Rania Anindya tak pernah menyangka kalau saat bangun tiba-tiba saja dia dipergoki tidur dengan laki-laki di ranjangnya. Rania terkejut, sebab seingatnya dia masih belum mempunyai pasangan sama sekali. Namun, belum juga pulih dari keterkejutannya, Rania lebih terkejut lagi ketika laki-laki itu ternyata calon kakak iparnya dan juga dosennya sendiri. Renita Ibunya serta Andini Ibu dari kakak ipar sekaligus dosennya yang sudah memergoki mereka. Tak bisa diam saja, mereka bertindak dan memaksa Rania dan laki-laki itu menikah hari itu juga.
View MoreRania dan sahabatnya Melati baru pulang dari pesta ulang tahun teman mereka Selvi. Kerena kemalaman dan juga agak mabuk, gadis itu memutuskan untuk pulang ke apartemen milik kakaknya Salsa.
"Kamu yakin mau kesini?" tanya Melati sebelum bisa tenang meninggalkan sahabatnya di sana.
Rania menganggukkan kepala mengiyakannya. "Hm ...."
"Tapi besok kita kuliah loh, mana jamnya masuk pagi. Sementara jarak dari sini ke kampus lumayan jauh. Kamu kalo apes bangun telat besok pagi, bakalan habis sama Pak Arga loh? " tanya Melati memastikan lagi.
Rania menganggukkan kepala sekali lagi. "Daripada diamuk ayah sama ibu, mending sama Pak Arga karena terlambat besok pagi. Udah, ah, Mel. Lebih baik pulang aja sona, aku dah mengantuk bangat ini," ujar Rania sambil menguap dan kemudian mendorong Melati masuk ke mobilnya supaya pulang.
"Au, ah. Gelap. Awas loh entar, nggak ada curhatan mahasiswi yang tersakiti oleh Pak Arga. Aku ogah dengar curahan hati kamu besok!" peringat Melati sekali lagi untuk yang terakhir sebelum dia benar-benar masuk ke mobilnya.
"Hm, tenang aja. Lagian Pak Arga itu calon kakak iparku. Secara dengan hubungan itu, dia macam-macam, aku bisa ngancam dia pake kak Salsa!!" seru Riana dengan tenangnya.
Namun percayalah walaupun sudah berkata demikian entengnya, tapi begitu sampai di dalam unit apartemen Salsa kakaknya, Rania malah tak bisa tenang.
Meraih jam alarm dan bahkan memperhatikan alarm di HP-nya, Rania langsung mengatur waktu karena tak mau terlambat besok pagi. Barulah bisa tidur dalam nyenyaknya. Selain hal itu, Rania tak bisa memperdulikan hal lain lagi, sebab dia sudah teramat mengantuk.
*****
"RANIAAAA!!!"
Glekk!
Blamm!
Teriakan kencang disusul suara pintu dibanting keras langsung memekakkan pendengaran Kania. Telinganya cukup ngilu mendengar itu, lantas dia bangun dengan paksa. Mengucek kedua sisi kelopak matanya dan menemukan Ibunya diambang pintu dalam kemarahan yang membara.
Rania langsung beranjak mundur dan meneguk ludahnya kasar secara reflek. Rania pikir Ibunya marah karena dia ketahuan habis mabuk, tapi kemudian sesuatu disisinya membuatnya kaget.
Plakkk!!
Belum habis kekagetan Rania, sesuatu langsung menghantam pipinya keres. Rania terkejut dan tamparan kedua langsung menyusul mendarat di pipinya. Membangunkan sesosok yang begitu lelap yang tiba-tiba ada dan entah kapan sudah di sana.
"Apa maksud kalian melakukan ini, terutama kamu Rania? Bagaimana bisa tidur dengan calon kakak iparmu sendiri? Kalian penghianat?!!" gumam Renita dengan suara keras dan tak habis pikir.
Dari pintu terlihat Andini ibunya Arga yang belum menyadari apa yang sedang terjadi. Masuk ke dalam sambil melihat-lihat HP-nya dengan serius.
"Bagaimana Jeng, apakah Salsa sudah siap? Desainernya sudah mengirimkan foto loh untuk ga--"
Brak!!
Telepon yang tadinya Andini pegang langsung terjatuh, begitu mengangkat dagu dan menghadap ke depan. Dia sebelumnya memang sudah mendengar suara pintu yang dibanting keras, tapi Andini tak terlalu menghiraukannya dan terus fokus pada HP-nya, lalu sekarang tebalik, HP-nya yang tak diperdulikan.
Dengan langkah yang langsung reflek dia mendekat ke arah tempat tidur. Sama seperti yang barusan Renita lakukan, dia pun memberikan tamparan tanpa penjelasan.
Plak!
"In-ini tak seperti yang Ibu dan Tan--" ujar Rania terpotong karena dua ibu di hadapan mereka yang sudah marah itu, tak membiarkannya bicara.
"Lalu seperti apa, hahh?!" sarkas Andini murka. "Kalian habis bersenang-senang tadi malam dan khilaf sampai membuat kalian ketahuan?"
"Oh, ini kerjaan kamu Rania?! Pantas saja semalam gigih bangat mau ke pesta teman mu, rupanya kamu mau begini. Bertingkah mura-han sampai tega merebut calon suami kakakmu sendiri?" timpal Renita mengomel.
"Kamu juga Arga, bagaimana bisa mengkhianati Salsa, itupun dengan adiknya sendiri, adik iparmu?" tambah Andini.
"Ini tidak seperti yang--"
"Tutup mulutmu Arga, Mommy tak mau mendengar sepatah katapun keluar dari sana, dan selamat setelah ini kalian harus menikah!!" tegas Andini tak mau dibantah dengan kemurkaannya.
"Tapi--"
"Kamu juga, Rania. Puas kalian, penghianat seperti kalian memang harus menikah. Cih, Ibu muak sama kamu Rania. Ternyata perempuan yang ku kandung sembilan bulan dan ku besarkan sampai usianya dua puluh satu tahun, tak ubahnya cuma iblis antagonis yang tak punya hati. Kamu benar-benar tak punya nurani Rania!!"
*****
Rania masih belum mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Bangun pagi sudah dipergoki tidur dengan Pak Arga yang tak lain adalah dosen sekaligus kakak iparnya sendiri. Dia masih gemetar sampai sekarang. Jantungnya bergemuruh hebat dan juga air matanya yang tak lelah membasahi pipinya.
"Sudah, Mbak. Tolonglah bekerjasama, nanti riasannya tak jadi-jadi," jelas penata rias pengantin yang sedang berusaha untuk memoles wajahnya dengan riasan.
"Saya nggak mau menikah. Tolong saya, Mbak!!" seru Rania penuh harap.
Tapi belum juga mbak penata riasnya menjawab, Salsa kakaknya tiba-tiba muncul dari balik pintu. Rania tertegun dan langsung geleng-geleng kepala.
"Kak, Rania nggak menghianati Kakak. Sungguh ... dan Rania nggak mau menikah dengan Pak Arga! Tolong percayalah dan tolong bebaskan Rania dari pernikahan ini!!" seru Rania dengan bersungguh-sungguh.
"Masih berani ngomong seperti itu, setelah ketahuan kelakuanmu yang busuk itu?" geram Salsa sambil menatap tajam adiknya. "Rania! Aku pikir selama ini kamu cuma gadis yang nakal dan cukup ceria, tapi sekarang lain ceritanya, kamu ternyata cuma musuh dalam selimut yang tega menikam kakakmu sendiri!"
"Kak ...." Rania masih mencoba mengiba.
"Cukup Rania. Sudahlah, jangan berpura-pura lagi. Nikmati saja penghianatanmu dan juga hasilnya. Menikahlah dengan Arga. Kalian memang cocok, sama-sama penghianat ketemu penghianat!" gusar Salsa dengan kejam.
*****
Pernikahan terpaksa dan tak diduga-duga pun terjadi, tanpa bisa dielakkan lagi. Rania terpaksa menjadi istri dari calon kakak ipar sekaligus dosennya sendiri. Mau tak mau walaupun dia tak mengerti, semuanya pun sudah terjadi.
"Taroh di sana!" tegas Arga memerintah.
Rania hanya pasrah dan menarik kopernya ke arah lemari.
"Di sana! Aku bilang di sana, bukan di situ Rania! Apa kau bodoh sampai arah saja tidak tahu?!" omel Arga yang membuat Rania takut dan kembali gemetar.
"Aaa---"
"Taruh saja di situ. Astaga, punya istri kok begini sekali!" ujar Arga kesal.
"Pak ditaruh di mana jadinya?" tanya Rania bingung dan takut-takut.
Padahal sebetulnya Arga yang salah, menunjuk ke sisi kiri lemari, tapi malah mau kopernya diletakkan di sisi kanan.
"Di mana saja! Suka-suka kamu saja. Cih, aku capek menghadapimu. Sudah, letakkan di situ dan pergilah mandi. Habis ini kita akan makan malam di bawah," jelas Arga.
Namun entah apa maksudnya, lelaki itu malah meraih handuk dan masuk sendiri ke kamar mandi.
"Terus aku man-mandi di mana Pak?" interupsi Rania menyadarkan Arga.
Untuk sesaat Arga terdiam memikirkannya, tapi kemudian dia mendesah kasar. "Di kamar mandi Rania, masa kamu maunya di halaman, tapi bukan ide yang buruk juga. Di luar kan hujan, kamu mandi di sana saja!" jawab Arga dengan ketus.
Rania menggaruk lehernya yang tak gatal, melirik keluar jendela yang memang ada hujan diluar sana. Mendengar beberapa kali terdengar petir menyambar, Rania spontan menggelengkan kepala.
"Aku nggak mau mandi di luar," jawabnya dengan serius, lalu dengan tanpa babibu lagi Rania mendahului Arga masuk ke dalam.
*****
"Jangan melewati batas!" seru Rania dengan tegas, sambil menaruh guling di tengah tempat tidur.Sebenarnya dia bisa saja tidur di sofa, tapi setelah memasak tadi, tubuhnya jadi lumayan penat dan juga agak terasa ngilu. Akan tidak akan enak jika di sofa walaupun empuk karena di sana sempit. Sementara kalau meminta suaminya yang tidur di sana Arga pasti menolak karena pria itu pasti tidak mau."Jangan melewati batas Mas!" peringat Rania ketika melihat Arga mau melewati batas.Namun karena diperingati begitu. Arga bukannya menurut dia malah kesal dan menatap Rania tajam. "Aku tidak mau!"Brukk!!Arga dengan dingin tiba-tiba saja melemparkan bantal gulingnya secara sembarang."Kalau kamu keberatan dengan hal itu, silahkan saja, tapi aku tidak akan melakukannya. Tidak batasan diantara kita Rania dan sadarlah akan posisimu sekarang!" geram Arga yang a
Akhirnya Rania keluar dari kamar mandi, setelah sebelumnya Arga penuh perjuangan membujuknya. Awalnya dia membuka sedikit celah pintu, hanya sedikit dan bisa dilewati tangannya saja juga handuk dan pakaian yang Arga berikan.Dia bahkan kembali menutup pintunya dengan rapat, dan mengenakan pakaiannya di dalam. Setelah selesai barulah dia berani keluar."Duduk di sini!" perintah Arga sambil menepuk tempat duduk di depan meja rias yang ada di kamar itu.Rania tak langsung menjawab, tapi memanyunkan bibirnya dahulu, dan membuat Arga gemas karena dia malah mematung di tempatnya."Astaga, Rania. Aku mau membantu mengeringkan rambutmu. Kamu mau kepalamu sakit karena tidur dengan rambut yang basah?!""Tapi aku belum mau tidur," jawab Rania dengan polosnya. "Aku lapar dan ingin makan sekarang," lanjutnya dengan tanpa dosa."Iya kita akan makan, tapi sete
"Kok kita ke sini sih, Pak?" tanya Rania heran dan tanpa sadar dia melupakan panggilan barunya.Arga tentu saja memelototinya untuk mengingatkan dan Rania yang akhirnya tersadar pun meralat ucapannya. "Maksudnya Mas," cicitnya sambil meralat. "Inikan apartemen dan bukannya rumahnya Mas?" lanjut Rania bertanya.Sebenarnya sudah sejak sampai dia menanyakan itu, tapi baru setelah masuk dia berani mengutarakannya. Harusnya Rania pikir mereka langsung ke rumah, karena Arga tak memberikan aba-aba apapun termasuk pemberitahuan. Ditambah sesampainya di sana mereka gampangnya masuk ke salah satu unit setelah Arga menekan pin untuk akses masuknya."Lagian kok bisa sih, Mas tahu pin masuk ke sini? Mas kenal dekat sama pemiliknya atau sangat akrab, atau ini punya adiknya Mas Viona?"Arga tidak menjawab pertanyaannya itu, tapi malah balik bertanya, "bagaimana menurutmu apartemen ini, apakah terlalu
Pulang bersama adalah hal yang Arga katakan padanya di ruangan, setelah mereka makan bersama. Namun, mereka tak bisa langsung pergi, sebab Arga rupanya masih punya jadwal mengajar beberapa jam lagi. Alhasil, Rania pun terpaksa harus menunggu.Dia langsung keluar ruangan Arga begitu empunya pergi. Sungkan menunggu di dalam, Rania putuskan menunggu di luar."Lama bangat kamu di dalam, ngapain aja sama Pak Arga?"Tiba-tiba Selvi muncul dan menatapnya sinis. Temannya satu ini memang terlihat tidak suka padanya walaupun pas dia ulang tahun beberapa waktu lalu, tapi tetap saja mengundang Rania. Kebenciannya tidak hilang dan undangan cuma formalitas agar dirinya terlihat baik."Dari kapan kamu di sana?" tanya Rania tak mau kalah."Cih, ditanya malah balik nanya?" gerutu Selvi terlihat sebal."Pertanyaan kamu nggak berbobot. Aku di dalam mau ngapain aja
"Tuh, kan. Kamu libur lagi, tapi kali ini memang jelas sih. Kamu habis sakit bukan?" tanya Melati menebak."Ya, tapi bukankah aku sudah mengatakan itu waktu kemarin. Kamu chat aku loh, dan aku beritahu kamu lewat pesan chat itu. Jangan lupa," jawab Kania mengingatkan."Yah, tapi kamu aneh bangat. Walaupun begitu tetap aja ada yang terasa ganjil dari kamu. Apa ada yang kamu sembunyikan?" tanya Melati penasaran.Rania menundukkan kepala sambil memikirkan masalahnya, dan juga memikirkan apakah dia sudah siap memberitahu Melati sahabatnya tentang hal itu. Tak lama berselang dia segera mengangkat kepalanya dan menatap sahabatnya."Aku tidak bermaksud menyembunyikan apapun, tapi kamu benar memang sudah terjadi sesuatu denganku dan itu berhubungan dengan malam saat aku mabuk, dan pulang dari pesta ulang tahunnya Selvi," ujar Rania sambil kemudian geleng-geleng kepala. "Tapi maaf sekali Mel, ak
Selama sakit, Rania selalu dicekcoki makanan sehat oleh Arga. Sekarang ketika dia sudah merasa sehat. Hal serupa masih saja terjadi dan Rania agak keberatan dengan itu."Bubur lagi?" ujar Rania dengan tak percaya. "Aku sudah makan ini selama sakit, Pak dan aku sudah bosan. Lagipula aku sudah sehat dan gigiku cukup baik untuk mengunyah makan yang lebih berat," gerutu Rania protes."Makan itu, atau lebih baik kamu di rumah saja dan tidak usah ke kampus!" tegas Arga dingin tak terbantahkan."Ch, harusnya ini bukan masalah yang berat kalau saja buburnya ini ada suwiran ayamnya dan bukan lagi potongan brokoli dan juga wortel. Bubur ayam, rasa rumput. Cih, apa enaknya, enek yang ada!" gerutu Rania terus-menerus.Arga tidak mengatakan apapun dan hal itu membuat Rania makin sebal saja."Apaan sih, Bapak. Aku dipaksa makan beginian sementara Bapak sendiri enak-enakan makan a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments