LOGIN
Rania dan sahabatnya Melati baru pulang dari pesta ulang tahun teman mereka Selvi. Kerena kemalaman dan juga agak mabuk, gadis itu memutuskan untuk pulang ke apartemen milik kakaknya Salsa.
"Kamu yakin mau kesini?" tanya Melati sebelum bisa tenang meninggalkan sahabatnya di sana.
Rania menganggukkan kepala mengiyakannya. "Hm ...."
"Tapi besok kita kuliah loh, mana jamnya masuk pagi. Sementara jarak dari sini ke kampus lumayan jauh. Kamu kalo apes bangun telat besok pagi, bakalan habis sama Pak Arga loh? " tanya Melati memastikan lagi.
Rania menganggukkan kepala sekali lagi. "Daripada diamuk ayah sama ibu, mending sama Pak Arga karena terlambat besok pagi. Udah, ah, Mel. Lebih baik pulang aja sona, aku dah mengantuk bangat ini," ujar Rania sambil menguap dan kemudian mendorong Melati masuk ke mobilnya supaya pulang.
"Au, ah. Gelap. Awas loh entar, nggak ada curhatan mahasiswi yang tersakiti oleh Pak Arga. Aku ogah dengar curahan hati kamu besok!" peringat Melati sekali lagi untuk yang terakhir sebelum dia benar-benar masuk ke mobilnya.
"Hm, tenang aja. Lagian Pak Arga itu calon kakak iparku. Secara dengan hubungan itu, dia macam-macam, aku bisa ngancam dia pake kak Salsa!!" seru Riana dengan tenangnya.
Namun percayalah walaupun sudah berkata demikian entengnya, tapi begitu sampai di dalam unit apartemen Salsa kakaknya, Rania malah tak bisa tenang.
Meraih jam alarm dan bahkan memperhatikan alarm di HP-nya, Rania langsung mengatur waktu karena tak mau terlambat besok pagi. Barulah bisa tidur dalam nyenyaknya. Selain hal itu, Rania tak bisa memperdulikan hal lain lagi, sebab dia sudah teramat mengantuk.
*****
"RANIAAAA!!!"
Glekk!
Blamm!
Teriakan kencang disusul suara pintu dibanting keras langsung memekakkan pendengaran Kania. Telinganya cukup ngilu mendengar itu, lantas dia bangun dengan paksa. Mengucek kedua sisi kelopak matanya dan menemukan Ibunya diambang pintu dalam kemarahan yang membara.
Rania langsung beranjak mundur dan meneguk ludahnya kasar secara reflek. Rania pikir Ibunya marah karena dia ketahuan habis mabuk, tapi kemudian sesuatu disisinya membuatnya kaget.
Plakkk!!
Belum habis kekagetan Rania, sesuatu langsung menghantam pipinya keres. Rania terkejut dan tamparan kedua langsung menyusul mendarat di pipinya. Membangunkan sesosok yang begitu lelap yang tiba-tiba ada dan entah kapan sudah di sana.
"Apa maksud kalian melakukan ini, terutama kamu Rania? Bagaimana bisa tidur dengan calon kakak iparmu sendiri? Kalian penghianat?!!" gumam Renita dengan suara keras dan tak habis pikir.
Dari pintu terlihat Andini ibunya Arga yang belum menyadari apa yang sedang terjadi. Masuk ke dalam sambil melihat-lihat HP-nya dengan serius.
"Bagaimana Jeng, apakah Salsa sudah siap? Desainernya sudah mengirimkan foto loh untuk ga--"
Brak!!
Telepon yang tadinya Andini pegang langsung terjatuh, begitu mengangkat dagu dan menghadap ke depan. Dia sebelumnya memang sudah mendengar suara pintu yang dibanting keras, tapi Andini tak terlalu menghiraukannya dan terus fokus pada HP-nya, lalu sekarang tebalik, HP-nya yang tak diperdulikan.
Dengan langkah yang langsung reflek dia mendekat ke arah tempat tidur. Sama seperti yang barusan Renita lakukan, dia pun memberikan tamparan tanpa penjelasan.
Plak!
"In-ini tak seperti yang Ibu dan Tan--" ujar Rania terpotong karena dua ibu di hadapan mereka yang sudah marah itu, tak membiarkannya bicara.
"Lalu seperti apa, hahh?!" sarkas Andini murka. "Kalian habis bersenang-senang tadi malam dan khilaf sampai membuat kalian ketahuan?"
"Oh, ini kerjaan kamu Rania?! Pantas saja semalam gigih bangat mau ke pesta teman mu, rupanya kamu mau begini. Bertingkah mura-han sampai tega merebut calon suami kakakmu sendiri?" timpal Renita mengomel.
"Kamu juga Arga, bagaimana bisa mengkhianati Salsa, itupun dengan adiknya sendiri, adik iparmu?" tambah Andini.
"Ini tidak seperti yang--"
"Tutup mulutmu Arga, Mommy tak mau mendengar sepatah katapun keluar dari sana, dan selamat setelah ini kalian harus menikah!!" tegas Andini tak mau dibantah dengan kemurkaannya.
"Tapi--"
"Kamu juga, Rania. Puas kalian, penghianat seperti kalian memang harus menikah. Cih, Ibu muak sama kamu Rania. Ternyata perempuan yang ku kandung sembilan bulan dan ku besarkan sampai usianya dua puluh satu tahun, tak ubahnya cuma iblis antagonis yang tak punya hati. Kamu benar-benar tak punya nurani Rania!!"
*****
Rania masih belum mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Bangun pagi sudah dipergoki tidur dengan Pak Arga yang tak lain adalah dosen sekaligus kakak iparnya sendiri. Dia masih gemetar sampai sekarang. Jantungnya bergemuruh hebat dan juga air matanya yang tak lelah membasahi pipinya.
"Sudah, Mbak. Tolonglah bekerjasama, nanti riasannya tak jadi-jadi," jelas penata rias pengantin yang sedang berusaha untuk memoles wajahnya dengan riasan.
"Saya nggak mau menikah. Tolong saya, Mbak!!" seru Rania penuh harap.
Tapi belum juga mbak penata riasnya menjawab, Salsa kakaknya tiba-tiba muncul dari balik pintu. Rania tertegun dan langsung geleng-geleng kepala.
"Kak, Rania nggak menghianati Kakak. Sungguh ... dan Rania nggak mau menikah dengan Pak Arga! Tolong percayalah dan tolong bebaskan Rania dari pernikahan ini!!" seru Rania dengan bersungguh-sungguh.
"Masih berani ngomong seperti itu, setelah ketahuan kelakuanmu yang busuk itu?" geram Salsa sambil menatap tajam adiknya. "Rania! Aku pikir selama ini kamu cuma gadis yang nakal dan cukup ceria, tapi sekarang lain ceritanya, kamu ternyata cuma musuh dalam selimut yang tega menikam kakakmu sendiri!"
"Kak ...." Rania masih mencoba mengiba.
"Cukup Rania. Sudahlah, jangan berpura-pura lagi. Nikmati saja penghianatanmu dan juga hasilnya. Menikahlah dengan Arga. Kalian memang cocok, sama-sama penghianat ketemu penghianat!" gusar Salsa dengan kejam.
*****
Pernikahan terpaksa dan tak diduga-duga pun terjadi, tanpa bisa dielakkan lagi. Rania terpaksa menjadi istri dari calon kakak ipar sekaligus dosennya sendiri. Mau tak mau walaupun dia tak mengerti, semuanya pun sudah terjadi.
"Taroh di sana!" tegas Arga memerintah.
Rania hanya pasrah dan menarik kopernya ke arah lemari.
"Di sana! Aku bilang di sana, bukan di situ Rania! Apa kau bodoh sampai arah saja tidak tahu?!" omel Arga yang membuat Rania takut dan kembali gemetar.
"Aaa---"
"Taruh saja di situ. Astaga, punya istri kok begini sekali!" ujar Arga kesal.
"Pak ditaruh di mana jadinya?" tanya Rania bingung dan takut-takut.
Padahal sebetulnya Arga yang salah, menunjuk ke sisi kiri lemari, tapi malah mau kopernya diletakkan di sisi kanan.
"Di mana saja! Suka-suka kamu saja. Cih, aku capek menghadapimu. Sudah, letakkan di situ dan pergilah mandi. Habis ini kita akan makan malam di bawah," jelas Arga.
Namun entah apa maksudnya, lelaki itu malah meraih handuk dan masuk sendiri ke kamar mandi.
"Terus aku man-mandi di mana Pak?" interupsi Rania menyadarkan Arga.
Untuk sesaat Arga terdiam memikirkannya, tapi kemudian dia mendesah kasar. "Di kamar mandi Rania, masa kamu maunya di halaman, tapi bukan ide yang buruk juga. Di luar kan hujan, kamu mandi di sana saja!" jawab Arga dengan ketus.
Rania menggaruk lehernya yang tak gatal, melirik keluar jendela yang memang ada hujan diluar sana. Mendengar beberapa kali terdengar petir menyambar, Rania spontan menggelengkan kepala.
"Aku nggak mau mandi di luar," jawabnya dengan serius, lalu dengan tanpa babibu lagi Rania mendahului Arga masuk ke dalam.
*****
Malam hari, Rania berbaring di tempat tidur. Mencoba memejamkan mata dan berusaha untuk tidur juga mengabaikan Arga yang baru selesai bersih-bersih dan menyegarkan diri sebelum tidur.Ah, ya. Rania masih mengambek. Menunjukkan ketidaksukaannya pada Arga dan bahkan sebenarnya dia mempunyai tugas kuliah pada kelas mata kuliah yang dibawakan Arga. Dia sengaja tidak mengerjakan untuk melampiaskan kemarahannya.'Sial. Kok susah bangat buat tidur, padahal udah capek banget seharian ini,' ujar Rania dengan perasaan kesalnya.Tanpa sengaja, karena tak kuat menutup mata, dia pun membuka matanya untuk mengintip apakah Arga yang diketahuinya habis mandi itu sudah selesai berganti pakaian atau tidak. Akan tetapi sepertinya keputusannya itu salah, kerenanya, Rania langsung membulatkan mata tiba-tiba, tapi dengan aneh justru kemudian menutupnya dengan telapak tangan."Aaargghhh!!" jerit Rania terkejut.Sialnya karena berteriak kaget terkejut melihat tubuh bagian belakang Arga yang tak tertutup apap
Rania mengusap pipinya yang basah, bukan karena air mata, tapi air yang diguyur Viona kepadanya. Itu memang sudah hampir mengering, tapi rasanya mengganggu saat sekarang. Mungkin karena sebelumnya terlalu marah."Bahkan dia tidak mengejarku," ujar Rania lesu dan kecewa. "Adiknya lebih penting, memangnya aku siapanya, hufttt ...."Rania mendesah kasar, rasanya cukup sesak, tapi dia memang tipikal orang sulit menangis. Padahal sekarang dia sangat menginginkan itu supaya bisa merasa lega, tapi apa boleh buat sepertinya dia harus terus merasakan sesaknya itu. Sakit tentu saja, karena tertahan dan tak bisa di lampiaskan ataupun dilepaskan."Mas Arga tega bangat sih, tapi emang gini ya kalo udah nikah, tapi suami lebih belain adiknya ketimbang istrinya ...."Rania kembali menghela nafas, sembari menatap nanar langit meratapi betapa sakitnya jadi dirinya saat ini. Puas melakukan hal itu dan merasa cukup, Rania memutuskan untuk pulang dan merogoh tasnya untuk memeriksa dompetnya."Hm, kenapa
Rania akhirnya makan bersama dengan Arga siang itu, tapi dia hanya makan sedikit, sebab memang benar adanya dia sudah makan siang itu lebih dahulu bersama Melati sebelumnya."Makan yang banyak Rania. Itu makanan kamu masih lebih banyak makanan kucing," komentar Arga menatap tajam Rania."Aku sudah makan siang Mas Arga. Berapa kali lagi aku bilang sih, dari tadi nggak percayaan mulu. Udah deh lebih baik Mas aja tuh yang menghabiskan makanannya," balas Rania dengan nada jengkelnya.Arga menghela nafas, dan memperlihatkan dengan jelas wajahnya yang tak percayaan. Memanggil pelayan lalu memesan minuman yang menurutnya cukup bernutrisi untuk mengantikan nutrisi makanan siang yang tak mau Rania makan.Melihat itu Rania cuma mendesah kasar dan begitu minumannya jadi dan tiba di meja mereka, dia dengan cepat meminum dalam tiga tegukan.Gluk-glukk!"Uhuk-uhuk!!"Perempuan itu bahkan sampai tersedak karena tak sabaran, hanya untuk memuaskan ego suaminya."Pelan-pelan Ran ....""Pokoknya kan sud
Siang itu, karena kesal dengan Arga, Rania membangkang dan tidak datang makan siang. Bahkan dengan berani dia mengirimkan pesan supaya Arga tidak menunggunya karena dia sudah pergi makan. Arga yang membaca pesannya tentu saja tak terima dan menjadi marah.Namun belum juga selesai dengan urusan Rania, tiba-tiba saja Salsa datang dan mengunjunginya. Gadis itu dengan wajah tanpa dosanya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan Arga. Sialnya lagi ada Viona adiknya di sana."Kita makan siang barengan yuk, Ga!" seru Salsa mengajak."Iya nih, Mas. Udah lama nggak barengan," timpal Viona. "Biasanya dulu sebelum Mas menikah kita sering pergi bersama," tambah Viona dengan wajah tanpa dosanya."Maaf aku tidak bisa, kalian pergilah," jawab Arga dingin bahkan dia tak mau menatap Salsa dan hanya menatap adiknya saja. Itupun dengan tatapan dinginnya."Tidak punya waktu apanya, ini waktu makan siang," ujar Viona merengek. "Ayolah Mas, masa mau membuat Kak Salsa kecewa ...."Arga baru saja akan menj
Rania berani keluar dari mobil Arga, setelah sebelumnya memastikan tak ada mahasiswa yang dikenali olehnya sedang berkeliaran di sekitar sana. Perempuan itu mengendap-endap seperti tengah bersembunyi dari sesuatu, membuat Arga yang memperhatikannya mendesah kasar."Ngapain sih, kayak orang kurang kerjaan aja!" seru Arga menyusulnya, padahal Rania sudah dengan susah payah mempercepat langkahnya agar mereka tak berjalan sejajar, dan takkan ada yang mempertanyakan kedekatan mereka nantinya."Jauh-jauh sana!" kesal Rania langsung menghindar.Arga geleng-geleng kepala, semakin tak mengerti dengan sikap perempuan yang sudah menjadi istrinya itu."Ada-ada aja kamu!" jawab Arga tak habis pikir. "Hm, tapi baiklah. Siang nanti jangan lupa menemuiku dan makan siang bersama," lanjut Arga memperingatkan, sebelum kemudian berlalu dan pergi dari sana.Rania mendesah kasar, tapi kemudian dia mendesah lega. Karena artinya dia tak perlu menjaga sesuatu yang membuat orang lain curiga."Kamu dan Pak Arga
"Jangan melewati batas!" seru Rania dengan tegas, sambil menaruh guling di tengah tempat tidur.Sebenarnya dia bisa saja tidur di sofa, tapi setelah memasak tadi, tubuhnya jadi lumayan penat dan juga agak terasa ngilu. Akan tidak akan enak jika di sofa walaupun empuk karena di sana sempit. Sementara kalau meminta suaminya yang tidur di sana Arga pasti menolak karena pria itu pasti tidak mau."Jangan melewati batas Mas!" peringat Rania ketika melihat Arga mau melewati batas.Namun karena diperingati begitu. Arga bukannya menurut dia malah kesal dan menatap Rania tajam. "Aku tidak mau!"Brukk!!Arga dengan dingin tiba-tiba saja melemparkan bantal gulingnya secara sembarang."Kalau kamu keberatan dengan hal itu, silahkan saja, tapi aku tidak akan melakukannya. Tidak batasan diantara kita Rania dan sadarlah akan posisimu sekarang!" geram Arga yang a







