Zayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ekspresi marahnya itu sama sekali tidak hilang sejak dari rumah tadi. Bahkan terlihat semakin jelas, dan terus menguasainya.
“Sial, apa-apaan itu tadi. Apa dia mau sok berperan menjadi istri yang baik? Hah, benar-benar menjijikkan. Apa dia sedang memainkan trik kotor saat ini, berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatianku. Apa trik ini juga yang dia gunakan pada papa, sehingga papa tergoda olehnya, dan mengkhianati mama.”Bruk!Mengingat itu, membuat kemarahan Zayden semakin meninggi bahkan sampai memukul setir mobilnya sendiri untuk melampiaskannya.“Cih, tapi aku berbeda dengan papa. Aku tidak akan semudah itu masuk ke dalam perangkapmu. Karena aku sudah tahu, siapa kau sebenarnya.”Sementara di mansion, Aara melihat dengan sedih pecahan-pecahan piring yang berserakan di lantai.Dia mendekat pada pelayan-pelayan di sana yang tengah membersihkannya.Aara tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Kala dia mengingat bagaimana dengan amarahnya, Zayden menghancurkan semua makanan yang sudah dibuatnya sejak pagi buta.Bahkan setelah mengetahui bahwa itu adalah masakannya, jangankan mencobanya. Dia bahkan tak mau melihatnya dan langsung menyingkirkannya.Dari situ, Aara bisa melihat kebencian Zayden yang begitu besar padanya. Kebencian yang terasa sangat sulit untuk dihilangkan.Tapi kenapa, kenapa Zayden bisa sebenci itu padanya. Sebenarnya apa yang sudah dirinya lakukan.Dia tidak pernah mengingat, bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya.Dan dia juga tidak mengingat, bahwa dia pernah melakukan kesalahan, yang bisa membuatnya menumbuhkan rasa benci sampai seperti ini.Lalu, apa alasannya. Kenapa dia tidak bisa mengetahui atau mengingatnya.Aara berjongkok, bermaksud untuk membantu para pelayan membersihkan serpihan kaca itu.“Nyonya, apa yang Anda lakukan?”Dia terkejut, lantas berhenti ketika mendengar suara salah satu pelayan yang menegurnya.“Aku akan membantu kalian membersihkannya. Karena walau bagaimana pun ini adalah salahku. Kalian harus jadi repot seperti ini.”“Tidak, apa yang Anda pikirkan Nyonya. Ini adalah tugas kami, sudah sepatutnya kami melakukannya.”“Tapi aku ingin membantu, aku tidak tenang jika hanya terus melihatnya saja.”“Tidak papa Nyonya, lebih baik Anda istirahat saja. Anda pasti sangat terkejut, bukan?”Aara terdiam, apa yang dikatakan pelayan ini memang benar. Sikap kasar Zayden yang tidak terduga tadi benar-benar membuatnya sangat terkejut.Sampai sekarang, bahkan dadanya masih berdebar cukup keras karena rasa terkejut itu.Aara bahkan harus beberapa kali mengambil nafas dan mengeluarkannya, agar rasa syoknya ini hilang dan perasaannya kembali tenang.“Apa tidak papa?” tanyanya.“Tidak papa Nyonya, justru kami akan merasa bersalah jika Anda sebagai majikan kami melakukan tugas kami sebagai pelayan.”‘Majikan?’ batinnya. ‘Apa itu artinya, mereka menganggapku sebagai nyonya di rumah ini. Bahkan, setelah mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri sikap Zayden padaku. Tapi dengan sopannya, mereka masih menganggapku sebagai majikan?’ lanjutnya.Di sisi lain, Zayden yang baru saja sampai di kantornya tampak di sambut hangat oleh sekretarisnya Sam yang memang sudah lebih dulu datang di sana.“Kau sudah melakukan tugasmu?” tanyanya seraya berjalan masuk ke dalam.“Seperti yang Anda perintahkan Tuan, saya sudah melakukan tugas saya,” jawabnya.“Bagus, kalau begitu berikan laporannya nanti di ruanganku.”“Baik Tuan.”Mereka pun terus berjalan menuju lift, tampak Sam yang menekan tombol panah atas lift, dan seketika pintu lift pun terbuka.Namun, bukannya masuk. Zayden justru hanya terdiam di tempatnya. Ketika kedua netranya itu menangkap sosok papanya yang ada di dalam lift itu dan hendak keluar.Seketika, ekspresi Zayden berubah. Menjadi semakin dingin, dan terlihat tidak senang.“Aku akan menaiki lift lain,” ujarnya dingin lalu pergi dari sana.“Ya, Tuan?” Sam merasa bingung, ekspresinya langsung terkejut ketika melihat Zayden yang langsung pergi begitu saja.Dia yang bingung harus bagaimana pun, kemudian membungkuk memberi hormat pada Zion sebelum akhirnya pergi menyusul tuannya.Zion menoleh ke arah Zayden pergi, wajahnya mengernyit mencoba menerka sikap aneh Zayden padanya.‘Sikap macam apa itu tadi, ada apa dengannya? Dia bahkan tidak menyapaku, dan langsung pergi begitu saja dengan dingin,’ batinnya bingung.Zion mencoba untuk menerkanya, hal apa yang membuat sikap putranya seperti itu. Namun, waktunya tidak tepat dan dia harus segera menyelesaikan urusannya.“Ayo,” ajaknya kemudian pada sekretarisnya Ken.Dia pun keluar dari lift dengan diikuti Ken di belakangnya.Tanpa Zion ketahui, Zayden masih berdiri tak jauh dari posisi lift tadi.Dia menatap tajam pada sosok papanya itu, dan menunjukkan kebenciannya melalui sorot matanya.“Bahkan setelah mengkhianati mama. Kau tetap bersikap tenang, dan seperti tidak merasa bersalah. Apa karena sekarang, wanita kotor itu yang lebih penting bagimu. Cih, aku membencimu,” ucapnya.***Di dalam kamar, Aara tampak duduk di sofa dan melamun. Dia tahu, Zayden melarangnya untuk menyentuh sofa ini apa lagi mendudukinya.Tapi dia tidak peduli, toh Zayden tidak ada di sini. Jadi tidak akan ada yang berkomentar walaupun dia tidur di sini sekali pun.“Nanti malam, aku harus pergi ke klub dan mengurus semuanya.”Deg!Aara tiba-tiba tersentak, seperti mengingat sesuatu setelah apa yang tadi dikatakannya.“Zayden selalu mengataiku perempuan kotor, apakah mungkin dia mengetahui pekerjaanku di klub malam?” pikirnya.Namun, kemudian Aara menggeleng. Mencoba menyangkalnya.“Tidak mungkin, aku tidak pernah mengatakan hal itu padanya. Jadi, dia tidak mungkin tahu. Tapi, kalau begitu apa alasannya mengataiku seperti itu. Apakah ini ada hubungannya dengan alasan dia membenciku?”Aara menunduk, menunjukkan ke putus asaan. Mau bagaimana pun dia berpikir, dia tetap tidak menemukan alasan yang tepat yang membuat Zayden begitu membencinya.“Tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu,” ucapnya.Sementara Aara sedang berpikir dengan keras apa kesalahannya, di luar sana Zayden baru saja sampai di mansion Tan.Dia datang ke sana, untuk memenuhi janjinya pada mamanya.Tampak dia yang langsung masuk ke dalam setelah turun dari dalam mobil dan mendapatkan sambutan hangat dari para pelayan yang menyambutnya di depan pintu.Zayden menghiraukan sambutan itu, dia hanya terus berjalan menuju tempat di mana biasanya mamanya itu berada.Langkah Zayden terhenti, arah pandangnya itu lurus melihat sosok wanita paruh baya yang tengah sibuk menata makanan di meja makan.Zayden tak bisa menahan rasa sedihnya, ketika mengingat bagaimana mamanya itu menangis. Kala mengetahui jika suaminya yang amat dicintainya itu sudah mengkhianatinya dan berhubungan dengan wanita lain.Tampak, Zayden yang mengepalkan tangannya kuat. Dia tidak bisa menerima semua ini, dia marah dan api dendamnya pada Aara semakin mencuat. Hatinya semakin teguh, untuk membuat wanita itu menderita seperti yang sudah dia lakukan pada ibunya.Di sana, Alya yang menyadari kedatangan Zayden pun lantas menoleh.Senyum lebar mulai tersungging dari bibirnya, ketika sosok putra kesayangannya itu berada tepat di depannya.“Zay,” panggilnya.Zayden tersenyum, dia melanjutkan lagi langkahnya itu lalu menghampiri mamanya.Saat Zayden semakin mendekat padanya, Alya pun langsung memeluk putra semata wayangnya itu.Tiba-tiba senyuman itu berubah menjadi sebuah tangisan, tangisan yang membuat Zayden benci ketika mendengarnya.“Zay hiks, Zay ....”“Tidak papa Mah, Zay sudah di sini sekarang,” ucapnya mencoba untuk menenangkan mamanya itu.Ekspresi penuh dendam Zayden tidak bisa dia sembunyikan lagi, suara tangisan ini benar-benar seperti sebuah waktu yang terus mengingatkannya pada tujuan utamanya menikahi Aara.‘Mama tenang saja, mereka akan mendapatkan balasan dari setiap tetes air mata yang mama keluarkan. Aku berjanji,’ batinnya.Zayden memberhentikan mobilnya itu tepat di depan pintu utama rumahnya. Namun, bukannya turun dari sana. Zayden justru tetap di dalam beberapa saat. Dia bahkan menempelkan keningnya itu pada setir mobilnya, terlihat jelas suasana hatinya yang memburuk paska menemui mamanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan mamanya sendirian. Tapi, demi melancarkan rencananya dia harus tinggal sendiri. Karena dia tidak mau jika mamanya tahu kalau dia menikahi Aara yang notabenenya adalah selingkuhan dari suaminya. Terlebih, Zayden juga tidak ingin melihat wajah papanya. Sudah cukup dia menahan emosi saat berada di kantor. Dan dia tidak ingin membuat mamanya semakin sedih jika mendengar pertengkarannya dengan papanya. Zayden mengangkat kembali wajahnya, dia menghela nafasnya dalam seraya bersandar pada kursi mobilnya. Dia pun kemudian turun, setelah perasaannya ini sedikit membaik. Suasana mansion sudah tampak sedikit sepi, mengingat saat ini hari memang sudah cukup larut. Zayden yang tidak
Aara yang baru saja sampai di mansion. Tampak tengah membersihkan lukanya juga mengobatinya. Dia memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit, selain karena tidak memiliki uang. Dia juga merasa jika lukanya ini masih terbilang ringan dan bisa dia obati sendiri. Mulut Aara tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan rasa sakit, namun tangannya juga tidak berhenti untuk mengoleskan obat pada lukanya itu. Sesekali, dia masih memikirkan siapa sebenarnya yang sudah menabraknya. Benarkah ini hanya ketidak sengajaan, dan orang itu benar-benar mabuk. Tapi, jika memang benar. Kenapa dia merasakan hal aneh. Kenapa dia merasa jika orang itu sengaja menabraknya. Siapa lagi sebenarnya yang membencinya dan ingin balas dendam padanya. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini. Brugh! Aara yang tadi tengah melamun itu sontak terkejut, ketika mendengar suara dobrakan pintu yang terbuka dengan begitu keras. Dia menoleh, dan melihat Zayden yang masuk dengan ekspresi marah di wajahnya. “Tu-tuan.” Zayden m
Zayden yang merasa bingung itu, lantas turun dari atas ranjang. Dia memakai kembali pakaiannya dan bergegas keluar dari sana, meninggalkan Aara yang masih menangis seraya menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Aara mencengkeram kuat selimut itu, dengan air matanya yang terus mengalir, dia melihat ke arah pintu yang baru saja Zayden lewati. Tubuhnya masih bergetar begitu hebat, dia tidak menyangka. Jika Zayden benar-benar akan bersikap begitu mengerikan, dia seperti binatang buas yang sedang kelaparan dan memangsa siapa pun yang berada di dekatnya. Sementara itu, Zayden masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia membanting pintu itu dengan keras seakan menunjukkan kebingungannya yang berujung amarah. Zayden berhenti tepat di depan meja kerjanya, dia berdiri dengan kedua tangannya yang dia tempelkan pada meja. Bola matanya terus melihat ke sana kemari, menunjukkan ketidak mengertian yang saat ini dia rasakan. Dia menggeleng. Apa sebenarnya yang sudah terjadi. Wanita itu, bagaimana bisa wa
“Tuan, apakah Anda yang semalam menabrak saya?” tanyanya.Mendapat pertanyaan itu, Zayden terdiam dengan tatapannya yang mengarah lekat pada Aara.“Menurutmu? Apakah itu aku?” tanyanya balik.Aara belum menjawab, dia kembali menoleh pada mobil Zayden dan menatap lekat pelat nomor itu.Dia yakin, dan dia ingat dengan jelas. Pelat nomor yang tertera di sana sama dengan pelat nomor mobil yang menabraknya semalam.Dan juga ... warna mobil ini sama persis dengan mobil yang semalam. Jadi dia tidak mungkin salah.“Tuan?”“Ya, memang aku,” ujar Zayden yang sontak membuat Aara terdiam.Dengan kedua tangannya yang dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden melangkah, mendekat pada Aara. Membuat wanita itu mendongak, agar bisa tetap melihat ekspresi Zayden.“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Kau mau melapor polisi?” tanyanya kemudian dengan angkuh.Aara tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama, air mata itu pun lolos, keluar dari pelupu
Aara pulang dari rumah sakit dengan berjalan kaki melewati trotoar jalan raya yang tampak sudah cukup sepi.Suasana juga sudah begitu gelap, namun untuk menenangkan perasaannya yang sangat kacau saat ini. Dia nekat untuk berjalan kaki dan merenungkan apa sebenarnya yang sudah terjadi.Hal jahat apa yang dia lakukan, hingga sampai memiliki nasib seperti ini.Dimulai dari bangkrutnya perusahaan ayahnya hingga keluarganya yang memiliki banyak hutang, lalu semua itu diperparah dengan ibunya yang memiliki penyakit jantung koroner. Bahkan karena semua itu, dia harus rela bekerja di klub malam agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari juga sebagai biaya pengobatan ibunya.Dia pikir semua itu sudah cukup, tapi ternyata. Masih ada hal mengerikan lainnya, yang menerpa hidupnya.Seseorang yang dia pikir sebagai malaikat, yang bisa merubah hidupnya ini ternyata tidak benar. Dia justru iblis, yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang yang semakin dalam dari sebelumnya.Air mata Aa
Sebuah mobil hitam tampak melaju dengan kecepatan tinggi melewati jalanan raya.Zayden, yang tak lain pemilik dari mobil itu tampak duduk menyandar di kursi belakang seraya tatapannya terus melihat jalanan yang saat ini tengah dilewatinya.Ingatannya itu melayang, pada kejadian satu jam lalu yang membuat perasaannya semakin kacau.Satu jam lalu.Zayden baru saja turun dari dalam mobilnya setelah pulang dari kantor.Dia berniat untuk mengunjungi mamanya terlebih dulu, sebelum pulang ke rumahnya sendiri.Ketika melewati pintu utama, Zayden merasakan hal aneh yang terjadi pada suasana di mansion orang tuanya itu.Para pelayan terlihat ketakutan, mereka bahkan tidak menyambutnya dengan tenang seperti biasanya.Langkah Zayden terhenti, dia menoleh pada Charlos yang merupakan kepala pelayan di mansion itu.“Apa yang terjadi?” tanyanya dingin.“Itu ... Tuan Muda, baru saja terjadi pertengkaran antara nyonya dan tuan besar,” jawabnya.Mendengar itu, tentu saja Zayden terkejut. Piki
Aara duduk meringkuk di pojok ruangan dalam kamarnya. Dia memeluk erat dirinya sendiri, untuk menenangkan perasaannya setelah mendapat perlakuan yang begitu kasar dari Zayden semalam.Dan baru saja, Zayden juga meninggalkan kamar ini dengan raut wajahnya yang masih menunjukkan kebencian dan amarah yang begitu besar padanya.Air mata Aara seketika menetes, karena rasa sakit dalam hatinya yang tidak bisa dia tahan.Tok tok! Aara terperanjat, ketika mendengar suara ketukan dari luar kamarnya. Dengan refleks, dia langsung menyeka air matanya dan berusaha untuk tetap tenang. Walaupun Zayden sudah menunjukkan sikap kasarnya padanya di hadapan para pelayan. Dia tetap tidak ingin terlihat lemah di depan mereka.Dia akan berusaha keras untuk tetap terlihat baik-baik saja, walaupun sebenarnya hatinya sudah hancur berkeping-keping.“Nyonya, ini saya Lucas. Apakah saya boleh masuk?”“Masuklah kepala pelayan,” sahutnya dengan tangannya yang masih sibuk menyeka air matanya.Tak lama kemu
Srek! Lucas menarik kursi untuk Aara duduki. Dengan terus diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Aara pun duduk di kursi itu dan memandangi makanan yang sudah tersaji dengan begitu banyaknya di atas meja. Dulu, sebelum ayahnya jatuh miskin. Dia memang hidup dengan mewah, segala sesuatu yang dia butuhkan selalu dia dapatkan. Dia sangat dimanjakan, hingga hidupnya persisi seperti putri yang ada di negeri dongeng Bahkan perlakuan seperti ini, hanyalah sebagian dari kemewahan yang dia dapatkan. Namun, entah kenapa hidupnya tiba-tiba berubah. Bukan hanya kemewahan yang hilang darinya, tapi hidupnya ini penuh dengan penderitaan yang bahkan tidak ada habisnya. “Silakan makan apa pun yang Anda inginkan Nyonya, makanan ini dibuat khusus hanya untuk Anda,” ucap Lucas. Aara menatap tidak selera pada makanan di depannya itu. Tapi, dia harus berpura-pura ingin makan. Karena hanya dengan inilah, mereka semua tidak akan memperlakukannya dengan buruk lagi. “Wahh, benarkah? Kalau begitu aku ak