LOGINMalam hari kembali tiba dan itu menjadi masalah lagi bagi Rania. Pasalnya setelah sempat berdebat dengan Arga, dia kembali harus tinggal sekamar. Rania tak mau dan tentu saja menolaknya mentah-mentah.
"Kamu berani membantah?!" geram Arga sambil menatap tajam dan mengintimidasi dengan dinginnya.
Melipat tangan di depan dada, sembari mengeluarkan aura mendominasi yang membuat Rania segera merinding dan meringis takut. Seolah tak puas dengan itu Arga mendekatinya dan memangkas jarak diantara mereka.
"Ak-aku tidak bermaksud be-begitu Pak," jawab Rania sambil meneguk ludahnya kasar. "Aku hanya memastikan ka-kalau kita tidak mungkin tidur bersama. Kamu laki-laki sementara, aku perempuan Pak. Kita orang asing jadi kita tak mungkin sekamar," jawab Rania hati-hati dan sedikit gugup karenanya.
Arga meremas telapak tangannya sendiri, kemudian brakk ... dia mendorong dam langsung menghimpit istrinya ke tembok. "Coba saja tidur di kamar lain, kamu tidak akan bisa!" jelasnya dengan tegas dan membuat kerutan langsung terlihat di jidat Rania.
Puas mengatakan hal itu Arga berlanjut dan segera mencengkram rahang Rania dengan mudahnya. Dia semakin menekan Rania, bermaksud supaya perempuan dihadapannya segera sadar akan posisinya.
Namun karena tak kunjung membuahkan hasil, Arga menyerah dan sedikit menghempaskan wajah Rania ke kanan. "Kita bukan orang asing!" tegasnya dengan dingin, sebelum kemudian berlalu dari sana entah kenapa.
Rania tertegun dan segera meluruh terduduk karena merasa lemas. Seperginya Arga dia segera meringkuk memeluk lututnya dengan frustasi. Setelah beberapa saat merasa tenang, barulah kemudian Rania mencari kamar untuk dirinya sendiri tidur malam itu.
Dia memang takut, tapi sepertinya ketakutannya pada perbuatan akan diapa-apakan suaminya lebih menakutkan, daripada ancaman lewat kata-katanya.
Cklek-clekk!
Kening Rania mengerut merasa bingung dengan pintu yang sepertinya terkunci. Dia kecewa, tapi kemudian tak menyerah dan segera mencoba membuka kunci kamar lainnya. Sayangnya, selain kamar yang sudah lebih dahulu Arga tempati, semua kamar di rumah itu terkunci. Jadi Arga benar-benar tak main-main dengan ucapannya. Rania memang tak bisa tidur di kamar lain di rumah itu.
"Tidak masalah. Aku bisa tidur di ruang tamu!" seru Rania yang kemudian langsung melakukan ucapannya. Dia sangat keras kepala dan segera tidur di sofa.
Arga yang ternyata menunggunya di kamar pun jadi kesal, tapi kemudian diapun acuh tak acuh.
"Dasar keras kepala dan pembangkang. Baru sehari menjadi istri sudah berani melawan begini!" geramnya kesal.
*****
Keesokan hari berikutnya, Laura dipanggil oleh nyonya besarnya Andini. Seperti pucuk dicintai ulam pun tiba, kabar baik segera menghampiri Laura. Padahal baru semalam dia memimpikan bisa seatap pagi dengan Arga dan paginya langsung terwujud. Pasalnya Andini memintanya agar ikut pindah ke rumah Arga anaknya, sebab dia pikir anaknya itu butuh asisten rumah tangga dan memang tak mungkin secepat itu didapatkan.
"Kamu bekerja di sana saja, dan tolong bantu anak-menantuku itu," jelasnya dengan penuh harap.
Andini masih marah dan kecewa, tapi sepertinya lagi-lagi jiwa keibuan membuatnya tak tega. Setelah merasa dikecewakan, rupanya dia masih tak bisa berhenti untuk memperdulikan.
Rania masih kuliah, pasti fokus pada pendidikannya, sementara Arga pasti sibuk dengan pekerjaannya. Andini pikir inilah solusinya. Pembantu untuk meringankan pekerjaan rumah tangga untuk pengantin baru itu.
Akan tetapi setelah mengatakan dam Laura dengan gampangnya setuju, Andini tiba-tiba saja merasa ganjil.
"Eh, tapi jangan deh Laura!" seru Andini kemudian berubah pikiran.
Laura segera kecewa dan tak terima. Dia seperti diterbangkan kemudian dihempaskan ke tanah begitu saja.
"Kenapa Nya?" tanya Laura heran.
"Kamu tetap bantu mereka saja, tapi jangan tinggal di sana. Kamu tetap disini saja. Tiap hari Budi supir di rumah ini akan mengantarkan mu ke sana, dan apabila kamu sudah selesai dengan pekerjaanmu kamu bisa memanggilnya dan pulang ke sini lagi," jelas Andini setelah mempertimbangkan.
Ah, ya. Itu sudah benar. Membantu pengantin baru, tapi tanpa menggangu keduanya. Andini pikir itu sudah keputusan yang terbaik.
Laura segera kembali ke kamarnya, setelah menemui sang nyonya. Mengumpat di sana dengan gusar karena merasa dipermainkan.
"Dasar tua bangka, pandai sekali membuatku serasa terbang ke awan, tapi setelahnya dengan keji malah menghempaskan ku!" kesal Laura.
"Sial, tapi baiklah. Ini tak buruk juga, setidaknya aku masih bisa bertemu dengan tuan Arga!" seru Laura melanjutkan ucapannya.
"Setidaknya, walaupun kesempatannya tipis, tapi masih ada dan aku bisa menggunakannya dengan baik untuk merebut tuan Arga!"
*****
Tak mau menyia-nyiakan waktu, Laura yang sudah diperintah untuk melakukan tugasnya membereskan pekerjaan di rumah Arga, segera berangkat dan langsung ke sana untuk bertugas. Dia begitu bersemangat, tapi tentu saja itu semua dengan alasan karena demi bisa melayani orang yang disukai olehnya.
Sampai di sana, Laura yang sudah diberi kunci cadangan, segera masuk rumah dan menemukan Rania masih ketiduran di sofa.
'Wah-wah, sepertinya aku beruntung sekali hari ini! Nyonya jala-ng ini sepertinya sudah tidur semalam disini, artinya mereka nggak ngapa-ngapain dong semalam. Bagus sekali itu. Hm, tapi lain kali jangan cuma pisah kamar, pisah rumah sekalian!' batin Laura kesenangan.
Puas menatap Rania yang di sofa, dia segera ke dapur. Melakukan kejadian barusan dan pura-pura tak mau ikut campur, walaupun sebetulnya dia tentu saja akan mencampuri nantinya. Memberi luka di pernikahan tuan dan majikannya, kemudian menaburi garam untuk lebih menghancurkannya.
"Aku pastikan kalian akan berpisah secepatnya dan aku akan menggantikan posisinya jala-ng itu secepatnya. Menjadi istri dari tuan Arga!" seru Laura yang saat ini sudah sedang memasak.
Masakannya tak berselang lama pun jadi dan Arga yang biasa bangun pagi, tiba di dapur dan segera mengerutkan dahi. Heran dengan kehadirannya di sana.
"Kamu di sini?" tanya Arga bingung.
"Iya Tuan. Nyonya besar menugaskan saya mulai hari ini untuk membereskan rumah ini juga, tapi tak bisa menginap karena saya tetap dituntut tinggal di sana," jelas Laura melemah diakhir kalimatnya.
Dia mengiba dan berharap Arga akan kasihan dengan dirinya yang bolak-balik setiap hari karena pekerjaannya. Dengan begitu dia mau majikan kesayangannya itu akan mengusut dan memerintahkannya untuk tinggal di rumahnya yang sekarang. Sayang sekali harapan itu tak jadi dan berganti dengan kecewa.
"Oh, yasudah," jawab Arga cuek. "Hm, sekarang pergilah bangunkan Rania di ruang tengah, dia sepertinya tidur di sana karena terlalu keras kepala," lanjut Arga yang mau tak mau segera melakukan tugasnya.
Selang sepuluh menit kemudian, Rania tiba di sana. Melihat istrinya tiba, Arga terlihat acuh tak acuh saja. Dia tak menyapa, tapi malah makan dengan dinginnya.
Sementara Rania, bukannya ikut duduk di depan meja makan, perempuan itu malah langsung ke pantry. Mempersiapkan sesuatu lalu mengambil roti serta bahan lainnya. Segala memanggangnya dan membuat sarapannya sendiri. Mengabaikan sarapan yang sudah dibuatkan Laura dengan penuh cinta itu. Yah, walaupun cintanya cuma dibuatkan khusus Arga.
'Dasar perempuan menyebalkan. Jelas-jelas sudah ada sarapan di atas meja, tapi malah mau yang lain!' geram Arga membatin sambil mengepalkan tangan.
Menyadari hal itu, Laura segera tersenyum. Dia senang mendapati gestur kemarahan yang tuannya tunjukkan. 'Bagus juga jala-ng ini tak sudi makan masakanku, aku takkan tersinggung apalagi sepertinya Tuan Arga marah padanya!' seru Laura membatin sambil menatap puas.
Tak berapa saat, roti panggang untuk sarapan yang dibuatkan oleh Rania khusus untuk dirinya sendiri pun jadi. Dia menghidangkannya di piring dan langsung membawanya ke meja makan, kemudian bersiap untuk menyantapnya. Akan tetapi hal tidak terduga tiba-tiba terjadi.
"Pak, itu untukku!" rengek Rania segera. Jujur saja dia sangat kelaparan sekarang, sebab sudah melewatkan makan malamnya.
Arga tak menjawab selain hanya menatap datar Rania, lalu dengan tampang tak berdosa segera menyantapnya. Mau tak mau, Rania yang melihat Arga sudah menggigitnya. Segera membuatkan yang baru, tapi sayang hal yang sama kembali terjadi. Arga merebutnya dan kembali memakannya lebih dahulu.
"Ih, Bapak kok gitu sih, sudah nggak merebut sarapanku terus, masih saja tak kenyang-kenyang!" protes Rania cukup kesal dan tanpa takut mengeluarkan ekspresi tak sukanya.
Arga tak peduli, dia hanya terus memakan apa yang ingin di makan dengan dinginnya. Setelah kenyang pada roti ke tiga, dia lanjut merebut susu yang ternyata juga Rania buatkan, dan kembali minum dengan acuhnya. Pergi dari sana ketika sudah puas dan masih tak buka suara pada istrinya.
"Ishhh! Dasar menyebalkan!" gerutu Rania kesal, tapi setelahnya diapun lega seperginya sang suami. Karena setelah itu dia pun bisa menyantap sarapan buatannya yang ke empat.
"Perut apaan itu, ngaret banget, sampai tiga roti masuk!" gerutunya kesal sambil terus makan dan sesekali menyela untuk mengatai suaminya.
Sementara itu Laura yang rupanya sejak tadi di dapur untuk memantau interaksi kedua majikannya, segera mengeram kesal di sana.
'Sial. Ini pertama kalinya tuan Arga tidak menghabiskan masakan buatanku yang enak itu. Mana dia cuma makan tiga suapan doang lagi, dan malah bersemangat memakan roti mura-han buatan jala-ng itu!' geram Laura membatin tak terima.
*****
Malam hari, Rania berbaring di tempat tidur. Mencoba memejamkan mata dan berusaha untuk tidur juga mengabaikan Arga yang baru selesai bersih-bersih dan menyegarkan diri sebelum tidur.Ah, ya. Rania masih mengambek. Menunjukkan ketidaksukaannya pada Arga dan bahkan sebenarnya dia mempunyai tugas kuliah pada kelas mata kuliah yang dibawakan Arga. Dia sengaja tidak mengerjakan untuk melampiaskan kemarahannya.'Sial. Kok susah bangat buat tidur, padahal udah capek banget seharian ini,' ujar Rania dengan perasaan kesalnya.Tanpa sengaja, karena tak kuat menutup mata, dia pun membuka matanya untuk mengintip apakah Arga yang diketahuinya habis mandi itu sudah selesai berganti pakaian atau tidak. Akan tetapi sepertinya keputusannya itu salah, kerenanya, Rania langsung membulatkan mata tiba-tiba, tapi dengan aneh justru kemudian menutupnya dengan telapak tangan."Aaargghhh!!" jerit Rania terkejut.Sialnya karena berteriak kaget terkejut melihat tubuh bagian belakang Arga yang tak tertutup apap
Rania mengusap pipinya yang basah, bukan karena air mata, tapi air yang diguyur Viona kepadanya. Itu memang sudah hampir mengering, tapi rasanya mengganggu saat sekarang. Mungkin karena sebelumnya terlalu marah."Bahkan dia tidak mengejarku," ujar Rania lesu dan kecewa. "Adiknya lebih penting, memangnya aku siapanya, hufttt ...."Rania mendesah kasar, rasanya cukup sesak, tapi dia memang tipikal orang sulit menangis. Padahal sekarang dia sangat menginginkan itu supaya bisa merasa lega, tapi apa boleh buat sepertinya dia harus terus merasakan sesaknya itu. Sakit tentu saja, karena tertahan dan tak bisa di lampiaskan ataupun dilepaskan."Mas Arga tega bangat sih, tapi emang gini ya kalo udah nikah, tapi suami lebih belain adiknya ketimbang istrinya ...."Rania kembali menghela nafas, sembari menatap nanar langit meratapi betapa sakitnya jadi dirinya saat ini. Puas melakukan hal itu dan merasa cukup, Rania memutuskan untuk pulang dan merogoh tasnya untuk memeriksa dompetnya."Hm, kenapa
Rania akhirnya makan bersama dengan Arga siang itu, tapi dia hanya makan sedikit, sebab memang benar adanya dia sudah makan siang itu lebih dahulu bersama Melati sebelumnya."Makan yang banyak Rania. Itu makanan kamu masih lebih banyak makanan kucing," komentar Arga menatap tajam Rania."Aku sudah makan siang Mas Arga. Berapa kali lagi aku bilang sih, dari tadi nggak percayaan mulu. Udah deh lebih baik Mas aja tuh yang menghabiskan makanannya," balas Rania dengan nada jengkelnya.Arga menghela nafas, dan memperlihatkan dengan jelas wajahnya yang tak percayaan. Memanggil pelayan lalu memesan minuman yang menurutnya cukup bernutrisi untuk mengantikan nutrisi makanan siang yang tak mau Rania makan.Melihat itu Rania cuma mendesah kasar dan begitu minumannya jadi dan tiba di meja mereka, dia dengan cepat meminum dalam tiga tegukan.Gluk-glukk!"Uhuk-uhuk!!"Perempuan itu bahkan sampai tersedak karena tak sabaran, hanya untuk memuaskan ego suaminya."Pelan-pelan Ran ....""Pokoknya kan sud
Siang itu, karena kesal dengan Arga, Rania membangkang dan tidak datang makan siang. Bahkan dengan berani dia mengirimkan pesan supaya Arga tidak menunggunya karena dia sudah pergi makan. Arga yang membaca pesannya tentu saja tak terima dan menjadi marah.Namun belum juga selesai dengan urusan Rania, tiba-tiba saja Salsa datang dan mengunjunginya. Gadis itu dengan wajah tanpa dosanya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan Arga. Sialnya lagi ada Viona adiknya di sana."Kita makan siang barengan yuk, Ga!" seru Salsa mengajak."Iya nih, Mas. Udah lama nggak barengan," timpal Viona. "Biasanya dulu sebelum Mas menikah kita sering pergi bersama," tambah Viona dengan wajah tanpa dosanya."Maaf aku tidak bisa, kalian pergilah," jawab Arga dingin bahkan dia tak mau menatap Salsa dan hanya menatap adiknya saja. Itupun dengan tatapan dinginnya."Tidak punya waktu apanya, ini waktu makan siang," ujar Viona merengek. "Ayolah Mas, masa mau membuat Kak Salsa kecewa ...."Arga baru saja akan menj
Rania berani keluar dari mobil Arga, setelah sebelumnya memastikan tak ada mahasiswa yang dikenali olehnya sedang berkeliaran di sekitar sana. Perempuan itu mengendap-endap seperti tengah bersembunyi dari sesuatu, membuat Arga yang memperhatikannya mendesah kasar."Ngapain sih, kayak orang kurang kerjaan aja!" seru Arga menyusulnya, padahal Rania sudah dengan susah payah mempercepat langkahnya agar mereka tak berjalan sejajar, dan takkan ada yang mempertanyakan kedekatan mereka nantinya."Jauh-jauh sana!" kesal Rania langsung menghindar.Arga geleng-geleng kepala, semakin tak mengerti dengan sikap perempuan yang sudah menjadi istrinya itu."Ada-ada aja kamu!" jawab Arga tak habis pikir. "Hm, tapi baiklah. Siang nanti jangan lupa menemuiku dan makan siang bersama," lanjut Arga memperingatkan, sebelum kemudian berlalu dan pergi dari sana.Rania mendesah kasar, tapi kemudian dia mendesah lega. Karena artinya dia tak perlu menjaga sesuatu yang membuat orang lain curiga."Kamu dan Pak Arga
"Jangan melewati batas!" seru Rania dengan tegas, sambil menaruh guling di tengah tempat tidur.Sebenarnya dia bisa saja tidur di sofa, tapi setelah memasak tadi, tubuhnya jadi lumayan penat dan juga agak terasa ngilu. Akan tidak akan enak jika di sofa walaupun empuk karena di sana sempit. Sementara kalau meminta suaminya yang tidur di sana Arga pasti menolak karena pria itu pasti tidak mau."Jangan melewati batas Mas!" peringat Rania ketika melihat Arga mau melewati batas.Namun karena diperingati begitu. Arga bukannya menurut dia malah kesal dan menatap Rania tajam. "Aku tidak mau!"Brukk!!Arga dengan dingin tiba-tiba saja melemparkan bantal gulingnya secara sembarang."Kalau kamu keberatan dengan hal itu, silahkan saja, tapi aku tidak akan melakukannya. Tidak batasan diantara kita Rania dan sadarlah akan posisimu sekarang!" geram Arga yang a







