Share

Tidak Setuju

Usai mengatakan itu, Kenzo kembali ke posisi awal, duduk bersandar seraya menatap bola mata Kenzie sambil tersenyum, senyum tipis yang membuat Kenzie terpesona dan kesal di waktu bersamaan.

“Om-om gila! Mengapa kau sangat curang dan sok misterius seperti itu?!” hardik Kenzie.

“Dimana letak curangnya?”

“Kau terlalu banyak permintaan!”

Kenzo mengedikkan bahunya, mengabaikan tatapan tajam Kenzie yang siap mengibarkan bendera perang.

“Selama menjadi calon istriku, semua pergerakanmu akan diawasi. Jangan melakukan kesalahan, apalagi berkencan dengan pria lain di belakangku!” ucap Kenzo terdengar sangat posesif.

Kenzie mengangguk malas. Padahal, ia sedang melakukan pendekatan dengan seorang pengusaha muda yang tampan juga baik hati. Tapi, Kenzie terpaksa mengesampingkan ego demi mencapai tujuannya.

“Good girl,” ujarnya seraya mengacak lembut anak rambut Kenzie. “Besok malam kita akan bertemu orang tuaku. Pastikan kau mampu mengambil hati mereka, karena jika tidak…”

“Aku bisa,” potong Kenzie.

“Bagus!” Kenzo tersenyum puas. Karena Kenzie, gadis muda itu berhasil ia taklukan. Ya, sampai hari ini Kenzo percaya, bahwa uang akan menyelesaikan segala permasalahan.

Beberapa jam berlalu. Setelah melewati berbagai hal dan makan malam dalam diam, Kenzo mengantar Kenzie kembali ke rumah, tentu saja dengan membungkus aneka makanan sesuai permintaan wanita itu.

“Ini rumahmu?” tanya Kenzo saat melihat rumah kecil bercat abu-abu yang sudah luntur.

“Ya.”

“Lebih terlihat seperti kandang sapi dibanding rumah!” ejek Kenzo.

Kenzie mengepalkan tangan, kesal namun malas menanggapi Kenzo yang selalu bicara semaunya padahal tidak tahu apa-apa. Susah payah ia mempertahankan rumah tersebut, bekerja siang malam, membayar cicilan setiap bulan, kurang tidur dan sebagainya. Tiba-tiba, Kenzo pria kaya yang sekarang menjadi kliennya mengatakan hal menjengkelkan. Wajah bukan jika Kenzie menjadi semakin muak dengan pria itu?

“Terima kasih makanannya, selamat malam,” pamit Kenzie. Ia bergegas turun dari mobil mewah Kenzo, sembari membawa paperbag berukuran besar.

“Tunggu!” Kenzo menarik pergelangan tangan Kenzie.

“Apalagi?!” tanya Kenzie dengan suara lelahnya. Ia ingin segera terbebas dari Kenzo dan menghirup udara segar di luar sana.

Cup! Kenzo mendekatkan bibirnya ke dahi Kenzie, kemudian mengecupnya singkat.

“Kau!” pekik Kenzie tak terima.

“Turun!” titah Kenzo setelah mencium Kenzie secara tiba-tiba. Ekspresinya berubah datar usai melakukan hal tersebut.

“Brengsek!” Kenzie turun dari mobil sembari mengumpat dan mengusap kasar keningnya hingga menyisakan bekas kemerahan di sana.

Kenzo yang masih menatap kepergian Kenzie tersenyum tipis. “Liliana Kenzie Pratista, kau akan menjadi milikku!” ucapnya sembari melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Di tempat berbeda, Brata dan Lidia—Kedua orang tua Kenzo tengah menunggu kedatangan lelaki itu. Terdapat amplop coklat yang berisi foto seorang gadis tergeletak di meja.

Tak berselang lama, deru mesin kendaraan terdengar, diikuti suara derap langkah mendekat. Kenzo berjalan tegap, kemudian menghela napas berat saat mendapati Brata dan Lidia menatap tajam padanya.

“Duduk!” titah Brata dengan suara tegasnya.

Tanpa banyak bicara, Kenzo menurut, ia duduk di hadapan keduanya.

“Lihat foto di dalam amplop ini baik-baik, Ken,” ucap Lidia seraya memberikan amplop coklat tersebut pada Kenzo. “Foto ke dua puluh lima. Mama harap, kali ini kamu tidak menolak.”

Kenzo sama sekali tak tertarik mengambil amplop itu, karena tanpa melihat pun ia tahu apa isinya.

“Kenzo Ethanio Mahardika!” Brata naik pitam melihat Kenzo yang sama sekali tak menyentuh amplop tersebut. “Berhenti menguji kesabaran kami. Mau sampai kapan kau sendiri? Kau sadar berapa usiamu sekarang?” lanjutnya dengan suara tegas.

“Sadar,” balas Kenzo singkat. Ia sudah sangat lelah dengan perbincangan serupa tiap harinya.

“Gadis dalam foto ini adalah Rhea—anak sahabat Mama, sekaligus teman kecilmu dulu. Dia baru menyelesaikan studi S3 di Inggris, bulan depan akan kembali ke sini. Kami bersepakat untuk menjodohkan kalian,” ungkap Lidia. Ia sudah jengah mendengar berbagai alasan Kenzo yang selalu menolak memiliki hubungan dengan wanita manapun, di usianya yang tak lagi muda.

“No! Ken sudah punya calon istri!” tolak Kenzo.

“Jangan membohongi Papa dan Mama, Ken!” tekan Brata, ia menatap tajam pada Kenzo. “Kami sudah muak mendengar ucapan kamu yang dari dulu selalu begitu!” lanjutnya.

“Ken bicara jujur.”

Lidia dan Brata saling menatap. “Benarkah?” tanya Lidia.

“Tentu,” jawab Kenzo singkat.

“Mama pikir hanya Rhea yang bisa meluluhkan hatimu,” ucap Lidia.

“Kapan Mama akan berhenti menyebut nama itu?”

“Tidak akan pernah,” balas Lidia. “Baiklah, di mana rumah gadis itu? Kami akan ke sana untuk membuktikan apakah dia lebih baik dari Rhea atau tidak.”

“Papa dan Mama cukup duduk, diam, dan tenang. Jangan lakukan apa pun, karena Ken sendiri yang akan membawa dia ke hadapan kalian,” jelas Kenzo.

Brata nyaris tak setuju. Mana bisa begitu, Kenzo adalah pewaris tunggal perusahaan industri terbesar di negeri ini. Jadi, siapapun yang akan menjadi pendamping putranya harus memiliki asal-usul yang jelas, berasal dari keluarga baik-baik, dan tentunya setara dengan keluarga mereka. Namun, Lidia lebih dulu angkat bicara.

“Baiklah,” tutur Lidia. “Tapi, kalau sampai Mama tahu ini semua hanya akal-akalan kamu, dan perempuan itu tidak lebih baik dari Rhea, perjodohan akan tetap terjadi. deal?”

Ken sama sekali tak terusik. Ia yakin permainannya dengan Kenzie akan berhasil, dan dia bisa segera terbebas dari rencana perjodohan sang mama.

“Deal.”

“Lid!”

“Mas, aku yakin, tidak ada perempuan yang lebih baik dari Rhea. Termasuk kekasih Kenzo. Kita lihat, sampai dimana dia bisa bermain-main dengan kita,” kelakar Lidia penuh keyakinan.

“Aku setuju. Hanya Rhea yang pantas menjadi istri Kenzo!”

Kenzo tersenyum miring. Padahal ia tahu betul, Rhea tak sebaik itu. Hanya saja, mata kedua orang tuanya sudah tertutup oleh kepura-puraan gadis tersebut, hingga tak bisa melihat kebenarannya.

“Ken hanya akan menikah dengan wanita pilihan Ken, bukan pilihan kalian,” jawab Kenzo. Ia terlihat santai, namun sangat jelas, lelaki itu sedang berusaha menahan diri agar tidak mengungkap kebusukan Rhea di hadapan keduanya sekarang juga.

“Hahaha Kenzo, Kenzo. Kau lupa, apa yang terjadi saat terakhir kali kau memilih pasangan sendiri?” Lidia tertawa sumbang sambil menatap tajam putranya.

“Sudahlah, Ma, tidak perlu dibahas lagi. Ken permisi.” Ken hendak berlalu, namun Brata mencegahnya.

“Berapa usia gadis itu, Ken?” tanya Brata.

“Dua puluh lima.”

“Hahaha.” Lidia tertawa mengejek. “Jalang mana lagi kali ini, Ken?”

“Jangan bercanda, Kenzo!” Brata menimpali. Nada bicaranya kembali meninggi.

Kenzo menatap Lidia dan Brata bergantian. “Ken akan tetap bawa dia ke hadapan kalian,” putusnya.

“Dari segi usia saja tidak cocok. Sudahlah, menikah saja dengan Rhea. Dia lebih cocok menjadi menantu di rumah ini,” ujar Lidia.

Kenzo menggeleng. Baginya, usia bukan halangan untuk menjalin sebuah hubungan. Apalagi jika hanya pura-pura.

“Papa tidak setuju! Cari pasangan yang sepadan dan seusia denganmu, bukan anak kecil yang nantinya hanya akan merepotkan dan memanfaatkan kekayaanmu saja!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status