Share

TCM 2

Satu setangah tahun yang lalu

Ana terlihat berlari memasuki kafe milik orangtuanya, gadis itu lupa jika hari ini tambatan hatinya ada jadwal manggung di sana, ia terengah-engah ketika membuka pintu kaca, mengatur napasnya lantas melangkahkan kaki masuk.

Ana bernapas lega ketika melihat Arga masih bernyanyi menghibur pengunjung malam itu. Ia lantas duduk di meja dekat dengan panggung mini yang terdapat di kafe milik orangtuanya. Senja Kafe nama kafe milik keluarga Ana memang selalu mengadakan live musik setiap malam Sabtu, dan band Arga adalah salah satu yang rutin mengisi live musik di sana, mereka sudah memiliki penggemar setia.

Masih menikmati alunan lagu yang dibawakan Arga, telapak tangan kanan Ana terlihat menyangga dagu dengan siku yang bertumpu pada meja, matanya tidak teralihkan dari Arga yang sesekali melirik ke arahnya.

"Hah ... suaramu memang mengagumkan, hati 'ku saja meleleh," gumam Ana sembari menghela napas pelan dengan senyum di wajahnya. Kekasihnya itu teramat tampan meskipun berasal dari keluarga sederhana.

Tujuh tahun menjalin hubungan sejak SMA, hanya Argalah yang bisa membuat Ana selalu tersenyum bahagia seperti sekarang.

Dua lagu selesai dibawakan Arga dan bandnya, mereka kini bisa beristirahat untuk menyiapkan pertunjukan selanjutnya. Langsung menghampiri Ana yang sudah melempar senyum padanya, Arga melayangkan protesnya.

"Kamu terlambat!" Pemuda itu duduk di kursi sebelah Ana, meraih tangan kekasihnya untuk ia genggam. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap iri ke arah mereka.

"Maaf! Aku ketiduran," sahut Ana seraya nyengir kuda dan memasang muka tanpa dosa.

"Ish ... kebiasaan tidur sore, nggak baik tahu!" Arga mengusap kasar pucuk kepala Ana, membuat rambut gadis itu sedikit berantakan.

Ana pun tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya, ia sangat suka perlakuan Arga yang terus memanjakannya. Bagi Ana, Arga adalah segalanya, mereka berjanji akan menikah dua tahun lagi, bahkan keduanya sudah memiliki tabungan bersama. Ana bekerja sebagai karyawan kontrak di sebuah bank swasta di kotanya, sementara Arga memang hanya mengandalkan pekerjaan manggung dari satu kafe ke kafe yang lain bersama bandnya.

"Mumpung bisa pulang lebih awal," ucap Ana membela diri.

Tidak bisa dipungkiri jika selama ini Ana memang kekurangan kasih sayang dari keluarganya, orangtua Ana lebih memperhatikan kakak laki-lakinya, bagi mereka anak laki-laki lebih membawa keberuntungan dan bisa diandalkan meneruskan bisnis keluarga, baik ayah maupun ibunya selalu membedakan dan membandingkan dirinya dengan sang kakak, Aditya.

Namun, semuanya berubah ketika dirinya mulai mengenal Arga dan menjalin hubungan dengan laki-laki itu ketika mereka duduk di bangku kelas tiga SMA, hanya Arga yang memberikan begitu banyak perhatian pada Ana. Argalah yang menyayanginya sepenuh hati, mengisi hari-harinya dengan cinta dan kasih sayang, membuat hidup Ana yang sepi dan kelam menjadi indah dan penuh warna. Memberikan kehangatan di relung hatinya yang terasa dingin. Untuk Ana Arga ibarat matahari yang menghangatkan bumi.

"Arga!" panggil salah satu teman Arga seraya mengisyaratkan agar vokalis bandnya itu naik ke atas panggung untuk kembali tampil.

Arga menoleh seraya melambaikan tangan ke arah temannya, ia lantas kembali menatap Ana.

"Aku naik dulu." Pamit Arga yang disambut sebuah anggukan oleh gadis itu.

Ana masih menikmati alunan lagu yang dibawakan oleh Arga, terlihat sesekali jari telunjuknya mengetuk meja, kakinya ia hentakan pelan di lantai dan bibirnya mengikuti lirik yang dibawakan oleh sang kekasih.

_

_

_

Tersenyum bahagia saat masuk ke dalam rumah, langkah Ana harus terhenti karena panggilan dari ibunya.

"Ana, Ibu dulu sudah bilang kamu boleh pacaran tapi tidak boleh berhubungan serius dengan Arga."

Gadis itu terdiam, meremas tali tas yang melingkar di depan dadanya. Dia sadar, orangtuanya masih tidak bisa menerima hubungannya dengan Arga.

"Bu—"

"Ayah sama Ibu sudah minta kamu putusin dia berkali-kali, kenapa kamu masih bandel juga? Kamu itu dari kecil nggak pernah bikin ayah sama Ibu bangga, udah gede nurutin omongan orang tua aja kamu nggak bisa."

"Ana sayang sama Arga," ucap Ana.

"Sayang? Sayang nggak bisa bikin kamu kenyang Ana. Seharusnya dulu Ibu nikahin kamu aja pas lulus SMA, ngapain Ibu buang-buang duit buat nguliahin kamu, kalau kamu ujung-ujungnya nikah sama laki-laki kere macam Arga!"

Shima, kakak ipar Ana yang mendengar pembicaraan itu terlihat mendekat. Menepuk pundak adik suaminya itu sambil mengusap perutnya yang membuncit. "Udahlah Bu, Ana pasti sudah tahu yang baik untuk masa depannya."

"Kamu bisa bilang gitu karena suami kamu mapan Ma, orangtua kamu pasti tenang anaknya menikah dengan pria seperti Aditya. Tapi, lihat Ana! Pacaran sama vokalis band, Ibu 'kan tahu berapa bayaran dia."

Ana memilih diam dan bergegas masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu melempar tasnya, memeluk gulingnya dan memejamkan mata.

"Nah ... Lihat 'kan kelakuannya, belum ngebalas apa-apa ke orangtua aja udah berani!"

Hati Ana semakin sakit, terlintas dalam pikirannya bahwa mungkin dia bukanlah anak kandung ayah dan ibunya. Perlakuan yang dia dapat sangat jauh berbeda dengan Aditya sang kakak.

"Kalau kamu masih berhubungan sama Arga, Ibu sama ayah akan menolak lamarannya mentah-mentah, kecuali dia membawa uang satu koper kemari."

Ana mencurukkan wajahnya ke bantal. Ia tak menyangka bahwa materi sepertinya lebih penting untuk ibunya ketimbang kebahagiaannya. Gadis itu mengingat permintaannya ke Arga beberapa saat yang lalu.

"Ga, Ayo kita pergi! Ke tempat di mana tidak ada orang yang bisa menemukan keberadaan kita."

"Hem ... kamu berbicara seperti ini karena sedang kesal, besok saat rasa kesalmu hilang aku yakin kamu akan melupakannya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status