Ia merasa gelisah. Tangannya tetap mengusap perut Zahra yang terasa tidak nyaman agar istrinya itu bisa tidur dengan nyenyak, tapi pikirannya menerawang jauh. Ada sesuatu yang menganggu hingga membuatnya begini gelisah.
Takut. Tiba-tiba dirinya dilanda ketakutan luar biasa jika sesuatu yang buruk menimpa Zahra. Mengingat segala kejadian tak menyenangkan yang seolah selalu mendatangi istrinya itu, Aaro merasa begitu khawatir Zahra tak bisa melewati kehamilannya dengan baik.
Sepulang dari angkringan beberapa jam lalu, Zahra tiba-tiba saja mengerang kesakitan sembari memegang perutnya dengan kedua tangan. Aaro tentu saja tak perlu menunggu lama untuk menelpon ayahnya, menceritakan apa yang dialami istrinya dan meminta sang ayah agar segera datang untuk memeriksa. Dan seperti biasa, ayahnya tak pernah membuat keluarganya menunggu. Tak lama berselang ayahnya datang bersama bundanya.
Awalnya, Aaro mengira mungkin saja Zahra masuk angin, atau mungkin ada
Matahari masih belum muncul saat Aaro bangun. Pagi ini, banyak sekali hal yang harus ia persiapkan agar dirinya bisa total merawat dan menjaga Zahra. Merupakan suatu keberuntungan baginya bahwa Zahra bersedia untuk bed rest total tanpa perlu banyak berdebat dengannya.Aaro membuka MacBook miliknya dan mulai menyalakan tombolnya. Hari ini dirinya tak bisa meninggalkan Zahra untuk menghadiri meeting di beberapa tempat usaha miliknya seperti yang biasa ia lakukan setiap harinya.Ia menulis email untuk manager manager di beberapa cabang usaha miliknya, memberitahu bahwa mulai saat ini dirinya akan memantau semuanya bisnisnya dari rumah. Ia juga meminta kepada orang-orang yang sudah ia tunjuk sebagai wakil dari dirinya untuk menghandle semua dan melaporkan padanya setiap hari baik via email, video call atau datang langsung ke tempatnya.Setelah mengirim email itu kepada beberapa pihak yang berkepentingan, Aaro memut
"Ayah, sampai kapan Zaa harus di tempat tidur terus?" Zahra bertanya pada ayah mertuanya dengan nada manja persis seperti anak kecil pada ayahnya sendiri. Itu karena Zahra selalu merasa nyaman dan disayang ketika bersama Aidan."Memangnya kenapa?" Aidan balik bertanya. Nadanya sabar dan kebapakan sekali."Jenuh." Zahra merengek sambil memukul mukul kasur di sebelahnya. "Zaa mau kerja lagi dan bisa kemana-mana lagi."Aidan tak menjawab. Kepalanya menoleh melihat putranya Aaro tertidur di lantai dengan kepala direbahkan di atas meja. MacBook di hadapannya masih menyala menampilkan beberapa laporan kerja yang haru Aaro periksa. Sejujurnya, Aidan tak sampai hati melihat kondisi sang putra yang kelelahan dengan segala beban yang harus ditanggung, tapi Aidan harus menahan iba itu karena bagaimanapun Aaro adalah seorang laki-laki yang sudah beristri. Memang banyak tanggung jawab yang harus dipenuhi sebagai suami.Aid
Aaro terlihat gelisah. Setiap satu menit sekali ia mengecek ponsel yang ia letakkan di atas meja di samping MacBook-nya. Ia tak bisa lagi konsentrasi memeriksa setiap laporan dan proposal kerjasama yang dikirim padanya pagi ini. Dan semua itu tak luput dari perhatian Zahra yang sejak tadi mengamati dari atas tempat tidur."Suamiku, istirahat saja dulu."Aaro menoleh dan memaksakan sebuah senyum untuk istrinya. "Aku nggak capek, kok."Zahra mendesah pelan kemudian berkata pada Aaro agar membawakan air putih di botol. Ia tak ingin terlalu sering merepotkan Aaro saat haus atau lapar atau yang lain. Suaminya itu sudah cukup sibuk tanpa perlu direcoki oleh dirinya yang merengek minta minum atau diambilkan sesuatu."Ada biskuit atau roti nggak?" Zahra bertanya saat Aaro mengulurkan sebotol besar air putih padanya.Aaro mengangguk dan tanpa banyak bertanya langsung mengambilkan biskuit dan roti untuk
Aaro memarkirkan motornya sembarangan di depan teras rumah kedua orangtuanya dan bergegas masuk ke dalam. Ia cemas dan takut sekali terlambat. Bagaimana jika kondisi Alea semakin memburuk dan...Baru saja dirinya masuk ke dalam ruang keluarga dan bertanya bagaimana kondisi Alea ketika sebuah Bogeman mentah ia terima di sisi telinga kirinya. Ia mendongak dan menatap siapa yang sudah berani menempeleng dirinya dengan ekspresi terkejut bercampur marah. Namun, saat tatapannya beradu dengan wajah murka sang ayah, ia merasa seperti penjahat yang baru saja ketahuan melakukan tindakan kriminal."PULANG SEKARANG JUGA!!! DASAR ANAK BODOH!!!""Alea... Bagaimana kondisinya?" Aaro mencoba menjelaskan kekhawatirannya pada kondisi Alea, tapi rupanya itu tetap saja tak bisa meredakan kemurkaan Aidan."JANGAN MEMBUAT PIKIRANKU TERPECAH DI SAAT SEPERTI INI!"Aidan kembali meninju wajah Aaro. Kali ini tepat menge
Tubuh Aaro lemas. Rasanya tak ada lagi tenaga dan semangat yang tersisa. Ia jatuh berlutut di lantai, di samping sosok tubuh yang terbaring di atas tempat tidur di ruang IGD dengan seluruh tubuh mulai kaki sampai ujung kepala tertutup kain putih.Tak ada air mata dan isak tangis. Hanya rasa kebas dan hampa seakan seluruh organ dalam tubuhnya telah dicabut paksa. Syok. Ia ingin berdiri dan memeluk tubuh yang terbujur kaku itu, tapi seluruh sel dalam tubuhnya seakan mati dan berhenti bekerja.Saat dua orang mengapit lengannya dan membawanya keluar dari ruang IGD, ia tak kuasa melawan. Dirinya masih terlalu terkejut dengan keadaan yang ada. Rasanya, baru beberapa jam yang lalu dirinya bersama dengan Zahra, tapi sekarang ...."Apa instruksi Aidan?" Seseorang berbicara dari sebelah kiri Aaro."Sebentar, aku bacakan lagi pesannya." Pria di sebelah kanan Aaro menjawab sambil merogoh saku celananya untuk mengeluarkan
Satu bulan lebih sudah berlalu, Aaro masih merasa sangat berduka. Setiap harinya hanya ia habiskan dengan melamun, menangis dan menyalahkan diri sendiri. Terkadang ia sampai tak sadarkan diri akibat terlalu tertekan oleh rasa sedih dan juga rasa bersalah.Selama itu, semua bisnis dan tanggung jawab Aaro diambil alih pengelolaannya oleh ayah dan juga kakak-kakak lelakinya. Entah sampai kapan, karena Aaro terlihat tak lagi memiliki semangat hidup. Bahkan ketika ia diminta menjaga Alea di klinik pun, ia melakukannya hanya sambil lalu saja. Kebanyakan dia hanya diam dan terus merindukan Zahra. Kesedihan karena kondisi Alea yang masih belum juga membaik ternyata tak sesakit saat mengetahui Zahra tak ada lagi bersamanya.Aaro melangkah tanpa arah di dalam rumah ayahnya—selama masa berduka ini, dirinya masih tinggal bersama orangtuanya dan belum kembali ke bengkel—dan sampailah di garasi. Tatapannya jatuh pada motor miliknya yang khusus ia beli agar lebih sesuai dengan Zahra. I
Rommy mengepalkan sebelah tangannya dengan wajah geram melihat Zahra terbaring lemah di IGD, sementara sebelah tangannya yang lain masih merangkul pundak istrinya yang bergetar oleh tangis. Zahra mengalami pendarahan hebat hingga kehilangan bayinya. Beruntung rumah sakit ini menyediakan golongan darah yang sesuai untuknya, sehingga bisa segera diberikan transfusi. Bagaimana jadinya jika tidak ada? Itulah mengapa Fatma masih begitu terpukul melihat kondisi putrinya.Siang ini mereka baru saja sampai dari Korea Selatan untuk menjenguk Zahra yang katanya harus bed rest karena kandungan lemah, tapi yang mereka dapati ternyata jauh lebih parah daripada itu. Tentu saja ini membuat Fatma begitu sedih dan Rommy sebagai ayah tiri Zahra--sudah menganggapnya seperti putri kandung sendiri-- murka.Kepala Rommy memutar berbagai rencana dan juga apa-apa saja yang harus dilakukan demi kesembuhan dan pemulihan Zahra baik fisik maupun psikis. Diriny
"Melamun lagi?"Zahra meboleh dan melihat ayah tirinya melangkah pelan menghampirinya. Zahra tersenyum malu karena sekali lagi terpergok melamun."Bosan ya?" Rommy terkekeh sambil duduk di kursi di hadapan Zahra. Saat ini mereka berada di Batam, selain untuk mempermudah akses saat Zahra harus melakukan kontrol ke Singapura, juga karena Rommy baru saja menerima sebuah tawaran kontrak di salah satu rumah sakit di Batam. Ia tak pikir panjang dan langsung menerima tawaran itu karena memang untuk sementara waktu dirinya belum bisa kembali ke Korea Selatan untuk mendampingi proses pemulihan Zahra. Dari Batam, hanya membutuhkan waktu kurang lebih tiga puluh menit saja untuk menyeberang ke Singapura. Ditambah saat ini istrinya, Fatma sedang hamil muda dan sering mengalami mual yang hebat hingga belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh."Kurang nyaman ya apartemennya?" Rommy bertanya dengan nada meminta maaf, "di sini yang l