Home / Romansa / Terjebak Cinta Bos Sadis / Bab 17 Hal-Hal yang Tidak Terucap

Share

Bab 17 Hal-Hal yang Tidak Terucap

Author: Rayden Arsha
last update Last Updated: 2025-12-15 22:59:41

Malam datang tanpa permisi. Tidak ada hujan, tidak ada angin kencang—hanya gelap yang turun perlahan, seolah memberi waktu pada siapa pun untuk bersiap. Tapi aku tidak merasa siap.

Aku duduk di tepi ranjang, menatap dinding kosong. Bayangan siang tadi masih tertinggal di kepalaku. Ruangan sempit. Bau obat. Tangan terikat. Rasanya seperti kenangan itu bukan milikku, tapi tubuhku mengingatnya dengan sangat baik.

Ketukan pelan terdengar di pintu.

“Masuk,” kataku.

Arsen membuka pintu dan berdiri di ambang. Ia tidak langsung bicara, hanya mengamati wajahku, seperti mencoba memastikan aku benar-benar ada di sini.

“Kau mau teh?” tanyanya akhirnya.

Aku mengangguk.

Kami duduk di ruang tamu. Televisi mati. Lampu tidak terlalu terang. Ada rasa canggung yang aneh—bukan karena kami asing, tapi karena terlalu banyak yang belum selesai.

“Aku memikirkan sesuatu,” kataku sambil memegang cangkir. “Kalau ingatanku kembali sepenuhnya… bagaimana kalau aku tidak menyukai diriku yang dulu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 19 – Yang Mulai Retak

    Aku tidak langsung tidur malam itu. Aku hanya berbaring, menatap langit-langit, mendengarkan suara rumah yang sesekali berderak seperti sedang bernapas. Ada rasa asing yang sulit dijelaskan—bukan takut, bukan sedih, tapi seperti kehilangan pegangan pada sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya kupahami.Sekitar tengah malam, aku bangkit dan keluar kamar. Lampu ruang kerja Arsen masih menyala. Ia duduk membelakangi pintu, bahunya sedikit membungkuk, seolah beban di kepalanya terlalu berat untuk ditopang sendirian.“Kau belum tidur,” kataku.Ia menoleh. Wajahnya terlihat lebih pucat di bawah cahaya lampu. “Kau juga.”Aku masuk dan duduk di sofa kecil di sudut ruangan. Kami tidak langsung bicara. Arsen kembali menatap layar laptopnya, tapi aku tahu pikirannya tidak benar-benar di sana.“Apa kau tahu sejak awal?” tanyaku akhirnya.Ia menutup laptop. “Tidak semuanya.”“Tapi cukup banyak,” kataku.“Iya.”Jawaban jujur itu terasa seperti tamparan pelan. Tidak keras, tapi tepat sasaran.“Apa yang

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 18 – Pagi yang Terlalu Sunyi

    Aku terbangun tanpa alarm. Cahaya pagi masuk lembut melalui jendela, membuat kamar terlihat pucat dan bersih. Untuk sesaat, aku berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi panjang. Tapi rasa berat di dadaku berkata sebaliknya.Rumah ini terlalu sunyi.Aku bangun dan keluar kamar. Dapur kosong. Tidak ada aroma kopi, tidak ada suara langkah. Jam menunjukkan pukul delapan lewat sedikit. Biasanya Arsen sudah sibuk sejak subuh.Ada secarik kertas di meja.Aku keluar sebentar. Tidak jauh. Sarapan sudah kusiapkan. Jangan buka pintu untuk siapa pun.Tulisannya rapi, tegas, seperti dirinya. Tapi aku menangkap sesuatu di sana—kekhawatiran yang tidak diucapkan.Aku duduk, menatap sarapan yang sudah dingin. Telur, roti, segelas jus. Perhatian kecil yang tidak pernah kuminta, tapi entah kenapa terasa penting.Setelah makan, aku mencoba mengisi waktu. Membaca berita, menulis beberapa baris yang tidak selesai, lalu menyerah. Pikiranku terus kembali pada potongan ingatan itu. Bau obat. Ruang sempit. S

  • Terjebak Cinta Bos Sadis    Bab 17 Hal-Hal yang Tidak Terucap

    Malam datang tanpa permisi. Tidak ada hujan, tidak ada angin kencang—hanya gelap yang turun perlahan, seolah memberi waktu pada siapa pun untuk bersiap. Tapi aku tidak merasa siap. Aku duduk di tepi ranjang, menatap dinding kosong. Bayangan siang tadi masih tertinggal di kepalaku. Ruangan sempit. Bau obat. Tangan terikat. Rasanya seperti kenangan itu bukan milikku, tapi tubuhku mengingatnya dengan sangat baik. Ketukan pelan terdengar di pintu. “Masuk,” kataku. Arsen membuka pintu dan berdiri di ambang. Ia tidak langsung bicara, hanya mengamati wajahku, seperti mencoba memastikan aku benar-benar ada di sini. “Kau mau teh?” tanyanya akhirnya. Aku mengangguk. Kami duduk di ruang tamu. Televisi mati. Lampu tidak terlalu terang. Ada rasa canggung yang aneh—bukan karena kami asing, tapi karena terlalu banyak yang belum selesai. “Aku memikirkan sesuatu,” kataku sambil memegang cangkir. “Kalau ingatanku kembali sepenuhnya… bagaimana kalau aku tidak menyukai diriku yang dulu?”

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 16 – Retakan yang Perlahan Terbuka

    Aku terbangun karena suara pintu yang ditutup pelan. Jam di meja samping tempat tidur menunjukkan pukul lima pagi. Langit masih gelap, tapi ada cahaya samar dari lampu teras yang menembus tirai.Aku tahu itu Arsen.Entah kenapa, aku bangkit dan keluar kamar tanpa berpikir panjang. Langkahku pelan, hampir ragu. Dari arah dapur terdengar suara gelas diletakkan, lalu keheningan lagi.Ia berdiri di sana, bersandar pada meja, menatap layar ponselnya dengan ekspresi serius. Jas sudah dikenakan, rambutnya rapi—versi Arsen yang siap menghadapi dunia.“Kau tidak tidur lagi?” tanyanya saat menyadari kehadiranku.“Aku terbangun.” Aku mendekat, lalu berhenti beberapa langkah darinya. “Kau mau pergi?”“Sebentar.” Ia menyimpan ponsel. “Ada hal yang harus kuurus sebelum semuanya bergerak lebih jauh.”“Kau selalu bicara seperti itu,” kataku pelan. “Seolah semuanya hanya soal strategi.”Arsen menatapku, lalu menghela napas panjang. Untuk sesaat, bahunya terlihat turun—lelah.“Karena kalau aku berhen

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 15 – Pagi yang Tidak Lagi Sama

    Aku terbangun saat cahaya pagi menyelinap pelan melalui celah tirai. Untuk beberapa detik, aku lupa di mana aku berada. Ruangan ini terasa asing—terlalu rapi, terlalu sunyi. Lalu ingatan itu datang perlahan, seperti air yang merembes masuk ke celah pikiran: Dirgantara Tower, lorong gelap, foto-fotoku, dan suara Arsen yang mengatakan aku pernah hilang.Aku duduk, memeluk lututku sendiri.Pagi ini tidak membawa rasa lega seperti biasanya. Tidak ada rutinitas, tidak ada kepastian. Hanya kesadaran bahwa hidupku telah bergeser, dan aku belum tahu ke arah mana.Ketika aku keluar kamar, aroma kopi menyambutku. Arsen sudah di dapur, mengenakan kemeja abu-abu sederhana dengan lengan digulung. Penampilannya jauh berbeda dari sosok CEO yang biasa kulihat—lebih manusiawi, lebih lelah.“Kau sudah bangun,” katanya tanpa menoleh.“Iya.”Ia menuangkan kopi ke dua cangkir dan mendorong salah satunya ke arahku. Aku menerimanya, jari kami sempat bersentuhan singkat. Sentuhan kecil itu cukup untuk membua

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 14 – Rumah yang Tidak Pernah Kupilih

    Mobil melaju tanpa suara berlebihan, hanya desiran ban menyentuh aspal basah. Lampu kota Ardan City memantul di kaca jendela, menciptakan bayangan yang bergerak pelan—seperti pikiranku yang belum juga tenang. Aku duduk diam, memeluk mantelku sendiri, mencoba merapikan kepingan hidup yang terasa tercerai.Arsen tidak bicara.Tangannya mantap di kemudi, pandangannya lurus ke depan. Tapi aku tahu, dari cara rahangnya mengeras, dari napasnya yang sedikit lebih dalam dari biasanya—ia sedang berpikir keras.Aku ingin bertanya banyak hal.Tentang Dharma.Tentang diriku.Tentang masa lalu yang katanya pernah kurasakan, tapi kini kosong.Namun kata-kata terasa berat.“Aku tidak akan membawamu ke apartemenmu,” Arsen akhirnya bersuara, memecah keheningan.Aku menoleh. “Kenapa?”“Sudah tidak aman.”Jawabannya singkat, tapi jelas. “Jika mereka bisa masuk ke gedung seketat Dirgantara Tower, tempat tinggalmu terlalu mudah diakses.”Perutku mengencang. “Lalu… ke mana kita pergi?”“Ke rumahku.”Jawaba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status