Share

6. TERJATUH

"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. 

"Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar.

"Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana.

"Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya.

"Ibu tenang saja" balas Rama.

"Baiklah. Ibu pergi dulu"

Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.

Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulikan Clara. Clara menghela napas dalam-dalam. Nerakanya kembali di mulai. Dia beranjak dari tempatnya dan menuju ke kamarnya. Sebelum sampai di kamarnya samar-samar dia mendengar Rama sedang menelepon seseorang. Karena penasaran Clara menguping di balik pintu.

"Sudah ku atur semuanya. Tinggal beberapa bulan lagi. Setelah itu tuan Smith tidak akan dapat sepeserpun. Jangan harap dia bisa menikmati hasil dari perusahaan White Castle."

Bukankah tuan Smith adalah suami nyonya Triana? Ada apa sebenarnya? Kenapa Rama bicara seperti itu?

"Sedang apa nona?" Tiba-tiba Bi Imah muncul mengejutkan Clara.

"Bukan apa-apa, Bi. Cuma melihat-lihat takut ada debu di pintu ini. Bukankah tuan Rama alergi debu?" Clara membungkukkan badannya sambil mengelus pintu.

Pintu di buka dari dalam.

"Sedang apa kalian di sini?" Bentak Rama. Clara kembali terkejut. Jika saja dia punya penyakit jantung mungkin sudah pingsan.

"Tidak apa-apa tuan. Saya tadi kebetulan bertemu Bi Imah di sini dan kami ngobrol sebentar. Bukan begitu, Bi?" Clara mengerlingkan matanya pada Bi Imah. Tentu saja Rama melihatnya.

"Cepat pergi!!" Rama kembali membentak.

"Ba..baik..tuan" Clara menarik tangan Bi Imah untuk segera pergi dari hadapan Rama. Mereka pergi ke taman belakang. Seperti biasa jika Clara merasa bosan dia akan pergi ke taman belakang dan ngobrol bersama Bi Imah.

"Bi...apa bibi percaya kalau aku adalah istrinya tuan Rama?" Clara duduk di sebuah gazebo dan menyandarkan kepalanya sambil melihat langit yang cerah dengan awan yang saling beriringan.

"Kenapa nona berkata seperti itu? Tentu saja saya percaya." Jawab Bi Imah.

"Mana ada suami yang bersikap seperti itu pada istrinya bi?"

"Saya tau sifat tuan Rama, nona. Tuan Rama memang seperti itu. Tapi percayalah sebenarnya dia orang yang baik" jelas Bi Imah.

Baik dari mananya? Clara mengerucutkan bibirnya. Hanya saja memang segala kebutuhan Clara tidak pernah ada yang terlupa diberikan. Bahkan kandungannya dirawat dengan baik dengan rutin memanggil dokter ke rumah itu. Tapi tetap saja Clara merasa bosan. Tidak boleh melakukan hal sesuka hati dan dilarang keluar sama sekali. Kabur pun tidak mungkin karena rumah itu dikelilingi benteng yang sangat tinggi, sedangkan di depan ada satpam yang menjaga 24 jam.

"Bibi tidak penasaran darimana asalku?" Clara kembali bertanya.

"Dari manapun asal nona, saya yakin pilihan tuan Rama tidak akan salah " jawab Bi Imah.

Huh, membosankan. Selalu memuji laki-laki itu. Apa hebatnya dia.

"Tuan Rama bukan tipe orang yang suka membawa wanita. Dia pernah punya kekasih tapi dikhianati. Sejak itu tuan Rama sangat dingin pada wanita. Jangankan membawa wanita ke rumah, melirik wanita saja dia tidak mau." Jelas Bi Imah.

"Begitu rupanya.."

"Tuan Rama sudah membawa nona ke rumah ini untuk menjadi istrinya. Sekarang nona Clara hamil anak tuan Rama. Ini adalah berita yang sangat bagus"

Clara tercekat. Ini bukan anak Rama. Tapi Rama berani mengakui pada semua orang kalau ini adalah anaknya. Bahkan ayah kandungnya sendiri tidak mau mengakui. Bagaimana mungkin orang yang tidak ada sangkut pautnya berani mengakui kalau itu adalah anaknya? Tuan Rama benar-benar misterius. Entah apa yang sedang direncanakan.

Hari ini usia kandungan Clara sudah menginjak delapan bulan. Clara menjalani hari-hari dengan jenuh karena tidak bisa berbuat apa-apa. Malam hari Clara terbangun karena merasa haus. Dia beranjak dari tempat tidurnya bergegas pergi ke dapur. Sesampainya di dapur dia menuju kulkas yang terletak di pojok ruangan untuk mengambil air dingin. Clara menuangkan air dingin ke dalam gelas. Karena rasa kantuk tanpa sengaja Clara menumpahkan airnya ke lantai. Clara tidak menyadarinya. Saat ingin kembali ke kamar, kakinya menginjak tumpahan air itu, dia terpeleset dan jatuh. Spontan Clara berteriak. Mendengar ada teriakan dari arah dapur, Rama yang sedang berada di ruang kerja dengan cepat pergi ke dapur. Dia melihat Clara sudah duduk di lantai dengan memegangi perutnya sambil meringis kesakitan. 

"Apa yang kau lakukan di sini??" Bentak Rama dan dengan cepat segera membopong tubuh Clara. Bi Imah berhenti di depan pintu dapur, tercengang melihat Clara yang sudah dibopong oleh Rama. Dia juga datang karena mendengar teriakan dari dapur.

"Bersihkan lantai itu cepat,Bi!" Teriak Rama setengah berlari menuju kamarnya. Menggeletakan tubuh Clara di atas tempat tidurnya. Clara terus memegangi perutnya menahan rasa sakit yang luar biasa. Dahinya berkeringat. Rama segera mengambil ponsel di atas meja untuk menelepon dokter. 

Tidak lama dokter datang.

"Ada apa dengan nona Clara, tuan?" Tanya dokter sembari membuka kotak peralatan yang dibawanya.

"Dia baru saja terjatuh,dokter. Tolong periksa kondisinya" Rama sedikit merasa panik.

Dokter segera memeriksa Clara. Melihat apakah kondisi Clara dan bayinya baik-baik saja.

"Sementara saya beri obat pereda rasa sakit. Syukurlah kondisi ibu dan bayinya tidak apa-apa. Tapi untuk memastikan besok bawalah nona Clara ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut" kata dokter.

"Baik dokter " jawab Rama.

Sepeninggal dokter, Rama menghampiri Clara yang terbaring di ranjangnya. 

"Sungguh ceroboh!" Rama menatap Clara tajam.

Sesaat kemudian Bi Imah datang membawa minuman. Dia membantu Clara duduk dan mengarahkan gelas yang dibawanya untuk diminum Clara. Meminumkan obat yang diberikan dokter.

"Kenapa bisa ada air di lantai dapur,Bi?" Rama bertanya dengan sedikit emosi.

"Saya tidak tau tuan. Sebelum tidur saya selalu memastikan semua sudah beres" 

"Saya tidak sengaja menumpahkan air ke lantai. Bukan salah Bi Imah" Clara menjawab masih dengan muka pucat karena rasa sakit.

"Itulah kenapa aku melarangmu pergi ke dapur! Kenapa tidak panggil Bi Imah untuk mengambilkannya??"

"Sudah larut malam tuan. Saya tidak tega membangunkan Bi Imah" jawab Clara pelan.

"Dasar ceroboh!!"

"Bibi kembalilah tidur. Saya sudah tidak apa-apa" Clara berkata pada Bi Imah.

" Baik nona. Kalau ada apa-apa panggil saja Bibi" Bi imah pergi meninggalkan Clara dan Rama. Menutup pintu kamar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status