“Maaf Pak Daru, rumah aku bukan disini. Rumah aku disana.” Ella menunjuk ke ujung jalan di depannya.
Dari diam tak bergeming, sepanjang perjalanan pikiran Daru berpikir keras. Ya... berpikir apa yang salah dengan dirinya. Bisa-bisanya dia bermesraan dengan wanita labil di sampingnya itu. Wanita yang notabene adalah guru anaknya sendiri.
Ditatapnya Ella dari atas ke bawah, sumpah demi apapun Ella ini cantik. Tapi, bukan tipenya sama sekali. Mulutnya tidak berhenti berbicara mengenai kekasihnya, membuat Daru hampir menabrakkan mobilnya ke tiang terdekat saking kesalnya.
Ella cantik dan menarik tapi, bukan tipenya. Satu-satunya yang membuat Daru ingin bersama lebih lama dengan Ella adalah payudaranya yang menakjubkan. Payudara yang di atas ukuran rata-rata yang dengan cerdasnya Ella sembunyikan di balik kemeja longgar yang saat ini Ella gunakan.
“Pak Daru, rumah aku bukan disini. Astaga... kalau Bapak nggak mau anterin aku, mending aku pulang sendiri.” Ella berkata sambil memasukkan smartphonenya ke dalam tas miliknya dan membereskan berkas-berkas miliknya.
“Kenapa ingin cepet pulang?” tanya Daru.
Ella menghentikan pergerakkannya, dengan cepat Ella mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas miliknya ke manik mata hitam Daru yang mampu membuat Ella berfantasi liar.
“Emang nggak boleh aku pulang?” tanya Ella bingung. Kalau nggak pulang Ella mau kemana?
“Boleh.” Daru menjawab pendek.
Ella benar-benar kesal dengan duda meresahkan di hadapannya itu. Irit ngomong dan membuat Ella selalu bertanya-tanya maksud dan tujuannya apa.
“Ya udah, bisa anterin nggak?” tanya Ella kesal.
“Buru-buru amat.”
Ella menghela napasnya dengan sangat keras, sepertinya menghela napas dengan keras mampu menghilangkan kekesalannya pada Daru. Duda sinting yang beberapa menit lalu mampu memberikan kenikmatan yang tidak pernah Ella dapatkan dari kekasihnya Andi.
Andi kekasihnya yang sudah dipacarinya selama setahun belakangan ini, benar-benar sosok pemuda humoris yang alim. Andi itu sosok lelaki idaman untuk menjadi calon suami. Pekerjaan ada, wajah ganteng, humoris, baik, dan ramah. Sebutkan semua sifat lelaki baik di dunia ini, Andi pasti memilikinya.
Tapi, Ella membutuhkan lebih. Gairah mudanya benar-benar menggedor dirinya. Iya, Ella menginginkan lebih daripada berciuman. Andi tidak pernah dan tidak mau melakukannya, selalu banyak alasan yang dilontarkan Andi saat Ella memintanya.
Alasan paling klasiknya adalah aku mau jaga kamu, aku mau perawan kamu aku ambil saat kita sudah sah. Bila Andi sudah berkata begitu Ella auto mengkerut dan menelan salivanya, menahan hasratnya sendiri yang sudah memuncak.
“Miss beneran mau pulang?” tanya Daru membuyarkan lamunan Ella.
“Iya, mau pulang. Pacar aku udah nunggu di rumah.” Ella menjawab sambil lalu.
“Oh... pacar yang nggak bisa kasih kamu kenikmatan?” tanya Daru.
Ella kaget dengan perkataan Daru, dari mana Daru tahu itu semuanya, seingatnya Ella tidak mengatakan hal tersebut. “Bapak bener-bener ngaco. Jangan suka berspekulasi.”
Daru langsung bersandar di kursinya dengan tenang. Tidak ada niatan Daru untuk menjalankan mobilnya. “Spekulasi?”
“Iya, spekulasi.”
“Ini bukan spekulasi, liat kenyataannya aja. Kalau kamu ....” Daru menggantungkan kalimatnya sambil membalas tatapan Ella yang sudah menatapnya gemas.
“Kenapa?” tanya Ella galak, makin lama bersama Daru membuat Ella kesal setengah mati.
“Kalau kamu udah tercukupi semuanya itu. Nggak mungkin, kamu bisa mendesah dan seliar tadi.” Daru berkata sambil mengusap bibirnya dengan telunjuknya.
Ella menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat jari telunjuk Daru yang mengusap bibirnya. Hasrat Ella langsung meledak saat menyadari beberapa waktu yang lalu jari dan bibir itu yang sudah memberikan kenikmatan hingga membuat Ella melentingkan tubuhnya.
“Ka... ehem.” Ella berusaha membersihkan tenggorokkannya yang tiba-tiba tercekat. “Kamu nggak bisa ngomong kaya gitu. Tadi itu, tadi itu....”
Ella mencoba mencari kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang baru saya terjadi. Otaknya berjuang keras untuk mencari kata atau kalimat yang pas.
“Apa?” tanya Daru penasaran. Daru sendiri bingung apa yang sebenarnya mereka lakukan tadi.
“Sebuah kesalahan.” Akhirnya Ella menemukan kata yang pas untuk apa yang terjadi tadi.
Tawa Daru seketika itu juga pecah saat mendengar perkataan Ella. “Kesalahan kamu bilang?”
“Iya, kesalahan.” Ella menjawab sambil menatap Daru. “Bapak tau sendiri, kalau aku punya kekasih. Dia lelaki yang baik.”
“Lelaki yang baik?”
“Iya.” Ella menjawab sambil menggeser posisi tubuhnya. Badannya yang munggil membuat dirinya bisa saling berhadapan dengan Daru.
Daru membuka sabuk pengamannya dan mendekati wajah Ella. Bibirnya detik ini sudah berjarak hanya beberapa senti dari bibir Ella, “Saking baiknya, sampai-sampai tidak bisa memuaskan pacarnya sendiri?”
“Bapak tidak punya hak menghina pacar saya,” ucap Ella.
“Jadi, tebakkan saya benar ‘kan?” tanya Daru sambil mengusap bagian bawah bibir Ella. “Jawab Ella.”
Ella merasakan usapan di pahanya, membuat napas Ella tercekat. “Iya.”
“Jadi, apa yang kita buat tadi masih suatu kesalahan?” tanya Daru yang entah kenapa malah semakin penasaran dengan wanita dihadapannya yang sangat-sangat labil.
“Iya, itu kesalahan.” Ella menjawab sambil mendekatkan bibirnya dengan bibir Daru.
“Kesalahan?” tanya Daru lagi.
“Iya, itu kesalahan.”
“Kita buat itu jadi kesalahan indah, Miss Ella.” Setelah menyelesaikan kalimatnya Daru langsung melumat bibir Ella yang sudah menggodanya dari tadi.
•••
“Sayang, itu mobil siapa?” tanya Andi saat melihat Ella yang baru masuk ke dalam rumah.
“Ah... mobil?” tanya Ella linglung.
“Iya, mobil siapa itu?” Andi mengulangi pertanyaannya.
“Oh, itu mobil orang.” Ella menjawab asal.
“Iya pasti mobil orang, ya kali kamu naik mobil setann, Yang,” kekeh Andi sambil memeluk Ella.
Ella hanya bisa tersenyum kecil saat Andi memeluknya. “Itu, mobil orang tua murid. Dia tadi maksa buat anterin aku pulang. Gara-gara anaknya bikin kepala aku pusing hari ini.”
“Ah... i see. Terus, kenapa telepon aku nggak diangkat?” tanya Andi sambil melepaskan pelukkannya dan menarik Ella untuk duduk disampingnya.
Ella langsung berpikir keras, jawaban apa yang pas untuk pertanyaan dari Andi. Ella tipe kekasih yang siaga, dimana selalu mengangkat telepon dari Andi. Tadi, ada kali pertama Ella tidak mengangkat teleponnya sama sekali.
“Itu....” Tidak mungkin Ella berkata kalau tadi, Ella sedang sibuk bertukar saliva dengan seorang duda bernama Handaru.
“Kenapa?” tanya Andi curiga.
“Itu, aku lagi rapat. Rapatnya sama pemilik sekolah dan kepala sekolahnya juga, jadi aku nggak bisa pegang handphone aku,” dusta Ella.
“Ah, ya udah nggak papa,” ucap Andi sambil mengacak pucuk rambut Ella.
“Kamu udah minum?” tanya Ella sambil berdiri.
“Belom, Ibu kamu sibuk di belakang kayanya,” ucap Andi sambil menatap kebagian dalam rumah Ella.
“Ya udah, aku bikinin minuman dulu, yah. Tunggu bentar.” Ella langsung beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah dapur.
Di dapur Ella langsung mengambil cangkir dan membuat minuman kesukaan Andi. Saat sedang asik membuat minuman Andi, Ella merasakan handphonennya bergetar. Dengan cepat Ella membuka kunci handphonennya dan mendapati chat dari Daru.
-Miss Ella, mau mencoba bikin kesalahan lainnya?
Ella hanya bisa mengerjapkan matanya saat membaca chat dari Daru. Lelaki bernama Daru ini benar-benar membuat Ella tidak bisa berkata apa-apa. Sombongnya bukan main tapi, kesombongannya itu yang membuat Ella penasaran. Penasaran untuk tahu lebih lanjut tentang siapa sebenarnya seorang Handaru Prasetya Wijaya.
“Sayang,” panggil Andi.
“Apa?” pekik Ella kaget.
“Kamu kenapa sih, kaya yang punya rahasia gitu?” tanya Andi bingung.
Ella hanya tersenyum kecil mendengar perkataan Andi. “Nggak, kaget aja. Ini kopi kamu udah jadi.”
Dengan cepat Andi mengambil cangkir dari tangan Ella. “Makasih, Yang.”
“Sama-sama,” jawab Ella.
“Yang, boleh tanya sesuatu?” tanya Andi setelah meminum kopinya.
“Apa?”
“Sejak kapan kamu pake parfume laki-laki?”
•••
Xoxo Gallon yang Hobi Kelon
storyby_Gallon
Sewaktu kecil Ella tak pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ayah. Dia anak yang tumbuh besar dari ibu tunggal yang membesarkannya dengan menyingkir dari kecaman keluarga dan omongan orang terdekat. Sudah tak heran lagi kalau kebanyakan manusia selalu menganggap dirinya yang paling benar dan sempurna. Sehingga merasa lebih mudah untuk menghakimi kehidupan orang lain. Satu perasaan yang selalu Ella syukuri adalah bahwa ia dibesarkan oleh seorang wanita tangguh yang mengorbankan masa muda dan mampu mengalahkan egonya untuk tidak menikah lagi. Dulu Ella tak mengerti. Ia menganggap kalau apa yang dilakukan ibunya memang suatu keharusan. Membesarkannya, merawatnya, memberinya jajan yang cukup, pakaian bagus dan pendidikan mahal. Ella tak pernah bertanya uangnya dari mana. Dan ia tak pernah menyangka kalau sebagian besar apa yang diperolehnya berasal dari seorang pria yang ternyata diam-diam masih bertanggungjawab
Hidup itu selalu tentang pilihan. Tentang baik dan yang buruk, tentang kesulitan dan kemudahan, tentang berjuang atau memasrahkan, juga tentang menjadi baik atau tidak. Semuanya tentang pilihan. Tentu saja semua orang ingin hidupnya berjalan dengan baik. Namun, seringnya yang terjadi malah jauh melenceng dengan yang direncanakan. Begitu pula Andi yang sejak dulu merencanakan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama Ella. Gadis yang menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun, namun hubungan itu kandas karena perselingkuhan yang dilakukan oleh wanita itu. Andi tetaplah manusia biasa. Laki-laki yang jauh dari kata sempurna. Ia marah, murka, membalas, puas, kemudian melampiaskan semuanya dalam satu waktu. Andi yang menjaga dirinya menjadi sosok lelaki berengsek, malah berubah menjadi sosok itu. Bagi Ella, Andi pernah menjadi lelaki berengsek. Bagi Andi, Ella juga pernah menjadi wanita berengsek yang mengkhian
"Oke ... mengejan sekali lagi ya Ibu Ella, sedikit lagi kepalanya sudah kelihatan ya ... siap ya, hitungan ketiga," ujar Dokter Sarah yang membantu persalinan Ella. "Satu ... dua ... tiga ... sekarang Bu Ella," titah sang Dokter. Ella mengejan sekuat tenaga, semampu yang dia bisa. Genggaman tangan Ella semakin erat menggenggam tangan Daru, Daru meringis menahan sakit kala genggaman itu mencengkeram semakin kuat seakan akan mematahkan jari jemari Daru. "Iya ... terus Ibu, bagus ...." Suara tangis bayi memenuhi ruangan persalinan, bayi mungil yang masih ditempeli sisa-sisa plasenta itu menangis begitu keras. "Sempurna, ya ... semua lengkap, perempuan, cantik, berat badan dan tinggi semuanya baik," ucap dokter Sarah. "Selamat Bapak Daru dan Ibu Ella," ujar Dokter Sarah. Ella meneteskan air matanya, saat bayi mungil mereka berada di atas dadanya, mencari-cari puting susu sang Ibu. "Cantik," ujar Daru menatap bayi mereka. "Benar
Daru membuka pintu kamarnya perlahan, dia membawakan susu hangat sesuai permintaan Ella tadi. Istrinya itu sedang duduk bersandar pada headboard, menggulir layar ponselnya. Ya, belakangan ini Ella memang lebih tertarik dengan ponselnya di banding yang lain. Berlama-lama melihat online shop lebih menarik dan menjadi salah satu hobi terbaru Ella. "Susunya di minum dulu, Miss Ella," ujar Daru yang sengaja memanggil Ella dengan sebutan Miss seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu. "Terimakasih, Pak Daru." Ella pun tersenyum, menyesap susu yang diberikan oleh Daru. Dari duduk di sebelah istrinya, sambil mengusap-usap perut yang semakin membesar itu. "Kamu pasti belanja baju bayi lagi, ya?" tanya Daru yang melihat Ella sedang memilah-milah jumper untuk bayi mereka. "Lucu-lucu, Mas ... nggak mungkin aku lewatkan." "Iya, tapi kan sayang kalo ke pakenya cuma sebentar, itu yang kemarin kamu belanja sama ibu aja belum ka
Lalu lintas sore itu cukup padat, Arya melirik jamnya berkali-kali khawatir ia terlambat untuk makan di restoran. Tempat yang diminta Arya datangi oleh Papahnya. Sambil menatap lampu merah yang lama, Arya teringat dengan pembicaraan dengan Papanya tiga hari yang lalu. Saat di mana Papanya tiba-tiba memanggilnya dan memberikan satu pertanyaan yang tidak pernah Arya duga sebelumnya. “Arya, bolehkan Papa menikah lagi?” Arya mengenang pertanyaan Ayahnya, pertanyaan yang paling simple, paling to the point dan pertanyaan yang paling tidak di duga oleh dirinya. Mengingat selama dua tahun Papanya menjadi seorang duda, sibuk dengan dunia politik. Papanya tidak pernah membicarakan tentang pendamping hidup semenjak kepergian Ibunya. Arya tahu bahwa orang tuanya dinikahkan melalui jalan perjodohan tapi, selama mereka hidup sebagai pasangan suami istri, mereka adalah rekan, partner, rekan dan sahabat baik. Ibu Arya memang selalu tidak sehat, kesehatannya memang ti
Dulu, Diana sangat terkesima dengan sosok Syarif Chalid muda yang begitu gagah dan penuh kharisma. Seorang angkatan bersenjata dengan karir yang cemerlang. Usia mereka bertaut cukup jauh, dan Diana muda yang naif begitu singkat dalam berfikir. “Ella memang lagi di rumah?” tanya Chalid di dalam mobil, menoleh ke arah Diana yang pandangannya mengarah ke luar kaca jendela mobil. “Iya, Ella nunggu hari kelahirannya. Belakangan dia sering nginep di rumah bawa Bayu. Aku juga minta dia di rumah sementara ini. Khawatir ... Daru kerja kadang pulangnya larut malam,” sahut Diana, menoleh sekilas ke arah Chalid kemudian mengembalikan tatapannya ke depan. “Jadi, Bayu juga lagi di rumah?” tanya Chalid lagi. “Iya, Mas. Tadi malah katanya mau ikut kalau dia belum makan. Tapi, kayaknya dia keburu makan sop,” ujar Diana tertawa. Ia menoleh ke arah Chalid dan bertemu pandang sesaat. Tawanya langsung lenyap berg
Diana sudah berdiri di depan kaca selama setengah jam. Wanita 45 tahun itu sudah tiga kali berganti pakaian. Pertama tadi dia hanya mengenakan celana panjang dan kemeja santai. Beberapa langkah keluar pintu kamar, ia kembali ke dalam dan kembali mematut diri.Sekarang Diana telah mengenakan terusan berwarna kuning muda yang menutup hingga ke betisnya. Rasa-rasanya ia sudah sangat lama tidak mengenakan jenis pakaian seperti itu.Alasannya bukan karena tidak suka, tapi lebih ke tidak adanya kesempatan atau tempat yang cocok untuk ia bisa mengenakannya. Tak ada pergaulan yang sangat penting yang terjadi dalam hidupnya setelah ia memiliki Ella.Setelah pernikahan yang amat singkat dengan Chalid, ayah kandung Ella, Diana membelanjai dirinya sendiri dengan memanfaatkan sedikit uang peninggalan orangtuanya. Diana berinvestasi kecil-kecilan di perusahaan temannya. Hasilnya memang tak banyak, tapi setidaknya ia bisa menjaga egony
"Em ... karena—" Ratih tercekat, ternyata nyalinya juga belum cukup kuat untuk mengatakan sejujurnya pada kedua orangtuanya. "Jadi gini, Om ... Tante. Saya dan Ratih, kami ...." Andi menguatkan hatinya. "Kami memohon restu dari Om dan Tante, saya ingin menikahi Ratih putri Om," ujar Andi tegas. "Maksudnya gimana ini, Ibu gak ngerti." Retno duduk di sisi suaminya. "Ratih akan berhenti bekerja, Bu ... kami minta restu dari Ayah sama Ibu, Andi ingin Ratih menjadi istrinya." "Sudah berapa lama?" tanya Ridwan menatap Andi. "Kami kenal sudah enam bulan kurang lebih, Yah." Ratih menjawab cepat. "Ayah tanya pacar kamu." Ekspresi datar dari seorang Ridwan, pensiunan polisi itu. "Enam bulan, Om ... sudah enam bulan." "Pekerjaan kamu?" "Baru selesai ambil spesialis, Om." "Dokter?" "Iya, Om." "Kamu bisa pastikan anak saya bahagia? Dengan latar belakang dia, kehidupan dia bahkan masa lalunya?"
"Oh? Hanya oh?" Ratih berjalan cepat tanpa memikirkan perutnya, troli yang berisi barang belanjaan mereka dia tinggalkan begitu saja. Andi yang serba salah menyusul Ratih hingga meja kasir, wanita hamil itu melenggang begitu saja membiarkan Andi kesusahan membawa barang belanjaan mereka. "Tih ... ya ampun Tih, jangan cepet-cepet jalannya, ingat kamu lagi hamil." Andi meringis melihat Ratih berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. "Buka pintunya," ujar Ratih dengan ekspresi wajah kesal. "Astaga, Tih!" Andi membuka pintu mobilnya. Andi benar-benar harus menahan amarahnya menghadapi Ratih yang selalu sensitif selama masa kehamilannya. Ratih masih dengan mode diamnya, pandangannya dia alihkan keluar jendela mobil. Sementara Andi, merasa kikuk dengan tingkah Ratih yang selalu membuat serba salah. "Maaf ya," ujar Andi yang akhirnya mengalah. Ratih masih terdiam. "Kamu kan tau, hampir tiga bulan ini aku sibuk dengan pro