakan nomor ponsel Nathan pada Daya, akhirnya Elleonore merebahkan diri. Mengumpulkan keberanian sebelum menekan nomor pada ponselnya.

Deringan pertama berlalu sampai selesai, memilih untuk menelpon yang kedua kalinya.

"Ha-," ucapnya terputus saat mendengar suara di seberang sana.

"Siapa ini?" Elleonore mencebik kesal, Ara yang mengangkat teleponnya.

Kenapa anak pungut itu bisa bersama papanya?

"Papaku mana?" tanyanya.

Diseberang sana, terdengar suara Nathan yang bertanya siapa yang menelpon. Ara malah menjawab salah sambung dan mematikannya.

Kemarin, Elleonore masih melihat gadis itu di rumah ini. Tahu-tahu sekarang sudah berada di belahan bumi lain.

Selang beberapa puluh menit, Elleonore kembali menelpon dan malah Izekiel yang mengangkatnya. Memang lebih baik pria itu daripada Ara yang mengangkatnya lagi.

"Siapa?" suara dingin yang bahkan tidak Elleonore dengar itu menyambutnya.

"Kiel," panggilnya.

Tidak ada balasan cukup lama sebelum suara halus menyambut telinganya.

"Ingin berbicara dengan Nathan, Ive?" Elleonore mengangguk, namun cepat-cepat berbicara saat sadar pria itu tidak bisa.

"Tidak bisa Ive, papamu sedang bertemu klien,"

"Bisa sampaikan untuk pulang cepat besok malam," Izekiel mengiyakan sebelum mematikan telepon sepihak. Sepertinya pria itu juga sama sibuknya dengan Nathan.

Jadi, apa makanan kesukaan papanya? Aish, seharusnya dia bertanya saja pada pria itu. Membuka internet dan mencari-cari referensi makanan.

Sepertinya apapun referensi yang dicari, pikirannya mengarah ke nasi tumpeng. Fix, dia akan membuatnya. Lalu tinggal tanya pada bagian dapur, apa yang Nathan sukai.

Berputar-putar sekitar rumah dan tidak menemukan satupun pekerja, akhirnya mencari bi Daya yang ternyata berada di gudang belakang.

"Bi, pembantu yang lain kemana?" memperhatikan bibi yang dari tadi sedang membersihkan gudang.

Sebenarnya terhitung ada 6 orang yang bekerja di tempat ini. 2 sebagai supir, 1 bagian dapur dan 2 orang untuk bersih-bersih rumah. Bi Daya juga termasuk senior yang mengkoordinir semua pekerjaan.

"Pulang semua Nona, Bibi sepertinya lupa memberitahu jika saat hari ulang tahun tuan. Maka, para pekerja akan diliburkan. Bibi sengaja menyuruh mereka pulang lebih cepat," mengangguk paham.

"Lalu, Bibi kenapa tidak libur?"

"Keluarga Bibi sudah meninggal semua Non,"

Turut berdukacita, Elleonore menjulurkan tangannya, memeluk wanita paruh baya itu.

"Bibi kan punya Elleonore, ayo jalan-jalan," ajaknya, lagian dia juga sedang suntuk.

Daya tersenyum kecil, mengelus rambut bayi mungil yang telah menjadi gadis cantik itu. Mereka sekalian berbelanja bahan untuk besok. Daya memberitahunya untuk strawberry pie, kesukaan Nathan.

Tidak terasa sehari terlewat dengan cepat, Elleonore dari tadi sudah berkecimpung dengan berbagai masakan yang siap sedia.

Melirik jam tangan kecil yang melingkar di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan jam 7.

Hanya tinggal menata makanan di sekitar tumpeng lalu tinggal mengeluarkan pie dari panggangan. Sempurna, masih ada waktu untuknya mandi dan bersiap.

"30 menit lagi, papa akan tiba," girangnya, masuk ke kamar dan menatap berbinar pada kado yang di bungkusnya. Saat jalan-jalan kemarin, Elleonore menemukan kemeja biru yang pas untuk Nathan.

Mandi sudah, harum sudah, tinggal duduk manis di ruang tamu menunggu papanya. Sesekali menatap jam tangan yang sudah menunjukkan jam setengah sembilan.

Apa Izekiel lupa memberi tahu papanya? Ah, mana mungkin. Memilih untuk menunggu di depan pintu, entah sudah berapa lama Elleonore mondar mandir.

Namun, angin malam mulai mengusiknya.

"Nona," panggil Daya.

Elleonore menoleh menampilkan senyumnya.

"Tunggu di dalam saja Nona, mungkin jalanan sedang macet," Elleonore mengangguk, walaupun tidak bisa percaya jalanan macet. Sekarang saja sudah jam 10 malam.

Mencoba menelpon ponsel papanya namun hanya deringan yang Elleonore dengar. Beberapa kali mencoba namun nomer itu akhirnya tidak aktif.

Memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu dan memejamkan matanya. Nathan benar-benar keterlaluan jika sampai tidak datang.

Mengangkat tinggi-tinggi jari-jari yang dipenuhi plester. Usahanya demi memasak, walaupun Sienna tahu cara memasak namun, menggunakan tangan kaku Elleonore membuatnya beberapa kali tidak sengaja mengiris tangan.

"Nona istirahat di kamar saja," Daya datang kembali saat jam ruangan sudah berdentang 1 kali.

"Buang atau bagikan saja semuanya Bi," ucapnya berlalu begitu saja, memilih merebahkan dirinya pada kasur empuknya.

"Hari yang melelahkan Elleonore, terimakasih kerjasamanya yang terbuang sia-sia." lesunya lalu menutup mata.

***

Paginya, saat Elleonore sudah mandi dan bersiap turun ke bawah. Sebuah teriakan terdengar, bergegas turun dan melihat Ara yang tidak sadarkan diri.

Nathan yang baru saja turun, segera mengecek keadaan gadis itu.

"Ara, Ara," menepuk-nepuk kecil pipinya namun tidak ada reaksi apapun.

"Apa yang terjadi?" tanyanya pada siapapun yang melihat kondisi anaknya.

"A-anu Tuan, Nona Ara baru saja sarapan dan-" tanpa mendengar kelanjutannya, Nathan memerintahkan sopir untuk menyiapkan mobil.

Pelayan yang Elleonore ketahui memegang bagian dapur mengantarkan Nathan keluar kembali masuk ke dalam. Menuju ruang makan dan memeriksa sarapan nonanya hari ini.

Mengumpulkan para pelayan lalu memeriksa sarapan. Walaupun bukan dia yang memasak tapi tidak ada yang aneh dengan sarapan itu.

"Siapa yang memasak makanan ini?" bentaknya, para pelayan serempak menggeleng.

Elleonore memberanikan diri maju dan mengakuinya.

"Aku yang memasak," wajah marah pelayan itu perlahan surut.

Pelayan itu menatap jari-jari yang dipenuhi plester lalu kembali bertanya. "Apa Nona Elleonore menggunakan kemiri?"

Elleonore mengangguk yang memancing wajah pias semua pelayan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status