Masuk"Ibu, udah. Rania pulang aja ya Bu ..." pamit Rania dengan sopan dan ibunya pun menganggukkan kepala, sambil mengusap puncak kepala anaknya.
"Yasudah pulanglah, Nak. Akan tetapi sebelum itu, ingatlah untuk jangan melakukan kesalahan yang sama, jangan kecewakan lagi Ibumu ini, Nak. Jadilah istri yang baik untuk suamimu, Nak Arga," ujar Ibunya Renita menasehati.
Wanita paruh baya itupun mengantarkan putrinya sampai ke depan, lalu meminta sopirnya mengantar pulang anaknya.
Begitu sampai di rumah, Rania meluncur ke sofa favoritnya tempat biasa dijadikan tempat tidurnya. Rania ke sana tanpa memperdulikan Laura atau bahkan menyapa asistennya rumah tangganya.
"Nyonya biasa aja dong. Kalau lewat nggak usah ninggalin jejak, saya kan udah capek ngepel. Walaupun saya pembantu harusnya Nyonya tahu dirilah, kita sesama manusia jangan perlakuan saya seburuk ini!" ujar Laura sedikit berteriak.
Malam hari, Rania berbaring di tempat tidur. Mencoba memejamkan mata dan berusaha untuk tidur juga mengabaikan Arga yang baru selesai bersih-bersih dan menyegarkan diri sebelum tidur.Ah, ya. Rania masih mengambek. Menunjukkan ketidaksukaannya pada Arga dan bahkan sebenarnya dia mempunyai tugas kuliah pada kelas mata kuliah yang dibawakan Arga. Dia sengaja tidak mengerjakan untuk melampiaskan kemarahannya.'Sial. Kok susah bangat buat tidur, padahal udah capek banget seharian ini,' ujar Rania dengan perasaan kesalnya.Tanpa sengaja, karena tak kuat menutup mata, dia pun membuka matanya untuk mengintip apakah Arga yang diketahuinya habis mandi itu sudah selesai berganti pakaian atau tidak. Akan tetapi sepertinya keputusannya itu salah, kerenanya, Rania langsung membulatkan mata tiba-tiba, tapi dengan aneh justru kemudian menutupnya dengan telapak tangan."Aaargghhh!!" jerit Rania terkejut.Sialnya karena berteriak kaget terkejut melihat tubuh bagian belakang Arga yang tak tertutup apap
Rania mengusap pipinya yang basah, bukan karena air mata, tapi air yang diguyur Viona kepadanya. Itu memang sudah hampir mengering, tapi rasanya mengganggu saat sekarang. Mungkin karena sebelumnya terlalu marah."Bahkan dia tidak mengejarku," ujar Rania lesu dan kecewa. "Adiknya lebih penting, memangnya aku siapanya, hufttt ...."Rania mendesah kasar, rasanya cukup sesak, tapi dia memang tipikal orang sulit menangis. Padahal sekarang dia sangat menginginkan itu supaya bisa merasa lega, tapi apa boleh buat sepertinya dia harus terus merasakan sesaknya itu. Sakit tentu saja, karena tertahan dan tak bisa di lampiaskan ataupun dilepaskan."Mas Arga tega bangat sih, tapi emang gini ya kalo udah nikah, tapi suami lebih belain adiknya ketimbang istrinya ...."Rania kembali menghela nafas, sembari menatap nanar langit meratapi betapa sakitnya jadi dirinya saat ini. Puas melakukan hal itu dan merasa cukup, Rania memutuskan untuk pulang dan merogoh tasnya untuk memeriksa dompetnya."Hm, kenapa
Rania akhirnya makan bersama dengan Arga siang itu, tapi dia hanya makan sedikit, sebab memang benar adanya dia sudah makan siang itu lebih dahulu bersama Melati sebelumnya."Makan yang banyak Rania. Itu makanan kamu masih lebih banyak makanan kucing," komentar Arga menatap tajam Rania."Aku sudah makan siang Mas Arga. Berapa kali lagi aku bilang sih, dari tadi nggak percayaan mulu. Udah deh lebih baik Mas aja tuh yang menghabiskan makanannya," balas Rania dengan nada jengkelnya.Arga menghela nafas, dan memperlihatkan dengan jelas wajahnya yang tak percayaan. Memanggil pelayan lalu memesan minuman yang menurutnya cukup bernutrisi untuk mengantikan nutrisi makanan siang yang tak mau Rania makan.Melihat itu Rania cuma mendesah kasar dan begitu minumannya jadi dan tiba di meja mereka, dia dengan cepat meminum dalam tiga tegukan.Gluk-glukk!"Uhuk-uhuk!!"Perempuan itu bahkan sampai tersedak karena tak sabaran, hanya untuk memuaskan ego suaminya."Pelan-pelan Ran ....""Pokoknya kan sud
Siang itu, karena kesal dengan Arga, Rania membangkang dan tidak datang makan siang. Bahkan dengan berani dia mengirimkan pesan supaya Arga tidak menunggunya karena dia sudah pergi makan. Arga yang membaca pesannya tentu saja tak terima dan menjadi marah.Namun belum juga selesai dengan urusan Rania, tiba-tiba saja Salsa datang dan mengunjunginya. Gadis itu dengan wajah tanpa dosanya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan Arga. Sialnya lagi ada Viona adiknya di sana."Kita makan siang barengan yuk, Ga!" seru Salsa mengajak."Iya nih, Mas. Udah lama nggak barengan," timpal Viona. "Biasanya dulu sebelum Mas menikah kita sering pergi bersama," tambah Viona dengan wajah tanpa dosanya."Maaf aku tidak bisa, kalian pergilah," jawab Arga dingin bahkan dia tak mau menatap Salsa dan hanya menatap adiknya saja. Itupun dengan tatapan dinginnya."Tidak punya waktu apanya, ini waktu makan siang," ujar Viona merengek. "Ayolah Mas, masa mau membuat Kak Salsa kecewa ...."Arga baru saja akan menj
Rania berani keluar dari mobil Arga, setelah sebelumnya memastikan tak ada mahasiswa yang dikenali olehnya sedang berkeliaran di sekitar sana. Perempuan itu mengendap-endap seperti tengah bersembunyi dari sesuatu, membuat Arga yang memperhatikannya mendesah kasar."Ngapain sih, kayak orang kurang kerjaan aja!" seru Arga menyusulnya, padahal Rania sudah dengan susah payah mempercepat langkahnya agar mereka tak berjalan sejajar, dan takkan ada yang mempertanyakan kedekatan mereka nantinya."Jauh-jauh sana!" kesal Rania langsung menghindar.Arga geleng-geleng kepala, semakin tak mengerti dengan sikap perempuan yang sudah menjadi istrinya itu."Ada-ada aja kamu!" jawab Arga tak habis pikir. "Hm, tapi baiklah. Siang nanti jangan lupa menemuiku dan makan siang bersama," lanjut Arga memperingatkan, sebelum kemudian berlalu dan pergi dari sana.Rania mendesah kasar, tapi kemudian dia mendesah lega. Karena artinya dia tak perlu menjaga sesuatu yang membuat orang lain curiga."Kamu dan Pak Arga
"Jangan melewati batas!" seru Rania dengan tegas, sambil menaruh guling di tengah tempat tidur.Sebenarnya dia bisa saja tidur di sofa, tapi setelah memasak tadi, tubuhnya jadi lumayan penat dan juga agak terasa ngilu. Akan tidak akan enak jika di sofa walaupun empuk karena di sana sempit. Sementara kalau meminta suaminya yang tidur di sana Arga pasti menolak karena pria itu pasti tidak mau."Jangan melewati batas Mas!" peringat Rania ketika melihat Arga mau melewati batas.Namun karena diperingati begitu. Arga bukannya menurut dia malah kesal dan menatap Rania tajam. "Aku tidak mau!"Brukk!!Arga dengan dingin tiba-tiba saja melemparkan bantal gulingnya secara sembarang."Kalau kamu keberatan dengan hal itu, silahkan saja, tapi aku tidak akan melakukannya. Tidak batasan diantara kita Rania dan sadarlah akan posisimu sekarang!" geram Arga yang a







