Share

Terjebak Cinta Mantan
Terjebak Cinta Mantan
Penulis: Aililea (din din)

TCM 1

Ana menatap wajah pria yang kini ada di hadapannya, dibelainya sisi wajah pria itu penuh kasih sayang. Tampak senyum bahagia terpancar dari wajah Ana.

"Jodoh adalah takdir, tidak bahagia hidup dengannya adalah konsekuensi saat aku berkata bersedia."

Laki-laki itu melihat mata Ana yang basah lalu menciumnya. "Aku mencintaimu Ana, sangat mencintaimu."

_

_

Lima bulan yang lalu

[ Aku ingin menemuimu, siang ini aku tunggu di tempat favorit kita ]

Begitulah kira-kira isi pesan yang dibaca Anarita, gadis berumur dua puluh enam tahun yang biasa disapa Ana itu, terlihat senang sekaligus cemas. Setelah putus kontak, untuk pertama kalinya sang mantan kekasih yang bernama Arga, kembali mengirimkan pesan kepadanya.

Ana mengguyar kasar rambutnya, bingung antara harus senang atau sedih untuk mengungkapkan perasaannya ketika mendapat pesan itu.

Anarita Maylafaisha, menyandang gelar istri Zidan Narendra dua tahun silam. Semua orang terdekat Ana tahu, sebelum menikah dengan Zidan, gadis itu sudah memiliki seorang kekasih bernama Arga, pemuda yang merupakan cinta pertamanya sejak SMA.

Namun, Arga yang hanya seorang vokalis band, dianggap tidak pantas bersanding dengan Ana oleh orangtua gadis itu. Pekerjaan Arga dinilai tidak mapan karena hanya mengandalkan panggilan manggung dari satu kafe ke kafe lain. Hingga oleh orangtuanya, Ana dijodohkan serta dipaksa menikahi seorang pemuda yang merupakan teman kakak laki-lakinya. Zidan Narendra, seorang Direktur di sebuah perusahaan properti ternama.

Kini di sinilah Ana berada, membangun biduk rumah tangga dengan pria yang tidak ia cintai sama sekali. Bagi Ana, Zidan adalah laki-laki baik tapi entah kenapa rasanya masih ada ruang kosong dan kehampaan di relung hatinya yang tidak bisa diisi oleh suaminya.

"Aku berangkat kerja dulu," ucap Zidan berpamitan pada Ana yang termangu di tepian tempat tidur. Pria itu mengecup kening istrinya dan hanya mendapatkan balasan seulas senyum terpaksa dari Ana.

Dua tahun menjalani hidup bersama, keduanya tidak pernah sekalipun membahas tentang masa depan apalagi anak. Bahkan Ana sempat berpikir mungkin suaminya tidak menginginkan buah hati yang terlahir dari rahimnya.

Setelah Zidan pergi, Ana kembali membaca pesan dari sang mantan kekasih. Ia tiba-tiba merasa bersalah ketika mengingat dialah yang meminta berpisah dari laki-laki itu.

[Baiklah, aku akan datang]

Ana akhirnya membalas pesan Arga. Jauh di dasar hatinya masih ada rasa bersalah. Ia juga ingin sekali bertemu meski hanya menyapa atau saling tatap. Setelahnya, ia berlari ke kamar ganti, memilih gaun mana yang cocok untuk ia kenakan. Ana sampai melempar serampangan beberapa gaun miliknya ke lantai.

"Ini tidak cocok! Ini tidak cocok! Ini juga tidak cocok! Aghh ... kenapa tidak ada yang cocok!" gerutunya.

Ana merasa bingung, ia beranggapan jika gaun-gaun itu tidak akan mempercantik dirinya di hadapan Arga. Entah kenapa, Ana ingin sekali tampil cantik dan sempurna di hadapan mantan kekasihnya yang sekarang sudah menjadi bintang itu.

-

-

-

Ana datang lebih awal dari waktu yang ia janjikan, jantungnya berdegup kencang. Ia bahkan tampak sesekali menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Berulang kali Ana melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, harap-harap cemas.

"Lima belas menit lagi," gumamnya.

TRING!!!

Suara lonceng yang terpasang di pintu Coffe shop favorit mereka berbunyi nyaring, menandakan jika ada pengunjung lagi yang masuk ke sana.

Ana menatap ke arah pintu, ia bisa melihat seorang laki-laki menggunakan masker berwarna hitam berjalan ke arahnya. Jantungnya semakin berdegup tak terkendali, waktu seakan terhenti ketika laki-laki itu berdiri tepat di hadapannya.

"Hai!" sapanya.

Arga Rakawicaksana, sosok yang namanya pernah terukir indah di hati Ana, laki-laki yang pernah mengisi hari-harinya yang sepi. Arga masih sama seperti dahulu, meskipun senyumnya terhalang masker, tapi matanya jelas memancarkan kehangatan dan binar memujanya.

"Oh, ha-hai," sapa balik Ana tergagap.

Ana tidak menyangka jika bisa bertemu lagi dengan cinta petamanya itu, tatapannya tak beralih dari Arga yang sudah mendudukkan diri di kursi yang tepat berhadapan dengannya.

Mereka tampak saling tatap, sejenak terasa hening hingga pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka.

"Apakah Anda sudah ingin memesan?"

"Espresso," jawab Arga yang tatapannya masih tidak beralih dari wajah Ana.

"Ice Latte less sugar."

"Baik, mohon tunggu sebentar!"

Pelayan itu meninggalkan meja Ana dan Arga tanpa merasa curiga bahwa sosok pria yang berkunjung ke Coffe shop tempatnya bekerja adalah seorang vokalis band yang tengah naik daun.

"Maaf Ana, aku tidak mungkin membuka maskerku di sini."

"Ah ... Iya, tidak apa-apa."

Ana yang sadar jika Arga terus menatapnya menjadi gugup, ia sampai menyematkan helaian rambut ke belakang telinga berulang kali—salah tingkah.

"Kamu, masih suka kopi pahit?" tanya Ana membuka percakapan mereka ketika pesanan mereka sudah tersaji di meja.

Arga tak langsung menjawab pertanyaan mantan kekasihnya itu, ia lebih memilih membuka masker, mengambil cangkir kopi lantas menyesapnya perlahan.

"Aku suka pahitnya kopi karena membuatku selalu mengingat akan cinta kita yang kandas dan berakhir dengan duka," jawab Arga seraya menaruh kembali cangkir ke meja.

DEG! DEG! DEG!

Jawaban Arga membuat jantung Ana semakin berdetak kencang. Kisah cinta mereka tidak akan berakhir duka jika saat itu dirinya lebih berani menentang keputusan kedua orangtuanya.

"Ga, aku--." Ana menjeda ucapannya ketika melihat Arga yang mengangkat jari telunjuk ke udara di hadapannya, mengisyaratkan agar Ana tidak bicara sepatah kata pun.

"Arga ya!"

Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar. Arga menoleh, terkejut mendapati beberapa orang mendekat. Ya, ia lupa bahwa fans garis kerasnya pasti tahu sosoknya meskipun ia sudah mengenakan masker. Ana pun menunduk, dengan sengaja menyesap minumannya.

Suasana menjadi tidak kondusif. Arga langsung menghubungi managernya agar mengirimkan bantuan ke sana.

"Ana maaf!" ucapnya sambil meladeni permintaan para fansnya yang kebanyakan adalah kaum hawa.

Sementara Arga sibuk dengan penggemarnya. Ana memilih menatap wajah laki-laki yang pernah membuat hari-harinya bahagia itu. Satu persatu Kenangan bersama sosok mantan kekasihnya pun kembali melintas di pikiran Ana.

Jika dua tahun lalu Ia tidak menikah dengan Zidan, mungkinkah hubungannya dengan Arga masih baik-baik saja?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yunia Afida
semangat terus ............
goodnovel comment avatar
ara~>125
dan kau benar membawanya kemari aku hanya bisa berkata 😥 lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status