“Galla, aku mohon, jangan siksa aku begini.”Galla mengecup dahi Viana. Dia memang tak ada niatan menyiksa perempuan itu. Galla segera menyingkirkan semua kain yang menempel pada tubuhnya dan Viana.Galla membawa Viana ke ranjang agar leluasa bergerak.Galla tersenyum menikmati tubuh Viana yang indah dan perutnya yang masih rata. Ibarat makanan, Viana sangat appetite—menarik untuk dimakan, ah tidak, membuat orang ingin memakannya.“I love you,” ucap Galla.Galla memindai Viana dari ujung kaki. Cat kuku kakinya yang berwarna merah maron tampak menyala di kulitnya yang putih seperti susu. Kakinya yang jenjang dan ramping, pinggulnya yang lebar pinggangnya yang ramping, buah dadanya yang seperti kelapa dibelah dua, bahunya yang selebar pinggul, lehernya yang jenjang, wajahnya yang mungil, cantik dan sedikit manis, tatapan matanya yang menghanyutkan.“Kamu cantik, Sayang,” puji Galla.Viana memang appetite—menarik untuk dimakan saat ini. Tapi bukan itu yang membuat Galla ingin memakannya,
Usai menuduh Galla mengungkit pemberiannya, Jasmine beranjak dari kursi, meninggalkan Galla yang kehabisan kata-kata.Galla baru saja duduk tenang saat ini ketika ponselnya berdering. Dia angkat telpon.“Ada apa, Ma.”“Kamu apakan Jasmine?!”Galla memejamkan mata sejenak mengumpati Jasmine. Cepat sekali perempuan itu lapor pada Mamanya. “Nggak ku apa-apain.”“Nggak mungkin! Jasmine nggak bakal nangis kalau nggak kamu apa-apain!” berang Vonny.“Ada selisih paham sedikit.”Vonny berdecak. “Kamu itu ngerti nggak sih?! Jasmine sedang hamil anak kamu. Kamu harusnya jaga suasana hatinya tetap happy, bukan malah dibikin sedih seperti ini! Huh! Heran Mama sama kamu. Dikasih tahu nggak ngerti-ngerti!”Galla tahu Mamanya sekarang berubah padanya. Mamanya tak sesabar dulu. Sebab itu Galla mengalihkan pembicaraan. “Adalagi?”“Cepet ceraiin Viana dan nikahin Jasmine! Perutnya sudah mulai besar, apa kamu nggak malu sama keluarganya kalau nunda terus?!”Galla tidak menjawab Vonny. Bahkan dia sudah m
Viana tak berani menatap mata Galla karena takut pria itu tahu bahwa dia berbohong. Viana melangkah menuju walk in closet. Berganti baju dan mencari pil pencegah kehamilan yang dia simpan di dalam tumpukan bajunya.Viana memandang pil itu. Entah sampai kapan dia harus minum pil agar tidak hamil karena Teofilano tidak berhenti-berhenti mengajaknya berhubungan badan sementara Galla tidak mau melepaskannya. Padahal dia takut kandungannya kering jika kelamaan mengkonsumsi obat-obatan seperti ini.Usai minum pil Viana duduk disamping Galla. “Kamu sibuk?”“Nggak terlalu, kenapa?”“Nggak apa.” Viana merangkul Galla sembari meletakkan dagunya di atas bahu pria itu. Melihat layar laptop Galla yang isinya berita ekonomi.Galla menoleh ke Viana, melempar senyum sebelum mengecup bibirnya yang tanpa lipstik. “Aku seneng kamu seperti ini.”“Seperti ini apa?” Viana tidak mengerti.“Kamu memelukku sembari menaruh dagumu di atas bahuku.”Viana tersipu malu. Ini tindakan tak sengaja, tak menyangka Gall
“Trus kamu percaya gitu aja tanpa tanya ke aku?”“Pikirku tanya juga percuma, pasti kamu nggak akan ngaku.” sesal Cherry.Viana hanya bisa menarik nafas, mencoba mengerti Cherry, meski kecewa.Perlahan hati Viana melunak, tidak jadi kesal setelah mendengar cerita Cherry. Sekarang perhatiannya pindah ke Jasmine, Viana tidak menyangka selingkuhan Galla itu mencoba merusak persahabatannya dengan Cherry.Cherry mengulurkan tangan kepada Viana. “Aku minta maaf.”“Ya.” Viana menerima uluran tangan Cherry. Lalu pelukan.“Aku punya rahasia satu lagi.”Viana mengurai pelukan Cherry. “Apa itu?”“Sambil duduk ya, aku capek.”Viana tidak menolak, dia menyusul Cherry duduk di sofa. Penasaran sekaligus gelisah menyergap hatinya, menunggu Cherry menceritakan rahasia selanjutnya.“Well shop yang bikin kamu bangkrut ternyata Jasmine.”Viana tercenggang. “Yang bener.”“Jadi gini. Tiap 3 bulan sekali keluarga Ibu mertuaku ngumpul sama keluarga besar. Tempatnya pindah-pindah. Misal bulan ini di rumah Ib
Dimata Viana, Cherry dulu tomboy dan apa adanya. Tapi setelah menikah menjadi feminim dan seperti bukan dirinya. Viana tahu seiring bertambah usia cara berpikir orang berubah. Makin dewasa dan bijaksana.Kecuali dirinya. Dia tidak mau jadi dewasa karena orang dewasa banyak masalah. Dia tetap ingin menjadi anak kecil yang selalu dilindungi dan dicintai, tak perlu menguatirkan apapun meskipun bumi gonjang ganjing karena tahu ada yang melindungi.Viana memperhatikan Cherry yang tiba-tiba acuh tak acuh padanya. ‘Apa dia sedang PMS?’Ada banyak pertanyaan di kepala Viana. Namun akhirnya memilih diam. Bukankah sudah terlalu sering dia tiba-tiba didiami seperti ini?Viana tidak akan marah, karena sudah latihan sama Vonny dan Gustav.“Cherry aku mau pulang dulu, mataku sudah mulai ngantuk,” pamit Viana. Lalu mengambil tote bag miliknya yang di dalamnya ada ATM dengan saldo 100 juta dollar.‘Jika Cherry tak mau menganggapku sahabatnya lagi, aku akan bersahabat dengan uang mulai sekarang, karena
Viana tidak lupa, tapi tetap saja tidak enak hati kepada Cintya setelah melayani Teofilano sampai tidak kuat berdiri lagi. Jujur saja dia berpikir, jika Teofilano mau seperti ini dan 3x seminggu, kapan waktu untuk Cinta dan Lauren?Viana tahu rasanya diselingkuhi. Dulu dia pikir Galla tak memberinya nafkah batin karena dia tidak menarik, jelek dan perasaan rendah diri tak berdaya lainnya. Ternyata karena sudah puas di luar. Viana tidak mau Cintya dan Lauren tidak kebagian apa-apa seperti itu.Viana : Bagaimana jika kita membuat kesepakatan?Nomor tak dikenal : Apa?Viana : Kita tidak melakukan hal itu lagi sampai kita menikah.Lama Viana menunggu balasan dari Teofilano, tapi tak muncul-muncul sampai dia kembali mengajak bicara Dion. “Kamu yakin mau nungguin aku?”“Iya, yakin. Sudah sana main.”Viana merasa Dion memperlakukannya seperti anak kecil yang butuh main. Akhirnya Viana turun. Berjalan mendekati pagar rumah Cherry lalu menekan bel.“Olive, Tante datang.” Viana memanggil nama a
“Apa ada jalan hidup jadi pelacur?” tanya Viana ketika Teofilano keluar dari kamar mandi dengan handuk hitam polos melilit tubuh bagiaan bawahnya yang mengingatkan akan keperkasaannya di ranjang.Teofilano menatap Viana sekilas sebelummengambil remot AC untuk menyejukkan suhu ruang menjadi 18 derajat celcius. “Kenapa kamu tanya seperti itu?”“Hanya tanya.”Teofilano menatap wajah putih dan rapuh Viana yang seperti tisu. “Kurasa Tuhan tidak pernah membuat jalan hidup seperti itu.”“Lalu kenapa kamu membuat jalan hidupku seperti pelacur?”Teofilano menutup tirai. Ruangan yang tadinya terang karena sinar matahari berubah menjadi gelap. Segelap hati Teofilano setelah melihat orang tuanya ditusuk pisau sampai mati oleh Ayah Viana—Nit King.Sekarang, anak Nit King ada di depannya—polos dan ringkih. Bertanya kenapa dia menjadikan anak itu pelacur. Apa yang harus dia katakan?Teofilano naik ke ranjang mencekik leher Viana dengan tangan kirinya sementara tangan kanan mengepal siap meninju.Vian
Viana meletakkan 1 botol air mineral dan sandwich isi telur, tomat, saus sambal ke pangkuan Teofilano.“Makan! Aku tidak mau kamu pingsan.”Teofilano tertawa. “Terima kasih, Viana. Kuhargai meski kamu memerhatikanku dengan marah-marah. Bukan karena pemberianmu, tapi karena kamu mengingatku dan kepikiran untuk memberi ini.”Ya. Bagi Teofilano hal terindah dari sebuah pemberian adalah orang itu mengingatnya, bukan pada nilai barangnya.Mobil yang Viana tumpangi perlahan bergerak meninggalkan rumah Galla. Seperti biasa, setiran Teofilano sangat halus, baik saat pindah gigi, mengerem, pindah haluan atau mendahului mobil lain. Padahal mobil ini manual.Meski marah, Viana memuji cara Teofilano menyetir mobil, dalam hati. Viana memperhatikan cara Teofilano menyetir mobil. Tangan kiri di tuas gigi, tangan kanan di setir, pandangan lurus ke depan.Viana akui Teofilano memang menggoda imannya. Pertama, pria ini matang dan dewasa. Ya, entah kenapa dari dulu Viana suka pria-pria seperti itu, mata
“Pulanglah,” tolak Viana.“Lamaran kerjamu ditolak.”“What?!” Viana terkejut, sebab dia berharap mendapatkan pekerjaan itu.“Ya. Karena kamu kekeh tidak mau waktu itu makanya diisi orang lain.”Bahu Viana merosot, tidak sadar responnya itu menggundang senyum lawan bicaranya. Akhirnya Teofilano tidak tahan menggoda Viana.“Orang lain itu Stevanie Laurencia King.”“Gak lucu!” Viana kesal merasa dibuat mainan oleh Teofilano. Pria itu dari dulu kalau tidak memaksa ya memperlakukannya seperti anak kecil. Ya. cuma dua hal itu yang dia rasakan sepanjang kenal Teofilano.Viana kesal Teofilano tak berhenti menertawakannya padahal tidak lucu. Dia masuk ke dalam rumah dan mematikan telpon.‘Beberapa tahun bersamaku, tak membuatmu benar-benar mengenaliku. Pikirmu aku takut CCTV? Kamu benar-benar meragukan caraku menyelesaikan masalah!' batin Teofilano sembari terkekeh."Ahh! Oouchh! Pak Teo stop!" Teofilano menirukan desahan Viana, mencibir. "Akan ku buat seminggu 3x kamu melenguh karenaku, Viana