Share

S2 - Histeria Riri

Author: QueenShe
last update Huling Na-update: 2025-10-08 09:12:29

Riri duduk terdiam di sofa suite, menatap kosong ke arah jendela. Langit Interlaken yang tadinya cerah kini mulai mendung, seolah ikut berduka atas tragedi yang menimpanya.

Di tangannya tergenggam erat foto Aldrich, foto yang diambil pagi sebelum penculikan. Aldrich yang tersenyum lebar dengan es krim di tangannya, wajahnya penuh kegembiraan.

"Sayang Mama... Kamu dimana?" bisik Riri dengan suara serak. Air mata sudah tidak keluar lagi, sepertinya kelenjar air matanya sudah kering.

Pintu suite terbuka. Damian masuk dengan langkah berat, diikuti Kana di belakangnya. Wajah keduanya sama-sama lelah dan penuh kekhawatiran.

Riri menoleh dengan tatapan penuh harap. "Ada kabar? Aldrich ditemukan?"

Damian menggeleng pelan sambil menghampiri istrinya diikuti Kana, duduk di sampingnya dan memeluknya. "Belum, sayang. Tapi kami sudah punya petunjuk. Kana punya teori yang masuk akal."

Ini pertemuan pertama Riri dengan mantan suaminya Kana. Walaupun sempat melihat Kana di toko souvenir, mereka berdu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Melindungi

    Di kantor pusat Recon Group, yang menjulang angkuh di tengah lanskap bisnis Jakarta, Aldrich Wira duduk di ruang rapat eksekutif. Di hadapannya, beberapa manajer senior sedang mempresentasikan strategi pemasaran kuartal berikutnya. Topeng CEO yang dingin dan fokus terpasang sempurna, tetapi mata Aldrich sesekali melirik ponselnya. Pikirannya melayang jauh dari angka dan proyeksi bisnis. Ia terus teringat wajah Pevita yang penuh air mata semalam, dan bisikan, meskipun ia sendiri tak sanggup membalasnya secara verbal karena ketakutan yang mencekik. Ponselnya bergetar. Pesan dari Maudy. Maudy: Good morning, sayang. Aku sudah tidak sabar untuk konferensi pers besok. Kita akan tampil bersama di depan media. Aku ingin dunia tahu betapa spesialnya kamu bagiku. Aldrich menatap pesan itu. Rasa jijik dan keharusan untuk tetap bermain memaksanya mengetik balasan dengan cepat, tanpa emosi. Aldrich: Aku juga tidak sabar, Maudy. Sampai besok. Dia meletakkan ponselnya dengan sedikit kasar, ger

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 -Pevita bergerak

    Aldrich keluar dari kamar dengan langkah berat, masih mengenakan kemeja putih yang belum dikancing penuh. Rambutnya sedikit berantakan, tanda malamnya tanpa tidur. Ia sempat berhenti di ambang pintu ruang makan. Pevita sedang menyiapkan roti panggang dan omelet, dengan gerakan yang sama lembut dan tenang seperti biasanya. Tidak ada bayangan air mata semalam. Tidak ada tatapan dingin seperti beberapa hari terakhir. “Selamat pagi, Tuan,” sapanya pelan sambil menoleh sekilas, tersenyum tipis. Senyum itu sederhana tapi entah kenapa justru membuat Aldrich makin bingung. Itu bukan senyum seorang kekasih, melainkan senyum seorang pelayan yang telah menerima nasibnya. “Selamat pagi,” balas Aldrich, suaranya serak. Ia menarik kursi dan duduk. Matanya memperhatikan Pevita yang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya. “Kamu… sudah tidur?” Pevita tersenyum tanpa menatap. “Sudah, Tuan. Saya tidur nyenyak.” Padahal matanya sedikit sembap. Tapi ia tahu cara menutupi semuanya. Keintiman semalam ad

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Patah hati

    Langit sore di atas kota berwarna keemasan, tapi di dalam penthouse Aldrich, warna itu terasa pudar. Pevita menatap layar televisi tanpa benar-benar melihat. Suara pembawa berita terdengar jelas: “CEO muda Rayzen Group, Aldrich Wira, resmi memberikan cincin kepada aktris Maudy Lintang dalam sebuah acara keluarga. Foto-foto eksklusif dari momen itu kini viral di media sosial.” Jantungnya berdegup pelan tapi berat. Tangannya yang sedang memegang lap piring berhenti di udara. Tatapannya kosong, terpaku pada layar yang menampilkan wajah Aldrich, pria yang tadi pagi masih menyentuh pipinya dan memintanya percaya. Wajah itu tersenyum lebar di depan kamera. Maudy di sisinya, cincin besar berkilau di jarinya. Cincin yang seharusnya tidak ada. Janji yang seharusnya tidak diucapkan. Pevita mematikan televisi. Ruangan jadi hening, hanya bunyi detak jam di dinding yang terdengar. Ia berdiri lama di dapur, mencoba menelan sesak yang menumpuk di dada. Dia bukan siapa-siapa. Dia tahu itu. Tapi

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Tunangan

    A1ldrich tiba di apartemen Maudy sekitar pukul sembilan pagi. Begitu pintu terbuka, Maudy langsung memeluknya erat. “Kekasihku akhirnya datang juga,” godanya, suaranya lembut tapi matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar rindu. Aldrich sempat terdiam, lalu tersenyum tipis. “Kamu terlihat sangat cantik pagi hari ini." “Untukmu, tentu saja,” jawab Maudy cepat, lalu menarik wajah Aldrich ke arahnya dan mencium bibir pria itu tanpa ragu. Ciuman panjang, penuh rasa memiliki, bukan lagi gairah ringan seperti sebelumnya. Aldrich membalas seadanya, cukup untuk menjaga peran. Dia tahu ciuman itu bukan sekadar sapaan, tapi peringatan. “Hmm… kamu belum sarapan?” tanya Maudy, masih menempel di bahunya. “Belum. Aku kira kita akan makan bersama,” jawab Aldrich tenang. “Bagus.” Maudy tersenyum, menggandeng tangannya ke meja makan yang sudah tertata rapi dengan croissant hangat, buah potong, dan kopi hitam. “Aku ingin kita memulai hari ini dengan sempurna. Hari yang besar, Aldrich.”

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Panggilan pagi

    Pukul enam pagi, Aldrich terbangun lebih dulu. Dia menatap wajah Pevita yang damai dalam tidurnya. Jejak air mata sudah kering, digantikan oleh ketenangan setelah badai emosi. Kehangatan tubuh Pevita, aroma lavender yang menenangkan, dan keheningan kamar itu adalah satu-satunya realitas yang Aldrich ingin percayai. Dia melepaskan pelukannya dengan hati-hati. Meskipun dia tidak bisa mengucapkan kata-kata itu secara langsung, semalam dia telah menunjukkan semua yang ingin Pevita dengar. Dia mengenakan pakaiannya, melirik sekilas ke arah Pevita. Dia harus pergi, kembali memakai topeng Aldrich Wira, kekasih baru Maudy Lintang, untuk melanjutkan permainan yang semakin berbahaya ini. Begitu sampai di ruang kerja, ponselnya berdering. Maudy Lintang. Aldrich menarik napas, mengatur suaranya menjadi nada yang antusias, tetapi sedikit serak karena baru bangun tidur. s Sebuah sentuhan yang sempurna untuk seorang kekasih yang baru saja mengalami malam yang panjang. "Halo, Sayang," sapa Aldr

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Pengakuan Tersembunyi (21+)

    Ciuman Aldrich semakin dalam, semakin putus asa. Tangannya yang semula mengunci wajah Pevita kini bergerak ke belakang kepala gadis itu, jari-jarinya terbenam dalam rambut hitam yang lembut.Pevita masih kaku, tubuhnya masih memberontak secara internal. Tetapi perlahan, pertahanannya mulai runtuh. Kehangatan ciuman Aldrich, intensitas yang berbeda dari ciuman-ciuman sebelumnya, membuat dinding emosionalnya mulai retak.Ini bukan ciuman yang menuntut kepatuhan. Ini adalah ciuman yang memohon pengampunan.Aldrich melepaskan ciuman itu sebentar, napasnya terengah. Dahinya menempel di dahi Pevita, matanya menatap dalam ke mata gadis itu yang masih dipenuhi air mata."Maafkan aku, Pevita," bisiknya, suaranya serak dan penuh emosi yang jarang dia tunjukkan. "Maafkan aku karena membuatmu menderita. Maafkan aku karena tidak bisa melindungimu dari rasa sakit ini."Pevita menatap mata cokelat gelap Aldrich. Di sana, dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Keputusasaan. Ketak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status