Beranda / Romansa / Terjebak BossZone / CHAPTER 6: Seperti Pasangan?

Share

CHAPTER 6: Seperti Pasangan?

Penulis: Anaa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-21 15:38:43

"Perfect!" sekali lagi ucapan itu keluar dari mulut lelaki kemayu yang baru saja selesai memoles wajah Nesa dengan make-up yang membuat penampilan Nesa terlihat lebih cantik.

"Thankyou, Bep," ucap Nesa menampilkan senyumnya.

"Iya Bep! Cakep kan make-upnya? Bisa dibacok gue sama Pak Bos kalau make-upnya cacat."

Nesa kembali menatap penampilannya di cermin, lalu mengangguk pelan. "Udah oke kok, tenang aja!"

"Lo tahu nggak, kalau make-up lo Pak Bos suka nih, bisa dibayar dua kali lipet gue, cucok 'kan?" Lelaki itu menampilkan cengiran khasnya menatap Nesa melalui pantulan cermin.

"Iya! Tahu gue... kalau make-up gue jelek udah pasti bikin malu Pak Bos di acara nikahan sahabatnya."

Bukan hal baru memang, jika ada sebuah acara penting yang mengharuskan Nesa memoles wajahnya dengan make-up, maka Edgar akan menghadirkan MUA. Nesa tahu alasan mengapa harus memakai jasa MUA walaupun sebenarnya Nesa bisa memakai make-up sendiri, tentu saja agar Nesa tidak terlihat memalukan jika bersanding dengan Edgar di acara tersebut. Dan kalian harus tahu kelakuan seperti apa yang sudah Edgar lakukan hari ini sehingga membuat Nesa kesal kepada lelaki itu. Ingat saat Edgar dan Nesa mengunjungi salah satu butik? Edgar mempermalukan Nesa dengan megatakan jika dia tidak berniat membelikan Nesa dress, membawa Nesa ke butik dengan alasan ingin membelikan Gia—adiknya dress dan meminta Nesa untuk mencoba dress karena tubuh Nesa dan Gia terlihat tidak berbeda jauh, katanya. Namun, dress berwarna teal green itu berakhir dipakai oleh Nesa juga pada akhirnya.

"Pakai! Tidak usah protes, saya tidak jadi memberikan dress itu untuk Gia. Sepertinya, Gia juga tidak menyukai dress pilihanmu, seleramu biasa saja."

Dengan wajah tanpa dosa Edgar berbicara seperti itu. Walaupun sudah terbiasa mendengar kata-kata menyebalkan yang keluar dari mulut bosnya, tetap saja Nesa merasa kesal.

Nesa menatap luas ke depan, acara resepsi dengan venue outdoor, banyak tamu undangan yang sudah hadir karena acara resepsi memang sudah dimulai dari satu jam yang lalu. Menghembuskan napas panjang, sambil memejamkan mata, kedua sudut bibirnya melengkung menampilkan sebuah senyuman. Kakinya melangkah beriringan dengan langkah bosnya, menebarkan senyum kepada setiap orang yang menatapnya.

Dulu, Nesa adalah salah satu perempuan yang sebenarnya tidak suka dengan keramaian, berdiam diri di kamarnya itu adalah hal yang paling menyenangkan. Namun, setelah bekerja dengan Edgar yang mengharuskannya berinteraksi dengan banyak orang membuat Nesa sudah terbiasa. Menghadiri acara dari mulai yang resmi maupun yang bukan.

"Ada Pak Rudi, dan Bu Mia, Pak. Kita menemui dulu mereka?" Nesa menatap Edgar saat matanya menangkap sosok orang tua bosnya sedang berbincang dengan beberapa orang.

"Kita bertemu dulu Dion dan Dina."

Nesa mengangguk pelan, kembali melingkarkan tangannya di lengan Edgar, kembali berjalan menuju tempat kedua mempelai. Tidak ada pelaminan, kedua mempelai bisa lebih leluasa menyapa para tamu undangan, kini kedua pengantin itu sedang berada di salah satu meja dengan beberapa orang yang memakai dress juga tuxedo dengan warna yang serasi.

"Calon direktur, sibuk terus ya, baru keliatan," celetuk salah satu perempuan yang mungkin lebih dulu melihat Edgar dan Nesa , sehingga membuat atensi semua orang yang ada di meja itu menatap keduanya.

Mereka semua menampilkan senyum, menyambut kehadiran keduanya.

"Congrats!" Edgar mengulurkan tangannya utuk menjabat tangan Dion dan Dina, memberikannya ucapan selamat, begitu juga dengan Nesa yang melakukan hal sama. Nesa juga terlihat senang ketika melihat keempat perempuan yang memakai dress dengan warna yang serasi itu, menyapa mereka dengan begitu excited. Mereka adalah pasangan sahabat-sahabat Edgar, entah bagaimana awalnya mereka jadi saling akrab, bahkan di beberapa kesempatan mereka sering bertemu. pergi berbelanja, nonton, ke salon, atau hanya sekedar duduk mengobrol di caffe milik Sasya.

"Kalian udah kaya pasangan aja, tahu...," ucap Dina dengan nada yang menggoda. Edgar tentu saja hanya diam, dengan memasang wajah lempeng andalannya. Sedangkan Nesa hanya terkekeh pelan menanggapi candaan Dina.

"Nesa makin cantik aja," puji Seli—salah satu perempuan yang ada di sana.

Lagi-lagi Nesa terkekeh pelan. "Kamu juga tambah cantik, Sel," balas Nesa.

"Omong-omong tentang cantik, kamu inget nggak Nes, yang terakhir kali kita ketemu di caffe punyanya Sasya. Aku ketemu sama sepupuku, dan dia nanyain kamu tahu," kata Tari.

Nesa mengernyit, mencoba kembali mengingat pertemuan mereka waktu itu, ia memang melihat jika ada seorang lelaki yang menyapa Tari, bahkan mengobrol sebentar dengannya. Nesa hanya melihat sekilas wajah lelaki itu.

"Sepupumu belum saja melihat Nadya. Pasti sepupumu akan menarik kata-katanya, dan malah bertanya tentang Nadya kalau sudah bertemu dengan sahabatku itu," kata Nesa terkekeh pelan.

"Kata-katamu, Nes...." Dina menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban Nesa sambil tertawa.

"Din, Nadya emang cantik banget, kan? Kalian semua setuju juga kan sama apa yang aku bilang?"

Meli menggeleng lalu merangkul lengan Nesa yang berdiri di sampingnya. "Jangan banding-bandingin diri kamu sama orang lain, Nes. Nggak baik tahu! Dia cantik dengan versinya, kamu juga cantik dengan versi kamu," katanya.

Nesa terkekeh pelan, lalu memeluk tubuh Meli erat. Meli memang yang paling kalem, pembela kebaikan nomor satu deh! Hehe...

"Ekhem!" suara deheman Edgar membuat kelima perempuan itu menoleh. Karena kelimanya asyik mengobrol, sampai mengabaikan keberadaan yang lainnya.

"Ngobrol aja, anggap aja kita nggak ada," kata Bagas—suami Tari.

"Kita pergi, ketemu orang tua saya," kata Edgar.

Kita? Yang dimaksud oleh Edgar kita itu, dia dan Nesa, begitu? Pemikiran Nesa benar, ketika manik mata Edgar menatap ke arahnya. Sebenarnya Nesa ingin lebih lama dengan teman-temannya, tapi Edgar malah mengajak Nesa untuk menemui kedua orang tuanya. Padahalkan tadi Nesa sudah mengajak Edgar untuk menemui kedua orangtuanya dulu, tapi Edgar memilih bertemu dengan kedua mempelai terlebih dahulu. Dan, apa ini Edgar hanya mengucapkan selamat kepada kedua mempelai tanpa mengobrol basa-basi dengan sahabat-sahabatnya? Apa Edgar tidak keterlaluan? Hih! Kalau Nesa, mana mau punya sahabat seperti Edgar.

"Buru-buru amat, di sini dulu aja, Ed!" kata Dion.

"Tuh, Dion udah sold out, lo kapan Ed?" celetuk Wisnu yang membuat semua orang yang ada di meja itu menatap langsung ke arah Edgar—termasuk Nesa, tentu saja mereka ingin tahu apa jawaban lelaki itu.

"Saya menghindari pertanyaan-pertanyaan semacam ini!" kata Edgar dingin.

"Ayo kita pulang!" ajak Edgar kepada siapa lagi kalau bukan Nesa.

"Baperan amat lu, Ed!" kata Wisnu terkekeh, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Baru juga datang, masa mau balik?" lanjutnya.

"Pak Edgar kan belum makan, kita makan dulu, baru setelah itu kita menemui kedua orang tua Pak Edgar, bagaimana?"

Edgar awalnya hanya diam mendengar usulan Nesa, namun pada akhirnya ia mengangguk setuju. Karena Edgar setuju, Nesa langsung menampilkan senyumnya. "Kalian sudah makan?" tanya Nesa.

Mereka mengangguk. "Kasih bosmu itu makan, Nes," kata Dina.

Sebelum Nesa dan Edgar melangkah pergi, Dina kembali memanggil keduanya. "Kenapa kalian nggak nikah aja sih?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak BossZone   Extra Chapter II (Kehidupan Bian)

    "Gue ngga perlu jelasin serinci mungkin, Nes. Suami lo jelas pasti tahu semuanya." Nesa menatap Edgar dengan kening mengernyit, seolah bertanya tentang kebenaran dari ucapan Bian. "Udah sih, gue ngga papa, ngga usah natap gue kasihan gitu!" katanya. Walaupun begitu tetap saja, ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Nesa. Ini jelas berita besar—dan yang paling mengkhawatirkan adalah bagaimana perasaan Bian selama ini? Pasti lelaki itu sudah melalui banyak hari yang berat. "Sudah berapa bulan?" tanya Bian mempersilahkan Nesa untuk duduk. "Jalan enam bulan," jawab Nesa semangat, mencoba bersikap seperti biasanya. "Apa suami lo memperlakukan lo dengan baik?" Nesa mengangguk tanpa ragu. "Mas Edgar mencintai aku... sangat!" "Bagus! Kalau dia ngga memperlakukan lo dengan baik, mending sama gue aja." Nesa terkekeh pelan, menggeleng lalu memeluk perut Edgar yang sedari tadi masih berdiri di dekatnya. "Nanti Mas Edgar sendirian, kasian." Bian menatap Edgar dengan tatapan yang

  • Terjebak BossZone   Extra Chapter I (Ngidam & Bian)

    "Mas...." Edgar terlihat menghela napas, melepaskan perlahan tangan Nesa yang melingkar di lengannya. "Mas masih marah ya?" tanya Nesa memanyunkan bibirnya, kembali mencoba melingkarkan tangannya di lengan Edgar, walaupun suaminya itu kembali melepaskannya. "Iya maaf, ngga jadi Mas. Tadi aku cuman bercanda kok," lanjutnya. "Saya berangkat," katanya terkesan jutek walaupun sebelumnya mencium kening Nesa sebagai rutinitas wajib pagi mereka sebelum Edgar berangkat kerja. "Ah Mas Edgar...." Nesa kembali merengek, menghalang langkah suaminya. "Aku minta maaf, jangan marah." "Saya ada meeting Vanesa." "Tuh kan! Panggilan sayangnya mana?" Edgar kembali menghela napas pelan, menampilkan senyum yang sebenarnya tidak sampi hati itu. "Saya berangkat kerja ya, ada meeting pagi ini sayang," kata Edgar mengulang pernyataannya. Melingkarkan tangannya memeluk pinggang Edgar, Nesa mencium pipi kanan suaminya dengan lembut. "Aku beneran cuman bercanda tadi, jangan ngambek lagi yaa... dan semoga

  • Terjebak BossZone   Chapter 62: Private Beach (Ending)

    Nesa mengerjapkan matanya perlahan, bibirnya berdecak pelan ketika telinganya masih mendengar suara notifikasi alarm dengan volume yang bukan main kencangnya.Mencoba bangun dari tidurannya untuk mengambil ponsel, tetapi tubuhnya dipeluk erat oleh sang suami.Dengan perlahan ia mencoba melepaskan tangan Edgar yang melingkar di perutnya, setelah berhasil, ia bangun lalu berjalan mengitari ranjang untuk duduk di tepi kasur, mengambil ponsel Edgar yang masih mengeluarkan suara notifikasi alarm untuk mematikannya.Disya mengernyit ketika merasakan perbedaan dengan kamar yan ditempatinya, mendongak lalu kembali memperhatikan sekitaran kamar dengan cahaya remang."Sudah bangun, sayang?" tanya Edgar, kedua tangannya kembali memeluk perutnya erat.Nesa tersenyum kecil lalu mengusap lembut lengan Edgar yang melingkar di perutnya."Sudah, tumben banget pasang alarm pagi-pagi buta begini sih?""Biar ngga kesiangan.""Mau ke mana?""Lihat sunrise.""Huh?"Nesa ingat, semalam ia dan Edgar menghadi

  • Terjebak BossZone   Chapter 61: Sunrise Gagal

    Edgar menghentikan kegiatanya yang sedang berkutat dengan laptop, melirik Nesa yang sepertinya sangat fokus menatap handphone dengan kedua telinga yang disumpal earphone, keduanya duduk bersebelahan, tetapi sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Cup! Edgar mencuri satu ciuman di pipi kanan Nesa, yang jelas hal itu dilakukan untuk mendapat perhatian dari si perempuan. "Sedang menonton apa, fokus sekali?" Nesa sedikit terperanjat kaget, langsung mematikan layar handphone, menatap suaminya dengan senyum canggung sambil melepaskan earphone yang masih terpasang di telinganya. "Ngga ada apa-apa kok—aku ngga nonton apa-apa, Mas." Edgar mengernyit, reaksi Nesa terlihat berlebihan padahal dia hanya bertanya. Ditatap sebegitunya oleh Edgar jelas membuat Nesa ciut, seolah ia tidak akan pernah bisa berbohong kepada lelaki itu. "A—aku menonton video Sandi bernyanyi, aku ngga sengaja nyari, Mas, beneran. Tiba-tiba dia muncul di beranda sosial mediaku." "Mana lihat." Nesa kembali menyalakan

  • Terjebak BossZone   Chapter 60: Hubungan Sandi & Nadya

    "Masih main?" Sandi kembali menyesap batang nikotin yang ada di sela jarinya, lalu menggeleng pelan menjawab pertanyaan Edgar. Edgar mencebikkan bibirnya tidak percaya ketika lelaki yang duduk di sampingnya menjawab tidak pada pertanyaan yang sebelumnya diajukan. "Nadya juga tidak buruk mendesah dibawah saya, dan yang paling penting saya tidak perlu repot-repot memakai pengaman ketika bercinta—wah rasanya berkali-kali lipat lebih nikmat ternyata!" "Saya pernah bilang kan, apa enaknya bercinta menggunakan karet?" Sandi menyunggingkan senyum miring, kembali mengepulkan asap rokoknya ke udara, mendongak menatap ke atas lalu menghela napas berat. "Kamu menyesal melakukannya?" Edgar bisa melihat wajah Sandi sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Jelas ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. "Hanya tidak menyangka akan sampai di titik ini." "Nesa tidak tahu kamu lelaki seperti apa. Jika dia tahu kamu sering bercinta dengan banyak perempuan jelas ia tidak akan setuju kamu bersama

  • Terjebak BossZone   Chapter 59: Kunjungan Ibu

    Jam dua siang mereka benar-benar baru meninggalkan kamar, itupun karena rasa lapar menghantui mereka. Jangan ditanya mereka melakukannya lagi atau tidak setelah membaca lembaran diary milik Nesa—tentu saja iya—maklum keduanya masih dimabuk cinta, kata Edgar ini adalah bentuk balas dendam karena selama hampir dua bulan resmi menikah mereka belum melakukannya. Beruntung Nesa mau melayaninya walaupun sembari merengek menangis. “Ih iya Mas aku lupa hari ini jadwal pemberangkatan Nadya lho,” kata Nesa ketika ia sedang fokus membuka handphonenya. “Jam berapa?” tanya Edgar. “Jam lima. Untung jam lima, jadi masih ada waktu buat ke sana,” kata Nesa mematikan layar handphonenya lalu menatap Edgar. “Aku ijin ketemu sama Nadya dulu ya Mas sebelum berangkat, ada Seruni juga kok, boleh?” Edgar mengangguk. “Sama saya.” “Oke!” Nesa kembali menampilkan senyum manisnya menatap Edgar, kembali melingkarkan kedua lengannya di leher Edgar—keduanya sedang menuruni tangga sekarang, hendak me

  • Terjebak BossZone   Chapter 58: Kemesraan

    "Hah....."Baik Nesa maupun Edgar sama-sama terengah. Nesa yang berada di atas tubuh Edgar sampai tumbang, jatuh memeluk tubuh suaminya erat, menenggelamkan wajahnya tepat di dada Edgar."Saya masih belum selesai," kata Edgar menampilkan smirknya, mengusap bagian atas rambut Nesa.Masih dalam posisi yang sama, Nesa menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu setelahnya mendongakkan wajahnya menatap manik sang suami. "Pak Edgar tadi janji hanya akan melakukannya satu kali," katanya dengan bibir yang ditekuk.Edgar mencubit pelan ujung hidung Nesa dengan gemas. "Ah! Kamu saja masih memanggil saya dengan sebutan Bapak. Bukankah sudah saya katakan akan menghukum kamu jika kembali mengatakan panggilan itu?"Nesa kembali memanyunkan bibirnya. "Justru kalau aku panggil selain itu, pasti akan terjadi ronde-ronde selanjutnya. Aku lelah—" Nesa menjeda ucapannya, kembali menenggelamkan wajahnya di permukaan dada suaminya. "Setelah melakukannya, aku ngantuk, mau tidur lagi...."Nesa dibawa berbaring di

  • Terjebak BossZone   Chapter 57: (Not) First Night

    Sesuai apa yang dikatakan oleh Nadya kemarin, mereka langsung merencenakan pertemuan dengan Seruni dan Risa, di kediaman Risa. Yang mana memang tujuan utamanya untuk memberi tahu jika Nadya akan pindah ke luar kota.Sekitar jam sepuluh Nesa pamit pada Edgar, lelaki itu tentu mengijinkan, bahkan mengantar Nesa ke kediaman Risa. Urusan mobil Nesa, masih berada di bengkel dan belum selesai diperbaiki, Edgar bahkan meminta untuk mengecek keadaan keseluruhan mobil.Sandi diminta untuk mengantarkan mobil milik Edgar yang berada di kediaman kedua orang tuanya. Hari ini memang masih hari libur, tentu saja Sandi menggerutu, ada banyak hal yang harus dibereskan untuk kepindahannya, nanti. Walaupun begitu Sandi tetap mengikuti perintah Edgar.Kemarin malam, tidak ada cara lain selain kembali ke tempat di mana mobil Nesa berada untuk mengambil kunci, kalau tidak seperti itu, bagaimana cara keduanya masuk ke dalam rumah.Edgar menyuruh Nesa untuk tetap menunggu di teras rumah, sedangkan dia sendir

  • Terjebak BossZone   Chapter 56: Hubungan Bian & Nesa

    Riuh tepuk tangan terdengar ketika lelaki yang menjadi pusat perhatian hampir seluruh pengunjung caffe selesai menyanyikan lau terakhirnya. Manik mata Edgar benar-benar tidak pernah lepas menatap ke arahnya, si lelaki yang ditatap juga jelas menatap ke arah Edgar—dari banyaknya pelanggan caffe, sosok Edgar tentu saja yang paling menarik perhatiannya. Bian turun dari atas panggung, setelah sebelumnya menyerahkan gitar yang tadi digunakan menjadi pengiring nyanyiannya kepada rekan bandnya, lalu melangkah menghampiri meja yang ditempati oleh Edgar. Tanpa meminta ijin, Bian langsung duduk tepat di hadapan Edgar. “Ada yang mau lo omongin sama gue?” tanya Bian to the point menatap tepat di manik matanya. Membenarkan posisi duduknya, lalu menyeruput minumam miliknya, Edgar mengangguk mengiyakan pertanyaan Bian. “Apa yang mau lo tanyain?” “Hubungan kamu dengan Vanesa.” “Apa lagi yang mau dijelasin. Nesa udah cerita sama lo kan, kalau kita udah ngga ada hubungan apa-apa.” “....” Edgar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status