Share

Bab 4. Sebuah Janji

Penulis: Pwati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-01 15:15:25

Zayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ekspresi marahnya itu sama sekali tidak hilang sejak dari rumah tadi. Bahkan terlihat semakin jelas, dan terus menguasainya.

“Sial, apa-apaan itu tadi. Apa dia mau sok berperan menjadi istri yang baik? Hah, benar-benar menjijikkan. Apa dia sedang memainkan trik kotor saat ini, berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatianku. Apa trik ini juga yang dia gunakan pada papa, sehingga papa tergoda olehnya, dan mengkhianati mama.”

Bruk!

Mengingat itu, membuat kemarahan Zayden semakin meninggi bahkan sampai memukul setir mobilnya sendiri untuk melampiaskannya.

“Cih, tapi aku berbeda dengan papa. Aku tidak akan semudah itu masuk ke dalam perangkapmu. Karena aku sudah tahu, siapa kau sebenarnya.”

Sementara di mansion, Aara melihat dengan sedih pecahan-pecahan piring yang berserakan di lantai.

Dia mendekat pada pelayan-pelayan di sana yang tengah membersihkannya.

Aara tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Kala dia mengingat bagaimana dengan amarahnya, Zayden menghancurkan semua makanan yang sudah dibuatnya sejak pagi buta.

Bahkan setelah mengetahui bahwa itu adalah masakannya, jangankan mencobanya. Dia bahkan tak mau melihatnya dan langsung menyingkirkannya.

Dari situ, Aara bisa melihat kebencian Zayden yang begitu besar padanya. Kebencian yang terasa sangat sulit untuk dihilangkan.

Tapi kenapa, kenapa Zayden bisa sebenci itu padanya. Sebenarnya apa yang sudah dirinya lakukan.

Dia tidak pernah mengingat, bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya.

Dan dia juga tidak mengingat, bahwa dia pernah melakukan kesalahan, yang bisa membuatnya menumbuhkan rasa benci sampai seperti ini.

Lalu, apa alasannya. Kenapa dia tidak bisa mengetahui atau mengingatnya.

Aara berjongkok, bermaksud untuk membantu para pelayan membersihkan serpihan kaca itu.

“Nyonya, apa yang Anda lakukan?”

Dia terkejut, lantas berhenti ketika mendengar suara salah satu pelayan yang menegurnya.

“Aku akan membantu kalian membersihkannya. Karena walau bagaimana pun ini adalah salahku. Kalian harus jadi repot seperti ini.”

“Tidak, apa yang Anda pikirkan Nyonya. Ini adalah tugas kami, sudah sepatutnya kami melakukannya.”

“Tapi aku ingin membantu, aku tidak tenang jika hanya terus melihatnya saja.”

“Tidak papa Nyonya, lebih baik Anda istirahat saja. Anda pasti sangat terkejut, bukan?”

Aara terdiam, apa yang dikatakan pelayan ini memang benar. Sikap kasar Zayden yang tidak terduga tadi benar-benar membuatnya sangat terkejut.

Sampai sekarang, bahkan dadanya masih berdebar cukup keras karena rasa terkejut itu.

Aara bahkan harus beberapa kali mengambil nafas dan mengeluarkannya, agar rasa syoknya ini hilang dan perasaannya kembali tenang.

“Apa tidak papa?” tanyanya.

“Tidak papa Nyonya, justru kami akan merasa bersalah jika Anda sebagai majikan kami melakukan tugas kami sebagai pelayan.”

‘Majikan?’ batinnya. ‘Apa itu artinya, mereka menganggapku sebagai nyonya di rumah ini. Bahkan, setelah mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri sikap Zayden padaku. Tapi dengan sopannya, mereka masih menganggapku sebagai majikan?’ lanjutnya.

Di sisi lain, Zayden yang baru saja sampai di kantornya tampak di sambut hangat oleh sekretarisnya Sam yang memang sudah lebih dulu datang di sana.

“Kau sudah melakukan tugasmu?” tanyanya seraya berjalan masuk ke dalam.

“Seperti yang Anda perintahkan Tuan, saya sudah melakukan tugas saya,” jawabnya.

“Bagus, kalau begitu berikan laporannya nanti di ruanganku.”

“Baik Tuan.”

Mereka pun terus berjalan menuju lift, tampak Sam yang menekan tombol panah atas lift, dan seketika pintu lift pun terbuka.

Namun, bukannya masuk. Zayden justru hanya terdiam di tempatnya. Ketika kedua netranya itu menangkap sosok papanya yang ada di dalam lift itu dan hendak keluar.

Seketika, ekspresi Zayden berubah. Menjadi semakin dingin, dan terlihat tidak senang.

“Aku akan menaiki lift lain,” ujarnya dingin lalu pergi dari sana.

“Ya, Tuan?” Sam merasa bingung, ekspresinya langsung terkejut ketika melihat Zayden yang langsung pergi begitu saja.

Dia yang bingung harus bagaimana pun, kemudian membungkuk memberi hormat pada Zion sebelum akhirnya pergi menyusul tuannya.

Zion menoleh ke arah Zayden pergi, wajahnya mengernyit mencoba menerka sikap aneh Zayden padanya.

‘Sikap macam apa itu tadi, ada apa dengannya? Dia bahkan tidak menyapaku, dan langsung pergi begitu saja dengan dingin,’ batinnya bingung.

Zion mencoba untuk menerkanya, hal apa yang membuat sikap putranya seperti itu. Namun, waktunya tidak tepat dan dia harus segera menyelesaikan urusannya.

“Ayo,” ajaknya kemudian pada sekretarisnya Ken.

Dia pun keluar dari lift dengan diikuti Ken di belakangnya.

Tanpa Zion ketahui, Zayden masih berdiri tak jauh dari posisi lift tadi.

Dia menatap tajam pada sosok papanya itu, dan menunjukkan kebenciannya melalui sorot matanya.

“Bahkan setelah mengkhianati mama. Kau tetap bersikap tenang, dan seperti tidak merasa bersalah. Apa karena sekarang, wanita kotor itu yang lebih penting bagimu. Cih, aku membencimu,” ucapnya.

***

Di dalam kamar, Aara tampak duduk di sofa dan melamun. Dia tahu, Zayden melarangnya untuk menyentuh sofa ini apa lagi mendudukinya.

Tapi dia tidak peduli, toh Zayden tidak ada di sini. Jadi tidak akan ada yang berkomentar walaupun dia tidur di sini sekali pun.

“Nanti malam, aku harus pergi ke klub dan mengurus semuanya.”

Deg!

Aara tiba-tiba tersentak, seperti mengingat sesuatu setelah apa yang tadi dikatakannya.

“Zayden selalu mengataiku perempuan kotor, apakah mungkin dia mengetahui pekerjaanku di klub malam?” pikirnya.

Namun, kemudian Aara menggeleng. Mencoba menyangkalnya.

“Tidak mungkin, aku tidak pernah mengatakan hal itu padanya. Jadi, dia tidak mungkin tahu. Tapi, kalau begitu apa alasannya mengataiku seperti itu. Apakah ini ada hubungannya dengan alasan dia membenciku?”

Aara menunduk, menunjukkan ke putus asaan. Mau bagaimana pun dia berpikir, dia tetap tidak menemukan alasan yang tepat yang membuat Zayden begitu membencinya.

“Tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu,” ucapnya.

Sementara Aara sedang berpikir dengan keras apa kesalahannya, di luar sana Zayden baru saja sampai di mansion Tan.

Dia datang ke sana, untuk memenuhi janjinya pada mamanya.

Tampak dia yang langsung masuk ke dalam setelah turun dari dalam mobil dan mendapatkan sambutan hangat dari para pelayan yang menyambutnya di depan pintu.

Zayden menghiraukan sambutan itu, dia hanya terus berjalan menuju tempat di mana biasanya mamanya itu berada.

Langkah Zayden terhenti, arah pandangnya itu lurus melihat sosok wanita paruh baya yang tengah sibuk menata makanan di meja makan.

Zayden tak bisa menahan rasa sedihnya, ketika mengingat bagaimana mamanya itu menangis. Kala mengetahui jika suaminya yang amat dicintainya itu sudah mengkhianatinya dan berhubungan dengan wanita lain.

Tampak, Zayden yang mengepalkan tangannya kuat. Dia tidak bisa menerima semua ini, dia marah dan api dendamnya pada Aara semakin mencuat. Hatinya semakin teguh, untuk membuat wanita itu menderita seperti yang sudah dia lakukan pada ibunya.

Di sana, Alya yang menyadari kedatangan Zayden pun lantas menoleh.

Senyum lebar mulai tersungging dari bibirnya, ketika sosok putra kesayangannya itu berada tepat di depannya.

“Zay,” panggilnya.

Zayden tersenyum, dia melanjutkan lagi langkahnya itu lalu menghampiri mamanya.

Saat Zayden semakin mendekat padanya, Alya pun langsung memeluk putra semata wayangnya itu.

Tiba-tiba senyuman itu berubah menjadi sebuah tangisan, tangisan yang membuat Zayden benci ketika mendengarnya.

“Zay hiks, Zay ....”

“Tidak papa Mah, Zay sudah di sini sekarang,” ucapnya mencoba untuk menenangkan mamanya itu.

Ekspresi penuh dendam Zayden tidak bisa dia sembunyikan lagi, suara tangisan ini benar-benar seperti sebuah waktu yang terus mengingatkannya pada tujuan utamanya menikahi Aara.

‘Mama tenang saja, mereka akan mendapatkan balasan dari setiap tetes air mata yang mama keluarkan. Aku berjanji,’ batinnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 186. Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan (The End)

    Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 185. Melahirkan dengan Selamat

    Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 184. Detik-detik Melahirkan

    Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 183. Sebuah Permohonan dan Suasana Penuh Canda Tawa

    Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 182. Kau Akan Pergi?

    Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 181. Tidak Sanggup Lagi

    “Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status