Share

Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.

Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.

Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.

“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.

Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali, aku menjadi kembali mengingat permasalahanku di rumah.

“Sedang apakah ibuku sekarang? Apakah mereka sedang mencari keberadaanku?” pikirku dari dalam hati, “Semoga saja ibuku tak berlarut–larut dalam kesedihan setelah kepergianku.”

Aku menjadi sulit tertidur saat memikirkan Ibuku. Rasa kantuk yang tadi aku rasakan kini telah sirna, Padahal aku sangat merasakan lelah setelah seharian aku tak beristirahat.

Ku paksakan mataku untuk terpejam dan ku alihkan pikiranku kepada hal–hal yang menyenangkan agar aku bisa segera tertidur dan tenggelam dalam mimpi–mimpi nan indah.

**

Keesokan harinya.

Aku bangun kesiangan, mungkin karena aku yang terlalu lelah dan juga karena tidurku yang terlalu larut malam.

“Ah, andaikan aku masih berada di rumah dengan Ibu pasti aku tak akan bangun sesiang ini karena Ibuku pasti akan membangunkan aku. Oh Ibu, aku merindukanmu,” gumamku dari dalam hati.

Aku pun sekarang mulai beranjak dari tempat tidurku dan mulai membuka–buka tasku. Ku ambil pakaianku dan juga peralatan mandiku. Ku bawa semua itu untuk pergi ke kamar mandi yang terletak di sebelah kamarku.

Rumah kost itu tampak begitu sepi seperti tidak ada bedanya antara suasana di malam hari dan juga siang hari. Akan tetapi, aku tiba–tiba teringat kalau sekarang adalah hari aktif. Dimana di hari aktif seperti ini semua orang pastinya sedang bekerja ataupun sekolah, nggak kayak aku yang sekarang sudah menjadi pengangguran.

Aku pun mulai mandi dan sedikit mempercepat kegiatanku. Entah mengapa aku sedikit merasakan takut di dalam rumah kost sebesar itu dan hanya aku yang sedang ada di sana sekarang.

Beberapa menit kemudian, aku yang sudah memakai baju lengkap dan segera berlari ke dalam kamarku kembali. Ku tutupnya dan ku kunci kamarku setelah itu aku berjalan ke depan cermin untuk berdandan.

Jadwalku setelah ini adalah mencari sarapan dan setelah itu segera membeli beberapa amplop coklat untuk aku gunakan melamar pekerjaan. Ya, aku akan mulai mencari pekerjaan di kota ini. Aku tidak mungkin hanya mengandalkan sisa tabunganku dengan duduk diam di dalam kamar kos.

Ku langkahkan kakiku untuk keluar dari kamarku dan tanganku mulai menenteng tas ranselku yang belum aku gantung di punggungku. Aku berjalan dengan semangat untuk menempuh hari pertamaku di sini. Bahkan, aku berusaha untuk melupakan masalahku di sana.

Baru saja kakiku menginjak halaman rumah kosku, aku di buat terkejut dengan kehadiran Syarif di sana. Dia tampak tersenyum ke arahku. Akupun membalas senyuman laki-laki yang menjadi malaikat penyelamatku semalam.

“Hai, ngapain kamu di sini?” tanyaku kepada Syarif.

“Mengunjungimu,” jawab Syarif.

Ku kerutkan keningku tanda aku merasa heran dengan jawaban yang terlontar dari mulut Syarif. “Mengunjungiku?”

“Ya, aku memang kesini untuk mengunjungimu dan ingin tahu keadaanmu,” kata Syarif.

“Terima kasih,” jawabku. Senang sekali rasanya mendapatkan perhatian dari seseorang di saat diri ini sedang sendiri di kota pelarian.

Syarif terlihat sedang melihatku kemudian dia bertanya, “Kamu mau kemana?”

“Ehm, aku ingin membeli amplop coklat dan juga ingin jalan–jalan di sekitar sini, kali aja aku menemukan sebuah tempat yang lagi membuka lowongan kerja untuk pegawai baru.”

“Lowongan kerja?” tanya Syarif, “Memangnya kamu ingin kerja apa?”

“Aku punya pengalaman kerja sebagai pramuniaga di sebuah toko. Jadi, aku ingin mencari pekerjaan yang sama dengan pengalaman kerjaku,” jelasku.

“Baiklah, ayo aku antarkan dulu untuk membeli amplop coklat setelah itu kita jalan–jalan ke dalam Mall yang ada di pinggir jalan itu. Di sana banyak sekali toko yang membuka lowongan pekerjaan.”

“Benar?” tanyaku dengan kegirangan.

Syarif menganggukkan kepalanya. “Ayo!” ajak Syarif.

Aku pun dengan senang dan juga semangatnya berangkat untuk membeli amplop. Aku di antarkan oleh Syarif dengan menggunakan motor. Ya, aku sangat bersyukur sekali karena aku bertemu dengan Syarif.

**

Di dalam perjalanan, Syarif tak henti – hentinya menunjukkan kepadaku tempat–tempat yang ada di sana dan juga nama dari tempat itu. Wah, sungguh tak kalah indah kota ini dengan kota asalku. Bahkan aku lebih merasa betah tinggal di kota ini, karena udaranya yang dingin.

“Kita beli di sini,” kata Sayarif dengan mulai memarkirkan motornya. “Ini adalah toko ATK, jadi kamu bisa membeli apa yang kamu butuhkan di sini.”

Aku mulai turun dari motor Syarif dan mengalihkan pandanganku kepada toko yang di tunjuk oleh Syarif untuk aku membeli amplop.

“Ayo, masuk!” Syarif mulai mengajakku untuk masuk ke dalam toko itu.

Aku berjalan secara berdampingan dengan Syarif, bahkan aku tak mau untuk jauh–jauh dari Syarif. Maklumlah aku masih takut berada di sana. Tempat itu masih asing bagiku.

“Dimana tempat amplop coklat?” tanyaku kepada Syarif.

“Ehm,” Syarif mulai menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari–cari rak tempat amplop terletak. “Oh, itu dia!” Syarif menunjukkan tangannya pada rak yang ada tak jauh dari tempat kita berdiri.

“Oh ya …” Senyuman langsung menghiasi wajahku. Aku dan Syarif pun langsung berjalan ke sana.

Ku ambil satu plastik amplop coklat besar kemudian aku masukkan dalam kantong. “Kalau bolpoin dan alat tulis yang lain, dimana ya tempatnya?” tanyaku kepada Syarif.

Syarif langsung memegang tanganku dan menarikku untuk pergi ke tempat bolpoin dan kawan–kawannya berada.

Aku mengikuti langkah Syarif dengan tanganku berada di genggamannya. Di saat aku dan Syarif sudah sampai di rak itu, Syarif tiba–tiba melepaskan pegangan tangannya.

“Maaf, aku tidak bermaksud untuk memegang tanganmu secara sengaja,” ucap Syarif.

Aku yang tadinya tidak menyadari akan hal itu, jadi mulai tersadar kalau tangan Syarif tadi sedang menggenggam tanganku. “Oh, tidak apa–apa,” jawabku dengan malu. Aku pun segera menundukkan pandanganku dan berpura-pura untuk memilih bolpoin yang sekarang sudah ada di hadapanku.

Lama kita berdua ada di toko ATK dan setelah keperluanku sudah terpenuhi semua. Aku dan Syarifpun hendak pergi ke mall untuk mencari lowongan kerja bagiku. Akan tetapi, perutku mulai berunjuk rasa. Aku yang bersemangat untuk mencari amplop malah melupakan tujuan pertamaku, yaitu mencari sarapan.

Aku terdiam sebentar dan memegang perutku yang terasa perih.

“Kenapa?”tanya Syarif, “Kamu belum sarapan, ya?”

Aku menganggukkan kepala.

“Ayo, kita beli makan dulu!”

“Nggak usahlah, aku tambah ngerepotin kamu.” Aku tidak enak hati kalau terus saja meminta antar Syarif.

“Nanti kamu sakit, baru juga datang di kota Malang masa sudah harus sakit begitu saja?!”

“Baiklah, tapi sebelum beli sarapan antarkan aku untuk membeli kartu perdana dulu, ya?” pintaku.

“Memangnya nomer ponselmu kenapa? Kok harus beli?” tanya Syarif.

Aku tertawa kecut karena pertanyaan Syraif mengingatkanku pada permasalahan yang ada di rumah. “Aku ingin ganti nomer saja, nggak ada alasan lain.” Aku pun terpaksa membohongi Syarif.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status