Share

Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami
Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami
Penulis: Desy Cichika Harish

Nestapa Nazharina

last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-03 15:39:42

Seorang lelaki paruh baya berdiri di depan pintu kelas. Wajahnya lelah, suaranya berat saat menyampaikan maksud pada guru wanita yang sedang mengajar.

“Tolong bujuk Nazharina untuk pulang sekarang juga. Kami akan memakamkan ibunya pagi ini.”

Alicia, sang guru, sontak menoleh ke belakang. Pandangannya tertuju pada seorang siswi yang sedang merebahkan kepala di atas meja sambil mencoret-coret kertas ujian. Satu tangan menggenggam pensil, tapi goresannya tak bermakna.

“Ibunya… meninggal?” tanya Alicia, tercekat. Ada keterkejutan yang sulit disembunyikan dari suaranya.

“Iya. Kecelakaan saat dalam perjalanan ke pasar pagi tadi, menjual sayuran seperti biasa.”

Alicia menggeleng pelan, hatinya nyeri. “Nazharina pasti sangat terkejut mendengar ini.”

“Dia sudah tahu,” jawab pria itu. “Jenazah ibunya kami antar ke rumah pagi ini. Tapi dia tetap berangkat ke sekolah. Katanya… hari ini ada ujian.”

Alicia menatap pria itu tak percaya. “Dia tahu ibunya meninggal, dan tetap masuk sekolah?”

Pria itu hanya mengangguk. Sorot matanya menyimpan duka yang tak kalah dalam.

Alicia menarik napas panjang. “Baik. Aku akan membujuknya.”

Ia melangkah pelan ke sisi meja Nazharina, lalu duduk di bangku kosong di sebelahnya. Wajah gadis itu tampak murung, tetapi tidak ada air mata. Tidak ada isak. Hanya hening yang mencekam.

“Nazh…” panggil Alicia lembut. “Kau boleh pulang sekarang. Ibumu… mereka sedang menunggu.”

Nazharina tetap menunduk. Tangannya terus mencorat-coret kertas ujian hingga tinta bolpoinnya pecah, membentuk noda hitam. Suaranya lirih saat menjawab.

“Aku tak mau pulang. Aku… hanya ingin menyelesaikan ini. Kalau aku berhenti sekarang… rasanya seperti aku benar-benar kehilangan semua.”

Suaranya nyaris tak terdengar.

Alicia melihat dengan mata berkaca. Gadis ini sedang berusaha keras menahan diri agar tidak runtuh.

“Nazharina,” bisiknya, “kau bisa mengerjakannya besok. Kami mengerti. Ini keadaan darurat. Tidak apa.”

Akhirnya, Nazharina menegakkan tubuh. Netranya mulai berkaca, tapi tetap belum meneteskan air mata. Ia menatap Alicia dengan suara yang bergetar.

“Miss Alicia… bolehkah aku tetap di sini? Tolong… jangan paksa aku pulang.”

“Kenapa, Sayang?” tanya Alicia, hatinya seperti diremas. “Ceritakan padaku.”

Nazharina menunduk. “Aku takut pulang…” bisiknya. “Rumah itu… terlalu sunyi.”

“Sunyi?” tanya Alicia, lembut.

Nazharina mengangguk. “Ayahku meninggal tahun lalu. Sekarang ibu juga pergi. Kalau aku pulang… tak ada siapa-siapa lagi. Tak akan ada yang menyambutku, atau memanggil namaku. Hanya tembok, kasur, dan baju-baju yang tak lagi punya pemilik.”

Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara yang makin tenggelam, “Aku takut sepi itu akan membunuhku pelan-pelan.”

Alicia tak bisa berkata apa-apa. Air matanya tumpah begitu saja.

Beberapa teman sekelas Nazharina berdiri. Satu per satu mereka mendekat, memeluknya. Hangat, erat. Hingga akhirnya, tangis itu pecah. Gadis dua belas tahun itu menggugurkan dindingnya, dan menangis di tengah pelukan para sahabatnya.

Tangis itu direkam. Bukan untuk dijadikan tontonan, tapi untuk dikenang. Tapi dunia maya tak pernah tahu batas. Video itu tersebar. Viral. Dan tak lama, sampai ke sebuah ruang keluarga yang hangat di seberang kota.

“Kasihan sekali anak ini. Matanya… seperti minta ditolong,” bisik Erina.

Sang suami, Marco, mengangguk perlahan. “Terlalu banyak luka untuk anak sekecil itu.”

"Bisakah kita mengadopsinya untuk menjadi teman bagi Arian?"

Marco menghela napas, menatap istrinya yang begitu menginginkan seorang anak perempuan. "Kamu yakin, Sayang? Mengadopsi anak itu bukan perkara mudah. Dia baru saja kehilangan ibunya. Akan ada banyak hal yang perlu kita pertimbangkan."

"Aku yakin." Erina menggenggam tangan Marco. "Aku selalu ingin memiliki anak perempuan. Lagipula, Arian sendirian. Dia butuh seseorang untuk menemaninya."

Setelah proses yang panjang dan melelahkan, Nazharina akhirnya resmi menjadi anggota keluarga mereka.

Saat pertama kali melangkah masuk ke rumah barunya, Nazharina terpana. Tapi bukan kemewahan rumah yang membuatnya terdiam, melainkan tatapan hangat Erina yang menyambutnya seperti putri kandung sendiri.

Erina memeluk erat, berjanji bahwa gadis itu tak akan pernah sendirian lagi.

Namun tak semua sambutan itu hangat.

“Arian, ini adikmu sekarang. Namanya Nazharina,” ucap Erina ceria, menggandeng tangan si gadis kecil.

Nazharina menyodorkan tangan, ragu. “Hai… senang bertemu denganmu, Kak Arian.”

Arian hanya menatap tangan itu datar. Tidak menjabat, tidak mengangguk. Sekian detik berlalu… tangan Nazharina masih menggantung di udara. Ia menariknya kembali, berpura-pura menggaruk hidung.

Sejak saat itu, ia tahu—Arian tidak menyukainya.

Tapi itu tak apa. Ia sudah terbiasa sendiri. Dan kali ini, meski tanpa cinta, setidaknya ia punya rumah.

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.

Suatu hari, telepon rumah berdering. Suara dari seberang membawa kabar duka yang menghancurkan segalanya.

Erina dan Marco mengalami kecelakaan.

Nazharina dan Arian bergegas ke rumah sakit, berharap mendapat keajaiban. Tapi kenyataan tak sebaik harapan.

Marco meninggal di tempat. Erina masih bertahan, namun kondisinya kritis.

Di ranjang rumah sakit, dengan suara lemah dan napas tersengal, Erina menggenggam tangan Arian.

“Arian…”

“Iya, Mama. Aku di sini.”

“Tolong… jaga Nazharina… Jangan biarkan dia sendirian.”

“Mama…”

“Dan saat dia berumur dua puluh tahun… nikahilah dia.”

Arian tertegun. “Mama, itu—”

“Janji…”

“Mama…” Arian menahan tangis. “Jangan paksa aku—”

“Tolong...”

Detik berikutnya, jantung itu berhenti berdetak.

Itulah kata terakhir Erina sebelum menutup mata untuk selamanya.

Dunia runtuh. Dan janji itu menjadi beban yang tak bisa Arian tolak.

Arian ingin protes, ingin berkata bahwa cinta tak bisa diwariskan seperti wasiat. Tapi mulutnya kelu—karena itu permintaan dari wanita yang sekarat, wanita yang telah menjadi ibunya sejak kecil.

Beberapa tahun kemudian, janji itu ditepati.

Pernikahan tanpa pesta. Tanpa cincin. Tanpa ciuman.

Hanya dua orang duduk bersebelahan di kantor catatan sipil, menandatangani kertas demi memenuhi kehendak seorang ibu.

Malam pertama itu… mereka tidur membelakangi satu sama lain. Tak saling menyentuh. Tak saling bicara.

Malam-malam setelahnya pun begitu.

Sepuluh tahun menikah, Arian belum pernah menyentuh Nazharina dengan cinta.

Nazharina menunggu. Setiap hari. Setiap ulang tahun pernikahan. Setiap malam di saat turun hujan.

Tapi yang datang bukan pelukan. Bukan kehangatan.

Yang datang hanya dingin… sunyi... dan harapan yang perlahan mati di dalam hatinya.

Hingga suatu malam, di usia 30 tahun, Nazharina berdiri di depan cermin. Menatap dirinya sendiri, lalu berbisik, “Cinta tak bisa dipaksa… tapi aku juga tak bisa terus menunggu.”

Saat itu, untuk pertama kali…

…ia ingin pergi.

Dan pada akhirnya, Nazharina memutuskan untuk menyerah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Yang Dijaga, Yang Disembunyikan

    Kinoshita melanjutkan, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan malam. “Aku juga pernah dengar... dari salah satu mantan rekan kerja kita di butik. Katanya... Nyonya Clara pernah datang dan meminta maaf padamu, atas insiden tuduhan gila itu.”Nazharina mengangguk perlahan. “Itu benar. Tapi aku tidak pernah tahu apa yang membuatnya tiba-tiba berubah.”Kinoshita mencondongkan tubuh. “Desas-desus bilang, ada seseorang berpengaruh yang menampar Nyonya Clara dan mengancam jabatan suaminya. Katanya, kalau dia tidak meminta maaf padamu, suaminya akan kehilangan posisi penting di dewan pemilik saham perusahaan.”“Aku...” Nazharina tampak terpukul, “Aku tidak tahu soal itu.”“Dan... tak lama setelah itu, Shelby juga dipecat. Mendadak. Tanpa penjelasan.”Hening.Kinoshita menatapnya tajam, tapi dengan kelembutan yang tak bisa disangkal. “Apa kau tak merasa semua ini bukan kebetulan? Bahwa mungkin... selama ini, Tuan Arian menjagamu dari jauh?”Nazharina masih

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Tawa, Luka dan Masa Lalu

    Nazharina langsung menyikut Arian dengan lembut. “Arian...”Tapi Arian justru mengangkat bahu. “Hanya bercanda.”“Astaga...” Kinoshita menutup wajah dengan kedua tangan. “Saya bersumpah demi kucing saya, saya tidak lihat apa-apa!”“Sayang sekali,” sahut Arian ringan.Nazharina nyaris menjatuhkan mapnya karena tertawa tertahan.Arian bersandar ringan pada counter, mendekatkan wajahnya sedikit. “Tapi tentu saja, masalah pelanggaran area terbatas bukan perkara kecil. Bisa saja... berujung pada sanksi. Atau bahkan... pemecatan.”Kinoshita menarik napas panjang seperti baru keluar dari kolam es. “Tuan Arian... saya mohon... jangan main-main soal pemecatan. Saya masih punya cicilan, kucing, dan... harga diri.”Arian tertawa. Benar-benar tertawa.Itu tawa rendah, hangat, dan—membuatnya tampak manusiawi. Tak ada kesan superioritas. Tak ada tekanan.“Tenang. Aku tidak akan memecatmu,” katanya, melirik Nazharina sekilas. “Tapi... aku akan mempertim

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Kinoshita dan Fakta Tak Terlupakan

    Maxime tertawa. “Kau terlalu banyak diam. Setidaknya sekarang aku tahu alasannya. Coba tebak, Nazh… saat kau tak muncul ke kantor, semua orang mengira kau sedang dalam misi rahasia. Ternyata misinya... bernuansa kasur.”Nazharina hampir tertawa, tapi memilih tetap menjaga wajah dinginnya. “Aku tak akan membahas ini.”“Tentu tidak. Tapi izinkan aku mengingatkan—gosip kantor lebih kejam dari kenyataan. Dan kau baru saja memberi mereka materi untuk seminggu penuh.”Nazharina menyipitkan mata. “Aku akan pasang batas, Max.”“Bagus. Karena kalau tidak, aku khawatir ruangan ini akan berubah jadi ruang konsultasi pranikah... atau—”“Cukup,” potong Nazharina, meski suaranya terdengar terlalu lembut untuk terdengar mengancam.Maxime mengedip jahil. “Oke, Nyonya yang setengah-resmi. Tapi satu hal terakhir...”Nazharina menoleh malas. “Apa lagi?”Maxime mengangguk ke arah perutnya. “Kalau tiba-tiba kau mulai mual-mual, aku akan jadi orang pertama yang men

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Nazharina Sudah Kembali

    Pintu kaca buram itu terbuka tanpa ketukan. Maxime menyelip masuk dengan gaya seenaknya, satu tangan membawa dua cangkir kopi. Senyum jahil langsung mengembang begitu melihat Arian sedang berdiri di dekat jendela, dengan senyum kecil yang tidak biasa.“Ini untukmu, Bapak CEO yang sedang mabuk asmara,” kata Maxime sambil meletakkan kopi di meja Arian.Arian hanya melirik, tak bereaksi. Tapi Maxime tahu betul, sikap datar itu hanya kedok dari pria yang sedang menyembunyikan sesuatu.“Pagi yang cerah, bukan?” sindir Maxime sambil menjatuhkan diri ke sofa. “Tapi sepertinya cuaca di kamarmu lebih panas dari kemarin.”Arian hanya menggeleng, melirik sekilas. “Apa kau selalu punya waktu untuk urusan pribadi orang lain?”“Kalau itu melibatkan teman lama dan wanita yang selama ini membuatnya susah tidur, tentu saja,” jawab Maxime santai. “Kau terlalu bersinar hari ini. Matamu bahkan tidak sekaku biasanya.”Arian kembali ke mejanya. “Max.”“Aku serius. Kau d

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Bosku, Mantanku, Masalahhku

    "A-Astaga, Kinoshita! Berhenti!" seru Nazharina panik, mengejar langkah cepat temannya yang langsung menuju lorong kamar.Tapi terlambat.Kinoshita sudah sampai di depan pintu kamar yang terbuka sedikit, dan apa yang dilihatnya membuat dia terdiam membeku.Di dalam, Arian duduk santai di tepian kasur, hanya mengenakan celana panjang, dada bidangnya telanjang, rambutnya berantakan dengan cara yang sangat... sangat intim.Kinoshita menutup mulutnya erat-erat, menahan teriakan. Matanya membulat seperti piring. Ia mundur cepat, membentur dinding dengan bunyi 'duk' kecil.Nazharina buru-buru menarik lengannya, menyeretnya keluar sebelum Arian sempat sadar.Mereka berdua jatuh ke sofa, napas memburu."Nazh!" Kinoshita akhirnya bersuara, setengah berbisik, setengah menjerit. "Kau tidur dengan Tuan Arian!"Nazharina memejamkan mata, mengutuk nasibnya."Aku bisa jelaskan semuanya," desahnya, berusaha terdengar tenang."Astaga, astaga..." Kino

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Jejak di Kulit, Luka di Hati

    Arian membalik tubuh Nazharina, mencium tulang belakangnya dengan lembut, lalu kembali mengisinya, kali ini lebih dalam, lebih perlahan, seolah ingin membuat malam itu bertahan selamanya.Nazharina mengerjap pelan, berusaha mengatur napas yang masih memburu. Tubuhnya terasa lemas, nyaris tak bisa bergerak, tapi kehangatan aneh menyelimuti hatinya.Lengan kekar itu menariknya kembali ke dalam pelukan. Kulit panas mereka kembali bersentuhan, membangkitkan bara yang belum sepenuhnya padam."Kau pikir aku puas hanya sekali?" bisik Arian di telinganya, suaranya serak dan berat oleh hasrat yang belum reda.Nazharina menggeliat kecil, mencoba berpaling, tapi Arian sudah membalik tubuhnya hingga kini ia menatap pria itu. Wajah Arian berada sangat dekat, matanya menatap dengan dalam."Aku ingin melihatmu lebih jelas," gumam Arian, mengusap helai rambut yang menempel di pipi Nazharina.Sebelum Nazharina bisa membalas, Arian kembali menunduk, mencium bibirnya perl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status