Share

2. Minuman yang Salah

Tak lama kemudian Ira turun juga dan mengejar saya. Ira memohon kepada saya untuk menyetiri mobilnya lagi. Ira bilang si Andara muntah lagi dan sekarang sudah tidur. Saya keluar bukan mau meninggalkan mereka, tapi mau menyelamatkan diri dari efek jahat alcohol yang sudah menguasai Andara. Saya pun kembali naik mobil dan mengantarkan mereka ke rumahnya.

Kami pun tiba di rumah Andara. Rumah itu cukup mewah, berada di Kawasan Tebet. Saya pun langsung meminta tolong Ira untuk menggotong Andara membawanya ke dalam rumah. Saat kami berhasil membaringkan Andara di atas kasur, tiba-tiba Andara terbangun dan langsung memeluk saya dengan erat sambil menangis.

"Jangan pergi. Jangan tinggalin aku! Aku masih sayang sama kamu! Jangan pergiii!"

Lalu dia menangis histeris ditengah detak jantung saya yang berdegub kencang. Dalam seumur hidup saya, baru kali ini seorang hawa memeluk tubuh saya yang ringkih ini. Saya bingung harus berbuat bagaimana. Ira nampaknya mengerti lalu dia berbisik pada saya.

"Tolongin dulu, Mas. Pleas! Kalo bisa mas tidur dulu di sini, aku takut dia kenapa-napa mas," pinta Ira penuh harap.

Tidur di sini? Itu tidak mungkin. Walau hati kecil saya menghendakinya saya masih memiliki iman. Guru ngaji saya dulu pasti akan marah besar jika tahu saya sudah berani tidur dengan perempuan yang bukan muhrim.

“Itu haram mbak,” ucap saya pada Ira.

“Maksudnya bukan tidur sama Andara, Mas. Tapi tidur di kamar tamu."

Saya lega mendengar penjelasannya.

“Kirain,” gumam saya.

Saya pun mencari cara yang lain. Akhirnya saya melepas pelukan Andara. Dia masih terisak bersamaan dengan saya yang masih gugup. Saya pun mulai berakting layaknya peran utama pria yang sedang berdialog dengan pemeran utama wanita.

"Iya, saya nggak akan pergi kok, tapi kamu tidur ya?" ucap saya pada Andara seolah menjadi mantannya yang dia maksud. Ini acting tergila yang pernah saya lakukan.

Andara pun mengangguk. Kemudian dia tidur. Usaha saya berhasil. Ira tampak tenang. Saya bergegas keluar dari kamarnya dengan sejuta degub. Ira pun menyusul saya.

"Terima kasih ya, Mas. Sekali lagi aku mohon jangan kasih tahu sama yang lain ya mas," pinta Ira dengan memelas.

"Iya," jawab saya, ”tapi kalo dipeluk nggak sengaja kayak tadi nggak dosa kan mbak?”

Ira tampak diam, sepertinya dia bingung mau menjawabnya bagaimana.

“Nggak usah dijawab mbak,” ucap saja kemudian.

Tak berapa lama kemudian sebuah pesan masuk datang di handphone saya. Setelah saya periksa ternyata itu sebuah email yang berisi revisi plot dari headwriter yang saya kerjakan kemarin. Saya langsung cemas saat membaca isi pesannya kalau naskahnya diminta langsung ditulis dan harus dikirim besok sore. Saya pun pamit pada Ira. Ira meminta saya menunggu sebentar. Dia pergi menuju lemari es, mengambil sebotol minuman kaleng lalu memberikan pada saya. Setelah saya periksa, minuman kaleng itu ternyata beer yang beralkohol. Saya panik karena saya tidak pernah meminum minuman keras.

“Maaf, Mbak. Saya nggak minum alcohol,” ucap saya sok polos.

Ira kaget.

“Astaga. Saya tadinya mau ngasih minuman soda, ternyata malah beer yang keambil. Maaf, maaf.”

Ira meraih beer di tangan saya lalu menggantinya dengan minuman soda lengkap dengan sedotannya. Saya pun mengucapkan terima kasih lalu pergi.

Di dalam taksi, sambil meminum minuman soda yang diberikan Ira tadi, saya tersenyum-senyum sendiri, tak menyangka akan menemui pengalaman yang begitu seru. Ini interaksi pertama saya dengan seorang artis yang memerankan tokoh yang saya tulis. Walau situasinya tidak saya inginkan, tapi tak mengapa, saya senang. Jiwa saya yang selama ini sering mengacuhkan kehidupan romansa karena dimabuk impian yang masih sukar saya capai, mendadak seolah sedang disinari sinar terang. Hati saya mendadak menguapkan kerinduan, rindu pada seharusnya seorang pria perjaka lakukan ; mencari pasangan hidup dan bahagia selama-lamanya bersama pasangan bak di negeri dongeng.

Ah, kenapa harus Andara yang membuka pintu itu? Saya pun menepis jauh-jauh wajah cantiknya dalam bayangan saya. Saya sadar, ini hanya sebuah bentuk tipu muslihat dari hawa nafsu untuk pria sederhana seperti saya yang selama ini tak pernah goyah dari bujuk rayunya. Apalagi seorang pria seperti saya yang sangat sederhana, Andara tak mungkin juga bisa menyukai saya.

“Mas!” supir taksi mendadak memanggil saya.

“Kenapa pak?” tanya saya heran.

“Mas doyan minum beer ya?”

“Nggak, Pak. Saya nggak suka minuman beralkohol, Pak.”

Supir taksi itu tampak heran.

“Kok merk minuman di kaleng minumannya kayak yang beralkohol ya?” ucap supir taksi itu tak percaya.

“Bukan, Pak. Ini minuman soda.”

“Bener, Mas. Itu minuman beralkohol. Saya hapal betul karena sering juga minum minuman itu.

Saya mulai panik. Saya pun memeriksa merk di kaleng minumannya.

“Redleer rasa jeruk. Mengandung alcohol sepuluh persen,” ucap saya mengeja merk minuman itu. Saya langsung panik.

“Astaga!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status