Share

CHAPTER 6: Seperti Pasangan?

"Perfect!" sekali lagi ucapan itu keluar dari mulut lelaki kemayu yang baru saja selesai memoles wajah Nesa dengan make-up yang membuat penampilan Nesa terlihat lebih cantik.

"Thankyou, Bep," ucap Nesa menampilkan senyumnya.

"Iya Bep! Cakep kan make-upnya? Bisa dibacok gue sama Pak Bos kalau make-upnya cacat."

Nesa kembali menatap penampilannya di cermin, lalu mengangguk pelan. "Udah oke kok, tenang aja!"

"Lo tahu nggak, kalau make-up lo Pak Bos suka nih, bisa dibayar dua kali lipet gue, cucok 'kan?" Lelaki itu menampilkan cengiran khasnya menatap Nesa melalui pantulan cermin.

"Iya! Tahu gue... kalau make-up gue jelek udah pasti bikin malu Pak Bos di acara nikahan sahabatnya."

Bukan hal baru memang, jika ada sebuah acara penting yang mengharuskan Nesa memoles wajahnya dengan make-up, maka Edgar akan menghadirkan MUA. Nesa tahu alasan mengapa harus memakai jasa MUA walaupun sebenarnya Nesa bisa memakai make-up sendiri, tentu saja agar Nesa tidak terlihat memalukan jika bersanding dengan Edgar di acara tersebut. Dan kalian harus tahu kelakuan seperti apa yang sudah Edgar lakukan hari ini sehingga membuat Nesa kesal kepada lelaki itu. Ingat saat Edgar dan Nesa mengunjungi salah satu butik? Edgar mempermalukan Nesa dengan megatakan jika dia tidak berniat membelikan Nesa dress, membawa Nesa ke butik dengan alasan ingin membelikan Gia—adiknya dress dan meminta Nesa untuk mencoba dress karena tubuh Nesa dan Gia terlihat tidak berbeda jauh, katanya. Namun, dress berwarna teal green itu berakhir dipakai oleh Nesa juga pada akhirnya.

"Pakai! Tidak usah protes, saya tidak jadi memberikan dress itu untuk Gia. Sepertinya, Gia juga tidak menyukai dress pilihanmu, seleramu biasa saja."

Dengan wajah tanpa dosa Edgar berbicara seperti itu. Walaupun sudah terbiasa mendengar kata-kata menyebalkan yang keluar dari mulut bosnya, tetap saja Nesa merasa kesal.

Nesa menatap luas ke depan, acara resepsi dengan venue outdoor, banyak tamu undangan yang sudah hadir karena acara resepsi memang sudah dimulai dari satu jam yang lalu. Menghembuskan napas panjang, sambil memejamkan mata, kedua sudut bibirnya melengkung menampilkan sebuah senyuman. Kakinya melangkah beriringan dengan langkah bosnya, menebarkan senyum kepada setiap orang yang menatapnya.

Dulu, Nesa adalah salah satu perempuan yang sebenarnya tidak suka dengan keramaian, berdiam diri di kamarnya itu adalah hal yang paling menyenangkan. Namun, setelah bekerja dengan Edgar yang mengharuskannya berinteraksi dengan banyak orang membuat Nesa sudah terbiasa. Menghadiri acara dari mulai yang resmi maupun yang bukan.

"Ada Pak Rudi, dan Bu Mia, Pak. Kita menemui dulu mereka?" Nesa menatap Edgar saat matanya menangkap sosok orang tua bosnya sedang berbincang dengan beberapa orang.

"Kita bertemu dulu Dion dan Dina."

Nesa mengangguk pelan, kembali melingkarkan tangannya di lengan Edgar, kembali berjalan menuju tempat kedua mempelai. Tidak ada pelaminan, kedua mempelai bisa lebih leluasa menyapa para tamu undangan, kini kedua pengantin itu sedang berada di salah satu meja dengan beberapa orang yang memakai dress juga tuxedo dengan warna yang serasi.

"Calon direktur, sibuk terus ya, baru keliatan," celetuk salah satu perempuan yang mungkin lebih dulu melihat Edgar dan Nesa , sehingga membuat atensi semua orang yang ada di meja itu menatap keduanya.

Mereka semua menampilkan senyum, menyambut kehadiran keduanya.

"Congrats!" Edgar mengulurkan tangannya utuk menjabat tangan Dion dan Dina, memberikannya ucapan selamat, begitu juga dengan Nesa yang melakukan hal sama. Nesa juga terlihat senang ketika melihat keempat perempuan yang memakai dress dengan warna yang serasi itu, menyapa mereka dengan begitu excited. Mereka adalah pasangan sahabat-sahabat Edgar, entah bagaimana awalnya mereka jadi saling akrab, bahkan di beberapa kesempatan mereka sering bertemu. pergi berbelanja, nonton, ke salon, atau hanya sekedar duduk mengobrol di caffe milik Sasya.

"Kalian udah kaya pasangan aja, tahu...," ucap Dina dengan nada yang menggoda. Edgar tentu saja hanya diam, dengan memasang wajah lempeng andalannya. Sedangkan Nesa hanya terkekeh pelan menanggapi candaan Dina.

"Nesa makin cantik aja," puji Seli—salah satu perempuan yang ada di sana.

Lagi-lagi Nesa terkekeh pelan. "Kamu juga tambah cantik, Sel," balas Nesa.

"Omong-omong tentang cantik, kamu inget nggak Nes, yang terakhir kali kita ketemu di caffe punyanya Sasya. Aku ketemu sama sepupuku, dan dia nanyain kamu tahu," kata Tari.

Nesa mengernyit, mencoba kembali mengingat pertemuan mereka waktu itu, ia memang melihat jika ada seorang lelaki yang menyapa Tari, bahkan mengobrol sebentar dengannya. Nesa hanya melihat sekilas wajah lelaki itu.

"Sepupumu belum saja melihat Nadya. Pasti sepupumu akan menarik kata-katanya, dan malah bertanya tentang Nadya kalau sudah bertemu dengan sahabatku itu," kata Nesa terkekeh pelan.

"Kata-katamu, Nes...." Dina menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban Nesa sambil tertawa.

"Din, Nadya emang cantik banget, kan? Kalian semua setuju juga kan sama apa yang aku bilang?"

Meli menggeleng lalu merangkul lengan Nesa yang berdiri di sampingnya. "Jangan banding-bandingin diri kamu sama orang lain, Nes. Nggak baik tahu! Dia cantik dengan versinya, kamu juga cantik dengan versi kamu," katanya.

Nesa terkekeh pelan, lalu memeluk tubuh Meli erat. Meli memang yang paling kalem, pembela kebaikan nomor satu deh! Hehe...

"Ekhem!" suara deheman Edgar membuat kelima perempuan itu menoleh. Karena kelimanya asyik mengobrol, sampai mengabaikan keberadaan yang lainnya.

"Ngobrol aja, anggap aja kita nggak ada," kata Bagas—suami Tari.

"Kita pergi, ketemu orang tua saya," kata Edgar.

Kita? Yang dimaksud oleh Edgar kita itu, dia dan Nesa, begitu? Pemikiran Nesa benar, ketika manik mata Edgar menatap ke arahnya. Sebenarnya Nesa ingin lebih lama dengan teman-temannya, tapi Edgar malah mengajak Nesa untuk menemui kedua orang tuanya. Padahalkan tadi Nesa sudah mengajak Edgar untuk menemui kedua orangtuanya dulu, tapi Edgar memilih bertemu dengan kedua mempelai terlebih dahulu. Dan, apa ini Edgar hanya mengucapkan selamat kepada kedua mempelai tanpa mengobrol basa-basi dengan sahabat-sahabatnya? Apa Edgar tidak keterlaluan? Hih! Kalau Nesa, mana mau punya sahabat seperti Edgar.

"Buru-buru amat, di sini dulu aja, Ed!" kata Dion.

"Tuh, Dion udah sold out, lo kapan Ed?" celetuk Wisnu yang membuat semua orang yang ada di meja itu menatap langsung ke arah Edgar—termasuk Nesa, tentu saja mereka ingin tahu apa jawaban lelaki itu.

"Saya menghindari pertanyaan-pertanyaan semacam ini!" kata Edgar dingin.

"Ayo kita pulang!" ajak Edgar kepada siapa lagi kalau bukan Nesa.

"Baperan amat lu, Ed!" kata Wisnu terkekeh, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Baru juga datang, masa mau balik?" lanjutnya.

"Pak Edgar kan belum makan, kita makan dulu, baru setelah itu kita menemui kedua orang tua Pak Edgar, bagaimana?"

Edgar awalnya hanya diam mendengar usulan Nesa, namun pada akhirnya ia mengangguk setuju. Karena Edgar setuju, Nesa langsung menampilkan senyumnya. "Kalian sudah makan?" tanya Nesa.

Mereka mengangguk. "Kasih bosmu itu makan, Nes," kata Dina.

Sebelum Nesa dan Edgar melangkah pergi, Dina kembali memanggil keduanya. "Kenapa kalian nggak nikah aja sih?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status