Share

5. SANDIWARA

"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini?

"Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?"

"Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara.

"Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu"

"Memangnya kenapa?"

Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara.

Clara berpikir sejenak.

"Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..."

Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu.

"Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia temui.

"Seharusnya ibu yang tanya padamu Rama. Menikah diam-diam. Kau anggap apa ibumu ini?" Nada bicara nyonya Triana sedikit kesal.

Rama menatap Clara. Mereka saling berpandangan. Clara menunduk tidak berani melihat tatapan Rama.

"Apa yang Clara katakan pada ibu?" Rama bertanya.

"Dia tidak mengatakan apapun. Dia bilang kau yang akan menjelaskan pada ibu"

"Baiklah aku katakan. Clara adalah istriku, kami menikah 4 bulan yang lalu" Clara terkejut dan kembali menatap Rama.

"Tuan Rama...?"

"Iya bu. Maafkan Rama belum sempat memberitahu ibu karena Rama sangat sibuk."

"Dasar anak tidak berbakti. Hal sebesar ini masih tidak sempat memberitahu ibu. Jika ibu tidak datang, mungkin saat cucu ibu lahir kau juga tidak akan memberi tau ibu"

"Aku pasti memberitahu ibu. Bukankah ibu dari dulu mengharapkan seorang cucu?" Rama tersenyum meski terlihat itu begitu canggung.

"Tapi kenapa ibu tidak lihat kalian seperti suami istri. Seharusnya suami istri itu bersikap mesra. Pulang kerja seorang suami mencium kening istrinya dan istri mencium tangan suaminya."

Rama segera duduk dan memeluk pundak Clara. Menarik kedua sudut bibirnya, memaksakan senyuman di bibirnya.

"Itu cuma perasaan ibu saja" ucap Rama. Clara melirik tangan Rama yang melingkar di pundaknya. Ada rasa hangat saat kepala Clara menempel ke dada Rama.Sosok yang biasanya berpenampilan dingin itu ternyata bisa berubah menjadi sosok yang hangat dalam sekejap. Tiba-tiba hati Clara berdebar.

Apa maksud tuan Rama dengan mengatakan pada ibunya bahwa dia adalah istrinya? Bukankah jika ibunya tau kenyataannya ini akan menjadi masalah besar.

"Sudahlah terserah kalian saja." Nyonya Triana menyeruput teh yang tersaji di meja.

"Dimana orang tuamu Clara? Seharusnya kami besan saling berkenalan" lanjutnya

"Dia sudah tidak punya orang tua bu. Dia hidup sebatang kara di dunia ini" Rama menjawab. Clara kembali menatap Rama. Rama tau benar ibunya tidak akan mempermasalahkan menantunya dari mana atau keluarga mana. Yang terpenting menantunya adalah orang yang berakhlak baik dan menghormati suami serta orang tua. Rama melihat Clara sudah cukup memenuhi kriteria itu.

"Oh, kasihan sekali. Tenang saja Clara, mulai hari ini anggap aku sebagai ibumu sendiri. Tidak perlu sungkan" Nyonya Triana tersenyum sambil menggenggam tangan Clara dengan penuh kehangatan.

"Ba...baik bu"

"Kalau begitu temani suamimu ke kamar untuk berganti pakaian. Dan segeralah pergi ke ruang makan. Kita makan bersama."

"Apa? Tapi bu..." Belum selesai Clara bicara Rama menarik tangan Clara sambil berdiri.

"Baik bu" Rama menggenggam tangan Clara menuju kamarnya. Clara hanya bisa patuh tanpa bisa melawan.

Sesampainya di dalam kamar, Rama menutup pintu.

"Duduk!!" Perintahnya pada Clara dengan dingin. Tiba-tiba sikapnya berubah 180 derajat. Clara terkejut dan menurut.

"Dengar!! Kau pura-pura saja menjadi istriku di depan ibu."

"Tapi kenapa tuan? Apa maksudnya semua ini?"

"Sudah diam! Kau tidak ada hak bertanya padaku. Turuti saja apa yang ku katakan."

"Tuan Rama...saya mohon lepaskan saya..." Mata Clara berkaca-kaca. Sebenarnya dia sudah tidak tahan terus dikurung dalam rumah itu. Tidak pernah tau dengan dunia luar lagi. Dia harus selalu tunduk dan patuh pada semua aturan Rama. Dia bagaikan hewan peliharaan Rama. Rupanya masuk ke dalam rumah itu adalah kesalahan besar

"Saya masih tidak mengerti kenapa tuan memperlakukan saya seperti ini" air mata Clara menetes.

Rama tidak peduli. Dia mengambil pakaian di lemari dan bergegas menuju kamar mandi. Barang-barang di kamar Rama semua terlihat sangat mewah. Hanya saja Clara sudah tidak lagi terkesan seperti pertama kali dia masuk ke rumah itu. Tepatnya dia sudah bosan.

Beberapa menit kemudian Rama keluar dari kamar mandi. Mengenakan celana santai tanpa memakai kaos. Dadanya terbuka. Bentuk tubuh yang ideal untuk seorang laki-laki dengan badan tegap dan dada bidang. Wajahnya terlihat semakin tampan namun masih dengan aura yang dingin.

Clara mengalihkan pandangannya. Tidak pantas rasanya dia melihat semua itu.

"Tuan, sebaiknya saya menunggu tuan di meja makan saja" Clara hendak berdiri dari tempat duduknya.

"Tetap di sana! Siapa yang mengijinkanmu pergi!" Clara kembali duduk dengan takut.

"Jangan sampai ibuku curiga. Kau mengerti??" Bentak Rama.

Setelah memakai pakaian, Rama dan Clara keluar dari kamar menuju meja makan. Terlihat Nyonya Triana menyiapkan makanan bersama Bi Imah. Clara menghampirinya.

"Biar saya bantu bu"

"Tidak usah. Ini sudah selesai. Duduk dekat suamimu dan layani dia makan." Kata nyonya Triana. Clara memandang Rama yang sudah duduk di kursinya. Clara segera duduk di samping Rama. Diam mematung tidak tau apa yang harus dia lakukan. Nyonya Triana duduk dan melihat Clara dengan heran.

"Aku ingin makan cumi-cumi asam manis itu, Sayang. Ambilkan untukku." Menyadari ibunya sedang memperhatikan, Rama segera memberi instruksi pada Clara.

"Ba..baik.." Clara pun mengambilkan apa yang diinginkan Rama. Benar-benar di depan ibunya laki-laki itu berubah total.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status